Tora Akira, seorang remaja yang biasa dikenal karena kebaikannya membuat dirinya jadi sering dimanfaatkan oleh orang-orang terdekatnya, baik itu teman maupun keluarganya.
Di dunia yang dipenuhi kebusukan ini, jarang sekali kita menemukan orang baik seperti dia.
"Aki...ra, tolong bantu kerjakan tugasku lagi dong..."
"Punyaku juga dong. "
"Aku juga aku juga! "
"Aku juga tolong, yah. "
Empat orang murid yang di antaranya dua orang laki-laki dan dua orang perempuan menghampiri Akira yang tengah duduk sendirian di bangkunya yang berada di depan. Masing-masing dari mereka membawa beberapa buku tugas dan menumpukannya di meja Akira sambil menunjukkan senyuman tak tahu malu.
"Lagi?"
"Iya… boleh, kan? " Salah seorang perempuan dari mereka membujuk Akira dengan cara menggodanya.
Ini bukan kali pertamanya mereka berempat memanfaatkan kebaikan seorang Akira. Bisa dibilang, hampir setiap ada tugas atau apapun itu yang berhubungan dengan pelajaran, mereka selalu memanfaatkan kebaikan serta kepintaran yang Akira miliki.
Seperti biasa, Akira selalu menyanggupi permintaan tersebut meskipun terkadang apa yang mereka lakukan tidak sebanding dengan apa yang mereka perbuat setelahnya.
"I-iya-iya, aku bantuin... " Akira tersenyum lemas dengan sedikit helaan kecil. Hati kecilnya merasa berat menuruti semua itu.
Namun mau bagaimana lagi. Di satu sisi dia tidak bisa menolak permintaan keempat orang seperti mereka.
"Yey… Makasih, Sobat. "
"Kau memang teman yang terbaik, Tora. "
"Kerjain yang benar, ya…"
Mereka berlalu keluar kelas begitu saja setelah memberikan pujian yang tak didasari arti pada Akira.
"Hahaha, seperti biasa, orang naif seperti dia ternyata mudah sekali ya kita manfaatkan. " Salah seorang laki-laki dari keempat murid itu tertawa pelan meledek Akira selagi berjalan keluar kelas.
Salah seorang perempuan dari mereka menyumpal mulutnya dengan tangan dan berbisik pelan agar tidak didengar oleh Akira.
"Shutt… Hei, jangan bicara seperti itu, kalau dia dengar nanti kita tidak bisa memanfaatkan dia lagi… "
Sudah terlambat, apa yang baru saja mereka ucapkan dan apa yang mereka coba tutupi masih bisa terdengar jelas oleh telinga Akira yang tampak masih dalam keadaan normal.
Biarpun demikian, seperti biasa, Akira berusaha untuk tidak mengambil hati.
Kenapa? Tentu saja karena dia orang baik.
Sekalipun kebaikannya tidak memiliki arti di mata mereka, dia akan selalu berbuat baik.
Sekalipun mereka membalas kebaikannya dengan cara yang berbeda, dia akan selalu berbuat baik. Apapun yang terjadi dia akan selalu berbuat baik.
Satu kata yang mungkin bisa menggambarkan orang sepertinya, Naif!
Selain dikenal karena kebaikan serta kepintarannya, Akira juga biasa dikenal karena kondisi fisiknya yang lemah.
Terlepas dari dirinya yang memiliki kepintaran serta pribadi yang amat baik seharusnya dia mempunyai banyak teman bukan? Ya, umumnya memang begitu. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi pada Akira.
Kenapa bisa?
Semua itu karena fisiknya yang lemah dan sering sakit-sakitan membuat dirinya jadi sering dijauhi, diejek, dibully hingga pada akhirnya terisolasi oleh lingkungannya.
Alasan mereka berbuat demikian sebenarnya cukup sederhana, mereka hanya tidak mau tertular oleh penyakit Akira yang konon katanya bisa menular. Meskipun sebenarnya semua itu hanya sekedar rumor belaka yang disebarkan oleh mereka-mereka yang iri terhadap prestasi Akira.
Kesimpulannya, sejauh apapun dirinya berperilaku baik, pada akhirnya mereka semua selalu memperlakukan dirinya sama.
~
"Ok semuanya, untuk pelajaran olahraga kali ini kita akan melakukan ujian praktik. Sebelum itu, masing-masing dari kalian harus membentuk kelompok terlebih dahulu. " Para murid yang mendengarkan segera berpencar setelah mendapat komando dari guru olahraga.
Masing-masing murid mulai mencari pasangan untuk membentuk sebuah kelompok. Satu, dua, tiga kelompok sudah terbentuk.
Sementara itu, Akira yang sejak tadi meminta untuk bergabung ke satu-dua kelompok diantara teman sekelasnya sama sekali tidak ada yang mau menerimanya biarpun dirinya selama ini selalu membantu mereka.
Tidak heran jika mereka menolak, mengingat ini ujian praktik, orang yang mempunyai fisik lemah seperti Akira tentunya hanya akan menjadi beban, tidak berguna jika dia masuk ke salah satu kelompok yang akan mengikuti ujian.
Sungguh menyedihkan...
Sedikitpun tidak ada yang namanya solidaritas yang terjadi di lingkungan pertamanannya. Semuanya hanya berdasar pada yang berguna dan tidak berguna. Mereka mau berteman dengan Akira hanya ketika ada butuhnya saja.
