Mirza mengambil sepeda kecil roda empat berwarna pink dari bagasi belakang mobilnya.
"Ica ... , coba liat yang Om Mirza bawa?" Sapa Via begitu masuk halaman kontrakan rumah Tia yang tak begitu luas.
Ica yang lagi asyik mainan segera menoleh dan histeris, "Waaah .... sepada baru! Yeiii .... !" Ica melonjak kegirangan.
"Bilang apa dong sama Om Mirza?" Tanya Via.
Ica langsung merangkul Mirza yang berjongkok di sampingnya. "Makasih ya Om Mirza kesayangannya Ica, mmmmuah ... " Ica mencium Mirza riang.
Via dan Mirza hanya tertawa.
"Yah, liatin. Aku punya sepeda baru juga yah akhirnya." Celoteh Ica langsung nangkring di sepeda barunya.
Via dan Mirza yang baru sadar ada Arya duduk di teras dekat bunga bougenvil yang rindang sedikit kaget, apalagi Arya terlihat dingin.
Mirza menghampiri Arya. "Udah pulang kerja, Mas?" Sapa Mirza sekedar berbasa basi.
"Ngapain kamu pake beliin Ica sepeda segala?" Todong Arya dingin.
Mirza dan Via saling pandang tak menduga dengan reaksi Arya seperti itu.
"Apa karena aku nggak mampu beliin dia sepeda?" Arya mulai menaikkan intonasi suaranya, untunglah Ica nggak ngeh karena tengah asyik dengan sepeda baru kesayangannya.
"Bukan begitu, Mas. Aku udah janji sama Ica kalau ... "
"Apa belum cukup kamu melucuti harga diriku di depan ibu selama ini? Kenapa lagi sekarang kamu mau merebut perhatian Ica dariku?"
Kalimat-kalimat tajam Arya membuat Mirza kaget tak menyangka Arya akan merespon seperti itu.
"Mas Arya kok ngomongnya gitu sih? Itu kan cuma bentuk perhatian Mas Mirza buat Ica." Protes Via membela suaminya.
"Perhatian apa? Aku tau suamimu itu kaya, dia mampu jadi mantu yang baik, tapi jangan harap dia bakal bisa rebut hati Ica karena aku ini bapaknya!"
Via dan Mirza tercenung, Arya sudah terlalu jauh salah paham.
"Mas Arya itu terlalu sensi sebagai seorang laki-laki!" Ucap Via lirih.
"Terserah!" Balas Arya seraya melengos berjalan masuk rumah bersamaan dengan Tia dan Riri yang ke luar dari dalam.
Tia agak heran melihat raut keras suaminya.
"Vi, udah dari tadi?" Sapa Tia.
"Barusan kok, Mbak."
"Wah, Ica punya sepeda baru ya?" Seru Riri yang melihat Ica tengah menggoes sepedanya.
"Iya dong. Baru dikasih Om Mirza!" Sahut Ica riang.
"Maafin aku ya, Mbak. Mas Arya kayaknya tadi tersinggung karena ini." Ucap Mirza tak enak hati.
Tia langsung ngeh, kiranya itu yang membuat suaminya berwajah masam tadi.
"Nggak papa. Jangan diambil hati, Mas Arya cuma lagi banyak pikiran aja."
Via dan Mirza mengangguk.
"Masuk dulu, yuk. Aku bikinin minum."
"Nggak usah, kami langsung pulang aja Mbak, udah sore." Tolak Mirza halus.
"Aku juga pamit pulang ya, Mbak." Ucap Riri ikutan pamit.
"Kamu ngapain Ri, ikutan aja?" Seloroh Via.
"Yee, aku kan udah dari tadi, Mbak. Habis pulang kursus langsung ke sini." Riri lantas mencium tangan ketiga kakaknya bergantian dan melambai pergi.
"Riri tadi ngajarin Mbak bikin aneka resep frozen food. Kan lumayan buat nambah variasi jualan Mbak." Tia menjelaskan.
Tia memang selain bekerja sebagai guru honor juga membuat aneka kue basah dan kering untuk dijual dan dititipkan di warung-warung sekitaran rumah kontrakannya. Tia memang wanita tangguh, pekerja keras dan pandai melihat peluang usaha. Meski kadang lelah karena Arya kadang acuh saja dengan keropotannya selama ini.
Sebagai seorang istri yang baik, tentulah Tia tak ingin tinggal diam melihat perekonomian keluarga yang kesusahan, namun ini sering disalah artikan oleh Arya yang terlanjur merasa dilangkahi kewibawaannya sebagai seorang suami.
