Miranda "Cinta Perempuan Gila"

Miranda "Cinta Perempuan Gila"

Chapter 1

Mati..

Mati...

Mati...

Mati...

Mati...

Mati...

Berulang kali dia mengatakan itu. Hanya itu yang selalu ia katakan.

Seorang perempuan cantik berambut pirang terlihat sedang mencoret coret sebuah gambar. Gambar seorang laki laki yang entah siapa . Terlihat sorot matanya penuh kebencian. Namun ada bulir bening yang keluar di pelupuk matanya yang berwarna coklat, menyiratkan ada kesedihan yang mendalam, benci dan sedih bercampur jadi satu .

Apa yang salah dengan diriku, hingga kesedihan selalu datang padaku.

Seolah kemalangan adalah sahabat terbaikku.

Aku pernah membaca sebuah tulisan yang isinya "Menderita lah sampai sembuh. Tak apa terluka nikmati semua luka yang ada di hatimu saat ini. Kamu tak perlu berlari demi menenangkan diri sesaat. Tak perlu membunuh dirimu sendiri, tak perlu memukuli dirimu sendiri, tak perlu melabeli betapa bodohnya dirimu saat ini.

Jika kamu butuh waktu satu bulan berteman dengan kesedihan, tak apa, lakukan. Kamu mau apa? Menangis? Menangislah sepuasmu. Bahkan jika kamu butuh waktu bertahun tahun pun untuk sebuah kesedihan, tak apa."

Lantas bagaimana jika tak ada lagi kebahagiaan untukku.. Haruskah aku bertahan di dunia yang kejam ini.

Sepuluh tahun aku disini, di rumah sakit jiwa, mereka bilang aku gila.

Tidak ... Aku tidak gila. Aku hanya sedang berusaha bersembunyi dari orang orang waras, yang selalu menyakiti ku.

"Mira!!"

Panggil seseorang yang memanggil nama ku. Seketika aku menoleh menatap pria yang kini tengah berdiri di sampingku. Dia adalah Jodi, ah maksudku dokter Jodi. Dokter yang selama ini merawat ku.

Aku heran padanya, di usianya yang sudah mau menginjak kepala empat tapi dia belum juga menikah, iya dia masih singgel. Kalian penasaran kenapa aku bisa tahu. Ya karena aku dekat dengannya. Hanya dia satu satunya orang yang dekat dengan ku disini. Yang tidak menganggap ku gila. Itu menurutku ya... Heheee

Setelah sebelumnya ada suster Linda yang begitu baik padaku. Namun sayang dua tahun yang lalu dia sudah pensiun dari sini. Dia tidak lagi menjadi perawat di rumah sakit jiwa ini.

"Apa yang sedang kamu gambar? Wajah siapa itu? Kenapa di coret? Bagus loh itu, rupanya selain menulis kamu juga pandai melukis ya?" Ucap Dokter Jodi yang kini malah duduk di sampingku. Dan mengambil lukisanku.

Sungguh aroma parfum nya itu begitu wangi. Tanpa sadar aku memejamkan mataku menghirup wangi aroma tubuhnya yang begitu memabukkan, eh salah maksudku menenangkan.

"Mira .." panggil nya lagi.

Aku tersadar, buru buru aku mengambil lagi lukisan ku yang sedang dilihat oleh dokter Jodi.

"Aku benci wajah ini. Makanya aku mencoretnya!" Jawabku, kembali aku mencoret coret lukisanku sendiri sampai wajah dalam lukisanku itu tidak terlihat.

"Kalau kamu membenci wajah itu, kenapa kamu melukis nya?"

"CK. Dokter banyak tanya deh." Cebik ku kesal. Jujur saja aku tidak suka dokter Jodi kalau dia banyak tanya begini. Cerewet!

Aku menatap lukisan ku itu, wajah itu adalah wajah orang yang paling aku benci sekaligus aku cintai. Dia Akhsa Gala Baldwin. Suamiku. Mungkin lebih tepatnya mantan suamiku sih. Karena sehari setelah menikah dengannya aku langsung bercerai darinya. Hebat gak tuh.

Aku ditipu mentah mentah olehnya. Aku pikir dia laki laki yang baik. Tapi ternyata dia laki laki paling brengsek yang pernah aku kenal. Dia penipu.

Dan aku Miranda Graciella Yumna dengan bodohnya jatuh cinta padanya. Aku tidak ingin bertemu dengan nya. Namun setiap hari aku malah selalu berharap dia datang mencari ku. Meminta maaf padaku. Aneh ya!

Dan pada kenyataannya dia sama sekali tidak pernah mencari ku.

Apa hanya aku yang menderita disini. Sementara orang orang yang telah menyakiti ku bisa menjalani hidupnya dengan baik baik saja. Bahkan mereka bahagia.

Apakah itu adil untukku. Rasanya tidak.

Aku menatap dokter Jodi, ia selalu tersenyum manis padaku, aku jadi semakin penasaran kenapa laki laki setampan dokter Jodi belum menikah. Tentunya diluar sana pasti banyak wanita yang suka padanya kan?

