"Orang yang terkaya adalah orang yang menerima pembagian (taqdir) dari Allah dengan senang hati." (Ali bin Husein)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Pagi hari yang cerah ini, dengan riuhan orang-orang yang saling bercengkrama dijalanan. Ditambah deru beberapa mesin kendaraan, menyambut pagi seorang wanita bercadar yang tengah menyiram tanaman di halaman rumah.
Matahari sudah menampakan sinarnya, kicauan burung terdengar jelas saling menari-nari diatas udara yang membentang luasnya. Zhivana dan gea tengah menyiram tanaman bersama mereka tampak asik lantunan shalawat keluar begitu merdu di bibir mungil zhivana yang tertutup kain cadar.
Gea sedari tadi hanya mendengarkan saja sekali-kali melirik ke arah zhivana. walaupun tidak bisa melihat tapi zhivana mampu melakukan ini semua dengan baik. Seperti orang yang bisa melihat pada umumnya.
"Alhamdulilah, aku udah beres nyiram tanaman sebelah sini dan aku juga potong rumput, soalnya udah tinggi banget." Ucap gea seraya mendekat ke zhivana.
"Alhamdulilah aku juga udah selesai, terimakasih udah bantu."
"Sama-sama. Eh, ini udah jam tujuh lebih malah mau hampir setengah delapan kok ayah aku belum kesini sih."
"Mungkin saja dijalan terkena macet atau mungkin ayah kamu lagi sibuk jadi kesininya telat."
"Yasudah kita masuk saja. Masa iya kita harus panas-panasan nunggu disini bisa-bisa kita mandi keringat."
Zhivana tersenyum saja.
Tidak menjawab lagi pembicaraan gea, zhivana. Memilih untuk masuk kedalam rumah, sinar matahari sudah semakin menyengat. Apalagi mereka memakai pakaian sangat tertutup jadi akan semakin bertambah panas.
Tongkat hitam itu tidak pernah lepas dari ngenggaman tangan munggil zhivana, sebagai alat bantu dirinya melangkah.
"Kenapa tidak ikut duduk" Ucap gea, yang sudah duduk di sopa ruang tamu.
"Aku mau cuci tangan dulu, memang kamu ngga cuci tangan."
"Udah tadi pake air kran yang ada didepan rumah tetangga. Hehe." Ucap gea dengan terkekeh.
Setelah kepergian zhivana ke dapur, kini tinggallah gea diruang tamu, mukanya sudah nampak cerah lagi karena melihat mobil sang ayah sudah berhenti didepan rumah zhiavana. Gea tidak tinggal diam saja, dirinya langsung melangkah cepat keluar rumah untuk menghampiri ardi.
"Assalamualaikum, ayah." Ucap gea menyambut ardi.
"Waalaikumsalam, kamu baik-baik saja kan disini." Tanya ardi.
Gea mengangguk seraya mencium punggung tangan ardi.
"Ayah kenapa lama banget, aku nungguin dari tadi."
"Maaf, tadi ayah ada sedikit urusan sebelum kesini jadi telat."
"Begitu ya, baiklah mari kita masuk kedalam pasti zhivana seneng banget, ayah dateng kesini."
Ardi hanya tersenyum saja, kini gea dengan ardi berjalan beriringan untuk masuk kedalam rumah. Sesudah didalam terlihatlah zhivana sedang duduk disopa ruang tamu tidak lupa juga kini dimeja sudah terdapat 3 gelas kosong dan satu teko yang berisi air putih.
"Assalamualaikum" Ucap ardi, yang langsung mendekat ke zhivana.
"Waalaikumsalam, paman."
Zhivana langsung berdiri ketika mendengar suara ardi. Bagi ardi, zhivana adalah putri keduanya. Ardi tau maksud zhivana mengulurkan tangan kanannya, dengan senang hati ardi menyambutnya dan zhivana menciumnya.
"Apakabar zhivana, sudah lama rupanya kita tidak bertemu hampir satu bulan."
"Alhamdulilah aku baik, padahal aku sudah rindu paman tapi paman tidak kunjung datang juga." Ucap zhivana dengan tertawa kecil.
"Kau tau sendiri zhi ayahku ini selalu saja sibuk." Sahut gea.
"Dasar putriku yang nakal. Giliran uang jajannya pasti mau." Ucap ardi pada gea, lalu mereka semua tertawa.
"Mari kita duduk, ayah sudah bawa makanan."
"Benarkah." Tanya gea dengan antusias. Dirinya langsung duduk di samping ardi.
"Iya, mari kita makan bersama." Ajak ardi.
Merekapun makan bersama dengan ardi yang memimpin doa. Makan dengan diiringi canda tawa tentu saja gea lah yang paling antusias, hangatnya kebersamaan membuat hati zhivana nyaman walaupun ingattan tentang kecelakaan itu masih teringat jelas tapi dengan keadaan seperti ini zhivana bisa melupakannya.
Setelah selesai makan dan membereskan piring kotor, kini ardi, zhivana, dan gea tengah duduk bersama diruang tamu.
"Zhivana kata gea kamu akan berhenti kuliah apakah itu benar?" Tanya ardi dengan serius.
"Iya paman, aku akan mengajar dipondok pesantrennya kiai husen."
"Bukankah cita-citamu ingin menjadi seorang dokter ahli bedah, kalau kamu masih ingin kuliah paman akan membiayai kuliahmu sampai lulus nanti."
"Terimakasih banyak paman, tapi aku ingin mengajar saja dipondok pesantren soal cita-citaku aku sudah melupakannya."
"Apa karena penglihatanmu zhi?" Tanya ardi yang mulai merasa sedih.
"Kurang lebih memang seperi itu, tapi paman. Aku sudah ikhlas dengan semua yang terjadi."
"Jujur saja, paman. Sekarang sangat bersedih dengan apa yang terjadi pada dirimu. Bukankah takdir begitu kejam."
"Tidak paman ini semua sudah menjadi ketetapan dari alloh, dan sudah menjadi janji maut bagi kedua orang tuaku. Ingat rezeki, jodoh sudah alloh yang mengatur begitu juga dengan kematian. Semua itu hanya rahasia alloh saja. Kita sebagai umatnya hanya bisa mempersiapkan diri entah itu jodoh dulu yang menjemput atau maut dulu yang lebih dulu menjemput. Mungkin, ini semua sudah menjadi takdir bagiku akupun hanya bisa menerimanya dengan ikhlas."
Ardi yang mendengar penuturan ucapan zhivana langsung tersenyum.
"Kau memang selalu bisa bersabar zhivana, paman hanya bisa mendoakan mu saja. Maaf waktu itu paman dan gea tidak bisa menjengukmu ke rumah sakit, karena neneknya, gea. Harus berobat di singapura, jadi paman hanya bisa mengantarkan jenazah kedua orang tua mu dimakamkan."
Jujur saja ardi merasa bersalah pada zhivana, karena sebagai seorang paman, dirinya tidak bisa menemani zhivana saat masa sulitnya.
"Tidak apa paman, aku senang sekali hari ini paman bisa ada disini. Aku merasa lebih nyaman."
"Aku juga ikut senang kalau liat zhivana seperti ini. Dan semoga saja kita bisa berkumpul bersama seperti ini setiap harinya." Ujar gea dengan tersenyum-tersenyum.
"Aamiin."
***
Amerika Serikat.
Sesosok pria tampan baru saja selesai dengan ritual mandinya. Handuk putih melilit dipinggang, rambut hitam pekatnya yang basah, terlihat jelas tangan yang kekar nan berotot itu sedang sibuk mengeringkan rambut, perutnya yang kotak-kotak nampak sangat sexsi terlihat terukir sempurna.
Arrsyad yang telah tiba diamerika dari beberpa jam yang lalu. Kini arrsyad sudah berada diapartemen yang dipilihkan oleh reno. Tubuhnya sangat lelah akibat perjalanan yang begitu jauh untung saja alex temanya reno membantu merapikan barang-barangnya, kalau tidak arrsyad pasti sampai sekarang belum selesai.
Setelah selesai berpakaian, arrsyad langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur, yang ukuranya tidak terlalu besar. Tapi terasa sangat empuk dan nyaman.
Sekilas bayangan zhivana terlintas dipikirannya. Tanpa aba-aba arrsyad langsung menyunggingkan senyuman manis.
"Apakah aku mulai merindukannya."
Memang tidak bisa pungkiri kini hati dan pikirannya hanya tertuju pada zhivana gadis bercadar yang selalu membuat hatinya selalu berdebaran.
Arrsyad bangun dari tempat tidur langsung mendekat ke arah jendela besar yang langsung memperlihatkan gedung-gedung besar yang diluaran sana terlihat jelas banyak lampu-lampu yang menyala nampak terlihat indah dan berkelap-kelip.
Terlihat dibawah sana jalanan masih ramai dengan kendaraan beroda empat, orang-orang yang berjalan kaki masih terlihat berlalu lalang diluar sana. Arrsyad, mengamati semua itu masih terasa asing baginya tapi dirinya harus bisa menyesuaikan diri disini.
Udara malam semakin terasa dingin menyelinap masuk kedalam ruangan. Kini rasa ngantuk sudah menghampirinya tubuhnya harus segara beristirahat. Besok arrsyad harus membeli beberapa perlengkapan yang belum lengkap karena dua hari lagi mulai masuk kuliah dan melaksanakan kegiatan ospek.
'
'
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Rembulan
hy thor semangat upnya mampir yah di novel aku
2020-11-22
1
Rusma Hamid
lanjut
2020-11-21
1