"Jangan mentang-mentang kamu pintar cari uang terus berani kurang ajar sama suamimu ini ya!" Bentak Arya suatu pagi pada Tia yang membangunkan Arya dengan ketus karena sudah habis kesabaran melihat Arya masih tidur sedangkan dia harus berlomba dengan waktu membereskan dagangan agar tak kesiangan masuk kerja.
"Bukan begitu, Mas. Aku kan cuman mau minta tolong." Sahut Tia lemah. Bagaimana pun juga dia takut melihat kemarahan suaminya meskipun awalnya dia sangat kesal.
"Tapi bukan begitu caranya!" Arya masih membentak dan menatap emosi Tia yang merasa sangat bersalah.
Mata Tia mulai berkaca-kaca. "Aku kan udah bangunin kamu Mas dari habis shalat subuh tadi. Aku minta tolong baik-baik buat bantuin karena aku ada banyak pesenan. Tapi kamu nggak bangun-bangun juga."
BRAAK!!
Arya menendang baskom kosong yang tak berdosa hingga pecah berkeping-keping. Hancur hati Tia kala itu, tak menyangka sebegitu murkanya suaminya. Ternyata keterpurukan Arya dalam hal pekerjaan membawa perubahan drastis pada sikap Arya yang biasanya lembut.
Tia hanya mampu menangis saat itu sambil memunguti serpihan baskom plastik karena takut Ica bangun dan menanyakan yang terjadi. Sungguh pun Arya sering berlaku kasar setelah di PHK dari pabrik onderdil motor beberapa tahun belakangan, Tia tak ingin Ica mengetahui perbuatan tak terpuji ayahnya.
"Mbak, jangan lupa sampaikan maafku sekali lagi pada Mas Arya ya." Ujar Mirza sebelum benar-benar pamit.
Tia tersenyum mengangguk kecil.
"Oya, besok Mbak Tia lagi banyak pesenan nggak? Aku mau sekalian pesen kue buat acara sama temen-temen nih."
"Nggak kok."
"Lho, emangnya besok ada janjian sama siapa Mas?" Via heran karena tak tau acara suaminya.
"Itu si Firman ngajakin ketemuan di rumah Anto, kan sekalian bawa kue buat cemilan ngumpul-ngumpul disana."
"Oo ... " Via ber o ria seraya manggut-manggut meskipun hatinya juga belum yakin benar ucapan suaminya.
"Mau pesen kue apa, Za?"
"Apa ya sayang, yang enak?" Mirza minta pendapat Via.
"Semua kue buatan Mbak Tia pasti enak Mas."
Tia tertawa mendengar pujian adiknya. "Ngrayu ya biar dapet diskon?"
"Haha ... iya."
"Brownies sama bolu tape aja, Mbak. Masing-masing lima ukuran yang paling besar ya."
"Mas! Kamu mau bikin acara pengajian? Itu banyak banget lho." Via sampe kaget.
"Ya kan, biar kebagian semua." Sahut Mirza enteng lalu mengambil tiga lembar uang ratusan ribu dan memberikannya pada Tia. "Ini uang DP nya dulu ya, Mbak."
Tia menerimanya dengan senyum lebar. Mirza dan Via pun pamit. Di mobil Via menatap Mirza suaminya penuh arti.
"Makasih ya, Mas." Ucap Via
Mirza menoleh, "makasih buat apa?"
"Buat semuanya." Via pasang senyum termanisnya. "Kamu nggak ada janji sama Firman, kan?"
Mirza meraih tangan Via dan menciumnya. Tanpa banyak kata, Via pun tau apa maksud suaminya. Betul kata ibunya, Mirza memang suami idaman.
Di rumah Tia sepeninggal Via dan Mirza. Hal yang dikhawatirkan Tia, sebentar lagi akan terjadi.
Arya tengah berdiri di tengah pintu dapur menunggu istrinya masuk.
__
__
bersambung_
penasaran apa yang terjadi dengan Tia dan Arya?
Ikutin kelanjutan ceritanya ya ☺️
Terima kasih yang sudah kasih like, komen, rate dan vote🙏🌹yang belum, aku tunggu ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Mommy Gyo
5 like hadir
2021-09-23
0
Penulis Jelata
Mas Arya, ingat2 kelamin mas
Masa cowok baperan🤣
2021-06-20
0
iefat
lanjuut
2021-04-16
0