Apa karena dia terlalu sibuk mengurus pasien gila seperti ku, sampai sampai dia tidak ada waktu untuk berkencan? Kasihan..

"Mira, Apa kamu sudah memikirkan perkataan ku waktu itu? Kamu sudah boleh keluar dari sini. Hasil pemeriksaan kamu sudah dinyatakan sembuh Mir." Tanya nya padaku tiba tiba.

Kembali aku menatap dokter Jodi dengan mata yang berkaca kaca. "Kalau aku keluar dari sini, kemana aku harus pergi dok? Aku tidak punya tempat tinggal, keluarga pun tak ada. Mereka sudah melupakanku. Nyatanya sampai sekarang dokter tahu sendiri tidak ada seorang pun yang datang mencari ku. Lalu kemana aku harus pergi dok.?" Ucapku dengan suara bergetar. Tanpa sadar aku menitikkan air mata ku.

Dan tanpa diduga, dokter Jodi mengusap air mataku. Perasaan apa ini? Heiiii....Kenapa hatiku tiba tiba berdegup dengan kencang. Aku bisa melihat dengan jelas wajah tampannya dari dekat. Wajah yang simetris dengan fitur maskulin yang tegas, rahang yang kuat, hidung yang proporsional, dan mata yang tajam. Sungguh sempurna mahkluk Tuhan yang satu ini. Ekspresi nya penuh kepercayaan diri dan kecerdasan menunjukan daya tarik dan pesona yang tak terbantahkan. Itulah dokter Jodi. Dokter Jodi Alvin Narendra. SpKJ.

Apa aku menyukai dokter Jodi?

Sejenak pandangan kami bertatapan, buru buru aku memalingkan wajahku, jantungku kini bahkan berpacu begitu cepatnya. Deg.. deg.. deg ser ..

"Maaf. Sa-saya tidak bermaksud .." Ujarnya sambil memegangi belakang leher nya, sepertinya dokter Jodi sedang salah tingkah. Apa ini cuma perasaanku saja. Aku juga melihat wajah dokter Jodi yang memerah.

"Ah, ti-tidak dok. dokter tidak perlu meminta maaf." Cicitku pelan.

Dan dengan suara yang bergetar, aku mencoba menenangkan detak jantungku yang kacau. "Saya... saya hanya terkejut, itu saja, Dok."

Dokter Jodi menatapku dengan pandangan yang lembut, berbeda dari tadi. "Saya mengerti. Situasi seperti ini memang bisa membuat emosi kita tidak stabil," katanya dengan suara yang menenangkan.

Aku mengangguk, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara lagi. "Terima kasih, Dok. Untuk semuanya. Dokter selalu tahu cara membuat pasiennya merasa lebih baik."

Sebuah senyum tipis terbentuk di bibirnya. "Itu tugas saya," jawabnya singkat. "Dan, jika ada yang mengganggu pikiran kamu, saya di sini untuk mendengarkan."

"Sekali lagi, terimakasih Dok."

Dokter Jodi mendekat, matanya tidak lagi menunjukkan kecerdasan dan ketegasan seorang dokter, tapi kelembutan dan kehangatan. "Kamu tahu," katanya dengan suara yang rendah, "kadang-kadang, kita menemukan kenyamanan di tempat yang paling tidak kita duga."

Aku menatapnya, terpaku. Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatku ingin mengenalnya lebih dalam, lebih dari sekadar dokter dan pasien.

"Dan terkadang," lanjutnya, "orang yang kita bantu sebagai dokter, membantu kita kembali tanpa mereka sadari." Dia semakin dekat, dan aku kembali bisa mencium aroma parfumnya yang lembut.

Jantungku berdegup kencang, tapi kali ini bukan karena kecemasan, melainkan karena debaran yang lain. "Dok," kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar, "saya..."

Dia tersenyum, memotong kata-kataku. "Tidak perlu kata apa-apa. Kadang-kadang, keheningan lebih berbicara daripada seribu kata."

Jujur aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan nya. Aku menatapnya, mencari arti di balik kata-katanya.

Nampak dokter Jodi mengambil nafas dalam, seolah mempersiapkan diri untuk mengungkapkan sesuatu yang penting. "Kadang-kadang, kita merasakan sesuatu yang begitu kuat sehingga kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkannya," katanya dengan lembut. "Perasaan itu bisa lebih jujur daripada apa pun yang bisa kita ucapkan."

Aku mengangguk, merenungkan kata-katanya. Jujur saja sebenarnya aku masih tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan. Apa maksudnya?

Dia semakin dekat lagi, hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya. "Apa yang kamu rasakan sekarang, itulah yang penting," lanjutnya, matanya tidak pernah lepas dari pandanganku. Aku jadi malu loh ini. Beneran.

"A-apa yang aku rasakan?" Aku terus bertanya tanya dalam hatiku. Jujur aku begitu gugup berada begitu dekat dengan Dokter Jodi..

Rasanya jantung ku mau meledak. Duaaaaaar..

Siapapun tolong aku! Aku tidak ingin berada di situasi seperti ini..

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!