Atau dengan kata lain, Akira sama sekali tidak memiliki yang namanya teman sejati.
"Eto~ Apa aku boleh ikut bergabung dengan kelompok kalian?" Kali ini Akira meminta ikut bergabung ke salah satu kelompok yang di dalamnya terdapat empat orang yang biasa merepotkannya. Berharap permintaan kecilnya ini bisa diterima.
Tampak dari raut wajah keempat orang itu menggambarkan seperti ragu untuk menerimanya. Mereka saling berbisik sinis mempertimbangkan permintaan Akira.
"Hei! Aku ikut kelompok kalian ya! "
Akan tetapi, ketika salah seorang berseru menghampiri mereka untuk ikut bergabung, mereka lebih memilih orang itu dibanding Akira.
"Ya… Maaf ya Akira, untuk kali ini kau cari kelompok yang lain saja, ya. " Keempat orang itu tersenyum hambar menolak pemintaan Akira.
"Hah? tapi..." Kata-kata Akira terhenti saat melihat ekspresi sinis mereka yang seolah ingin mengartikan sesuatu.
"Baiklah… " Akira mencoba menerima perlakuan mereka meskipun hatinya sakit.
Bak ibarat air susu dibalas air tuba. Tentu hal itu menyakitkan. Bagaimana tidak, orang yang selama ini selalu membantu mereka tanpa pernah mengharapkan imbalan apapun selain yang mereka berikan hanya pujian tak berarti, kini menolak satu permintaan kecilnya ini.
Sungguh tidak adil...
~
Tidak hanya di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarganya pun dia sering mendapatkan perlakuan yang serupa. Bahkan bisa dibilang lebih buruk.
Sewaktu kecil, Akira dibuang di panti asuhan oleh orang tuanya dan berakhir tinggal di sana. Dirinya tinggal di sebuah panti asuhan bersama kakak dan adiknya. Perlakuan kakak dan adiknya tidak jauh berbeda dengan mereka-mereka yang berada di sekolah.
Kakak-kakaknya selalu mencemooh dirinya karena iri terhadap prestasi yang dia miliki yang menjadi alasan mengapa mereka jadi selalu dibanding-bandingkan karenanya. Tidak jarang mereka juga sering membullynya.
Sementara adiknya...
"Dik, kamu kenapa? " Akira yang saat itu berniat keluar rumah dengan membawa beberapa uang yang cukup besar di sakunya bertujuan ingin membeli sesuatu, mengurungkan niatnya begitu melihat kedua adiknya tengah menangis di pojokan.
"Mainanku… Mainanku dirusak sama kakak keempat, Kak..."
"Mainanku juga… "
Si Adik menangis cukup kencang sembari memperlihatkan mainan yang dimaksud. Akira yang naif merasa kasihan melihat keadaan mereka.
Dia tidak tahu saja jika sebenarnya hal itu hanyalah sebuah sandiwara belaka. Air mata yang mengalir di pipi kedua adiknya itu hanya sebatas kamuflase untuk menipu dirinya.
"Yasudah, kalau begitu biar Kakak beli yang baru, yah." Akira mengambil uang di sakunya, "Ini uangnya. Sudah jangan menangis lagi… " lalu memberi sebagian uangnya sambil mengelus kepala kedua adiknya itu sejenak sebelum kembali ke kamarya dengan membawa perasaan yang sedikit memberatkan.
Padahal uang itu adalah uang yang selama ini sudah dia kumpulkan mati-matian secara diam-diam agar tidak diketahui oleh kakaknya dan para pengurus panti demi membeli sebuah laptop untuk dirinya belajar. Sayangnya dia harus menunda keinginannya itu terlebih dulu karena dirinya yang naif lebih mementingkan keinginan adiknya dibanding dirinya sendiri.
"Hei-hei, sini..." Empat orang adiknya yang lain yang sejak tadi bersembunyi, keluar mengerubungi si adik yang tadi menerima uang dari Akira.
"Coba lihat…" Kedua adik itu memperlihatkan uang itu kepada yang lainnya membuat mereka berempat tercengang.
"Wah… "
"Uang dia ternyata lebih banyak dari yang semalam aku lihat... "
"Iyakah? "
"Iya benar, sesuai dugaanmu, dia selama ini menyembunyikan uang sebanyak ini dari kita..."
"Hahaha, kalau begini kita bisa puas dong hari ini… "
"Hahaha..."
Keenam adik tidak tahu diri itu tertawa jahat karena merasa berhasil menipu kakaknya yang naif.
Akira tidak benar-benar kembali ke kamarnya, dia bisa melihat dengan jelas perbuatan mereka dari balik tembok, tetapi bodohnya dia sama sekali tidak menegur mereka.
Sungguh, Akira tidak pernah menyangka jika mereka akan tega berbuat seperti itu, mengingat selama ini mereka selalu bersikap baik di depannya.
Sakit? Tentu. Siapa yang tidak sakit jika diperlakukan seperti itu? Terlebih oleh orang-orang terdekatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Ardianovich
di bab sebelumnya author udah bilang, hati-hati mc nya bikin greget ternyata ini toh.....
2023-07-02
0
Semau Gue
..oooO..............
...(....).....Oooo...
....\..(.......(...)....
.....\_).......)../.....
...............(_/......
2023-03-14
1
WhoAmI?
yah Jan nonjol dong
2021-09-20
0