"Ketika cahaya dalam hidup ku redup, bahkan bisa dikatakan sirna kini hanya ada kegelapan, tak ada bedanya dengan saat menutup mata, saat membuka matapun akan sama yaitu gelap gulita."
~ Zhivana Khoirun Nisa~
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Masih dimana arrsyad bersama zhivana. Kini arrsyad masih diam mematung.
"Maaf, untuk apa?" Tanya zhivana dengan lirih.
Zhivana bangun dari tidurannya menjadi duduk. pandangannya lurus ke depan.
"Seandainya, keluarga kakak tidak berangkat mengantar pergi ke bandara mungkin kejadiannya, tidak akan seperti ini." Ucap arrsyad dengan rasa bersalah.
"Arrsyad ini semua sudah takdir dari alloh!! Kita sebagai umatnya hanya bisa bersabar, dan ikhlas untuk menghadapi musibah ini. Aku ikhlas dan mencoba menerima kepergian Alm. Kedua orangku. Pada dasarnya ini semua hanya milik alloh dan akan kembali lagi kepada alloh sang maha pencipta. Aku juga ikhlas kehilangan penglihatan ku pada dasarnya ini semua hanya musibah aku yakin aku bisa melewati semua ini." Ucap zhivana dengan tersenyum manis.
"Tapi, kak"
"Sudah jangan dibahas lagi. Oh ya, arrsyad bukannya kamu harus pergi ke amerika, ya?"
Arrsyad menghirup napas dalam-dalam, lalu menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Gak jadi. Lagi pula aku tidak ingin pergi kesana."
Sebenarnya zhivana sudah tau kenapa arrsyad tidak ingin pergi. Tidak sengaja mendengar percakapan antara reno, luchia, dan arrsyad tadi saat mereka diluar sangat terdengar jelas. Dan zhivana merasa bahwa dirinya telah membebani mereka semua.
"Apa karena aku, kamu tidak jadi pergi?!!"
Arrsyad terdiam.
"Kak reno dan kak luchia telah menganggapku sebagai adik kandungnya sendiri. Jujur saja, aku sangat senang!! Setelah kedua orang tuaku tiada aku masih punya keluarga baru. Nah arrsyad sekarang aku juga kakak mu bukan? Sebagai seorang kakak, pasti menginginkan adiknya menjadi yang terbaik, aku ingin kamu pergi melanjutkan pendidikanmu di amerika. Buatlah Alm. Kedua orangtua mu bangga. Buatlah kak reno juga bangga pasti mereka semua akan senang sekali bahwa adiknya sangat hebat."
Arrsyad menatap zhivana dengan penuh kecewa. Kenapa zhivana menganggap nya seorang adik! Arrsyad itu mencintai zhivana. Bukan sebagai perasaan sebagai adik pada kakak, melainkan seorang pria pada wanita.
"Arrsyad, aku mohon pergilah! Ini semua keinginan Alm. Ayahmu jugakan. Jadi buatlah harapan beliau itu menjadi kenyataan. Aku yakin kamu sebagai seorang anak tidak inginkan mengecewakan orang tuamu. Meskipun mereka telah tiada tapi mereka orang yang paling berjasa dalam hidup kita, mereka adalah malaikat tanpa sayap buat anak-anaknya."
"Kau benar kak. Tapi apakah kak zhivana tau perasaan ku bagaimana?" Tanyanya dengan penuh penekanan.
"Aku tidak tau perasaanmu bagaimana, tetapi kau harus mendengarkan dan mematuhi ini mungkin semua ini untuk kebaikan mu juga."
"Aku mencintaimu, kak. Maka dari itu aku-" Ucapan arrsyad terpotong oleh zhivana.
"Aku mohon jangan bicara seperti itu. Bagiku kau adalah seorang adik, soal dulu pada kamu mengkhitbahku itu lupakan saja arrsyad. kita masih muda maka dari itu lanjutkan pendidikan mu."
"Ya aku hanya anak kecil yang belum dewasa, keras kepala dan egois!!"
Arrsyad tersenyum miris, dirinya terlalu berharap pada zhivana pada dasarnya zhivana hanya menganggapnya seorang adik.
"Aku mohon pergilah! Disini aku akan baik-baik saja. Ada gea, sahabatku dia mulai besok akan selalu bersamaku jadi kau tak perlu mengkhawatirkanku lagi pula ada kakakmu juga."
"Tapi aki tak ingin. Pergi"
"Pasti karena aku kan, arrsyad aku mohon pergilah apa karena aku buta. Kamu jadi kasian padaku jadi kau tak ingin pergi."
"Maksudku, bukan seperti itu kak. Aku ingin menjagamu."
Zhivana diam dengan tertunduk, matanya sudah berkaca-kaca.
Arrsyad yang melihat zhivana seperti itu langsung merasa bersalah.
"Kak." Panggil arrsyad.
zhivana terdiam.
Arrsyad menghela napasnya kasar.
"Baiklah, aku akan pergi ke amerika."
Ahh. Syukurlah. Batin zhivana.
"Benarkah kau akan pergi kesana?!!" Tanya zhivana dengan antusias.
"Tentu. Untuk dirimu dan juga ayahku, aku akan pergi" Ucapnya seraya tersenyum manis.
"Syukurlah. Aku sangat senang mendengarnya." Ucap zhivana dengan girang.
"Hanya dengan aku menyetujuinya, kau sangat senang, kak. Tapi perasaanku sangat berat saat mengatakannya." Batin arrsyad.
"Tapi ada syaratnya." Ucap arrsyad seraya tersenyum lebar.
Zhivana mengerjitkan dahinya. Apa, syarat? Memang syarat apa yang akan arrsyad ajukan pada dirinya.
"Berjanjilah. Untuk selalu menungguku pulang." Ucap arrsyad penuh harap.
Zhivana diam sejenak seraya berpikir.
"Baiklah, jika itu akan membuatmu pergi ke amerika. Maka, aku akan selalu menunggu mu pulang." Ucap zhivana.
Arrsyad yang mendengarnya pun langsung tersenyum semringah.
"Jaga diri disana, jaga agamamu dan jaga kesehatanmu juga dengan baik."
"Aku tau, maka dari itu maukah kau percaya padaku dan menungguku." Suara arrsyad terdengar sangat lembut dan terdengar penuh harap.
Zhivana mengangguk yakin, seraya berkata.
"Insya alloh, aku akan selalu percaya padamu dan aku juga akan menunggu dirimu pulang."
Kini arrsyad melangkah untuk lebih dekat dihadapan zhivana. Senyumnya terus mengembang, kini mereka saling berhadapan dengan jarak satu meter. Arryad mengangkat jari kelingkingnya ke udara tepat dihadapan zhivana.
"Kak angkatlah jari kelingkingmu!! Jika kau berjanji untuk selalu percaya dan mau menungguku."
Zhivana menurut dan mengangkat tangannya seraya mengacungkan jari kelingkingnya ke udara.
"Janji" Tanya arrsyad menyakinkan.
"Janji" Jawab zhivana yakin.
Jari kelingking keduanya seolah-olah saling bertautan. Padahal masih ada jarak penyekat keduanya, bisa saja arrsyad mengikis jarak yang ada diantara mereka berdua tapi mereka bukan mahromnya.
Keduanya tersenyum dengan jari yang masih diangkat, walau senyuman zhivana tertutup kain cadar. Tapi arrsyad yakin, bahwa zhivana juga tersenyum dan pasti senyuman itu sangatlah indah.
'
'
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments