Aditia memacu mobilnya dalam kecepatan 120 Km/Jam, angkot Aditia bisa saja jungkir balik jika sedikit saja kehilangan kendali. Tapi, mungkin karena dia sudah sangat mahir mengendarai angkotnya, sehingga dia mampu mengendalikan kendaran umum tersebut sampai di Kantor Polisi Jakarta Pusat dengan selamat.
Bersamaan dengan terparkirnya mobil Aditia, Pak Dirga juga sampai, mereka memarkir mobil bersebelahan dan berlari masuk ke dalam.
“Malam Komandan, apakah ada hal yang mendesak?” Rekan sejawat Pak Dirga kaget karena Pak Dirga datang tanpa pemberitahuan dan berlari masuk, tanpa menjawab Aditia dan Pak Dirga tetap lari ke dalam dimana Sel Alya Berada.
Ada seorang penjaga Polwan yang menjaga area sel Alya, dia terlihat sedang mengerjakan laporan, Pak Dirga menghampirinya, diikuti Aditia dan satu polisi penjaga yang tadi duduk di depan, karena kaget dia ikut berlari ke dalam.
“Mana tahanan wanita yang tadi menyerahkan diri karena tabrak lari?” Pak Dirga bertanya.
“Siap, ada di selnya Ndan.” Wanita itu berdiri tegak sembari menunjuk ke arah belakang, dimana sel Alya berada.
Mereka semua berlari ke dalam untuk mendekati sel.
“Loh, tadi masih ada di sini Komandan, ini kuncinya.” Polwan tersebut memperlihatkan kunci sel yang dia pegang.
Di sel kosong, tidak ada seorangpun, lalu ....
“Alya!!!” Aditia melihat keatas, dia menempel di tembok sel paling atas dengan punggungnya, wajah dia menghadap kami, kepalanya hampir menyentuh atap, tubuhnya tidak menggantung, melainkan seperti di seret keatas tembok melalui lehernya. Alya terus memegang lehernya, matanya perlahan melotot, khas ketika orang menggantung dirinya, telapak kaki Alya terlihat tertarik ke bawah, seperti seorang penari balet, di titik ini, sungguh waktu mereka sangat sempit untuk menyelamatkannya.
“Buka selnya!!!” Aditia menyerangai.
Semua sempat hening takjub dan bingung, bagaimana Alya bisa menempel di dinding seperti itu, Pak Dirga buru-buru mengambil kunci dari Polwan dan membuka pintu sel, dia masuk pertama kali, lalu Aditia.
Semua orang sama, hanya melihat Alya tergantung di dekat atap tanpa seutas talipun! termasuk Aditia, dia juga tidak bisa melihat siapa yang melakukan ini.
“Apa yang harus kita lakukan Dit?” Pak Dirga bertanya.
“Aku tidak bisa melihat apapun Pak, bagaimana bisa Alya tertangkap, seharusnya cincin yang dia pakai bisa membuatnya waspada.”
“Maaf, Apakah cincin ini yang kalian maksud.” Polwan mengulurkan cincin Alya.
“Benar!” Pak Dirga dan Aditia berteriak, Aditia merampas cincin itu, memakai di kelingkingnya dan ....
Ada makhluk yang menyeramkan, terlihat buas dan postur tubuhnya tinggi sekali, bahkan ketika Aditia mendongak kepalanya masih tidak terlihat karena saking tingginya, kakinya begitu panjang. Persis seperti mimpinya.
“Begu Ganjang! Lepaskan Alya!” Adit mengeluarkan keris mininya, menempelkan pada telapak tangan kanannya, lalu mempertemukan telapak tangan kanan dan kirinya, lalu dia membaca Jangjawokan (Puisi Magis = Mantra).
Ka Rama nu ngayuga
Ka Ramana nu ngayuga
Ka Ramana nu ngayuga
Kalawan kanu ngurus jeung ngaluis Si Alya
Parentah Kangjeng Gusti,
Nabi Adam pangyampurnakeun badan awaking,
Sir suci,
Sir adam,
Sir Muhammad,
Muhammad Jaka lalana,
Nu aya di saluhuring ala
NYINGKAH SIA IBLIS JAHANAM!!!
Saat kata-kata terakhir Aditia menempelkan keris mini pada dinding kantor polisi dengan tangan kanannya, setelah itu dinding mengeluarkan gelombang yang membuat semua orang terpelanting, termasuk Begu Ganjang, dia terpental hanya beberapa meter saja, tapi cukup untuk melepas Alya dari cekikannya, Alia jatuh dengan keras, Aditia tidak mampu menangkap, dari pelipis Alya, keluar darah karena Alya jatuh dalam keadaan tertelungkup.
Aditia mendekatinya dan menarik tubuh itu sehingga posisinya berubah menjadi telentang dalam pangkuannya,
“Al, Al.” Aditia mengguncang tubuh Alya.
“Panggil ambulans, cepat!” Pak Dirga memerintah bawahannya, semua bergegas memanggil ambulans, sementara pelipis Alya semakin banyak mengeluarkan darah.
Begu Ganjang telah pergi, dia tidak ada disini untuk menyakiti Alya Lagi, Adit terus memegangi tubuh Alya, sampai ambulans datang, membawa tubuhnya, Aditia ikut masuk ke dalam ambulans, dia terus memegang tangan orang yang sangat disayangi, Aditia berjanji dalam hatinya takkan pernah lagi tidak percaya Alya, seharusnya Aditia menggali lebih dalam sebelum menuduhnya pembunuh, bukankah Aditia orang yang sangat mengenal Alya dengan baik, lalu kenapa Aditia meragukannya, seharusnya Aditia berbicara lebih dalam ketimbang memaksa menuduh Alya tanpa melihat lebih jauh, Aditia bersumpah, jika Alya kenapa-kenapa maka ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
...
Mereka sudah sampai di rumah sakit, Alya langsung dibawa ke UGD, seorang Dokter langsung menanganinya, Aditia sudah memasang kembali cincin Alya dijari manisnya, berjaga-jaga kalau makhluk itu datang lagi.
Alya dan Pak Dirga menunggu di depan ruang UGD.
“Mana Alya.” Beberapa orang pria datang, yang paling depan berteriak mencarinya, dia berperawakan tinggi besar dan terlihat berwibawa, Aditia tidak mengenal pria ini.
“Alya sedang ditangani di UGD Pak, kita tidak diperbolehkan untuk melihat karena masih di tangani, itu di sana.” Aditia menunjuk ruang salah satu area yang ditutup tirai, karena ruang UGD bukan ruang tertutup siapa saja bisa masuk, cuma Alya sedang dalam penanganan makanya tirai area keranjangnya ditutup.
“Bapak siapa ya?” Aditia bertanya.
“Saya Ayahnya.” Lelaki itu berkata bahwa dia ayahnya, Aditia memicingkan mata.
Lelaki yang mengatakan bahwa dia adalah ayahnya Alya, berjalan melewati Aditia tanpa memperkenalkan diri.
“Sebentar Pak maaf, bisakah kita menunggu sampai Alya selesai di observasi?” Aditia menahan tubuh lelaki itu dengan menghalangi jalannya, karena sikap ini, 3 orang yang kemungkinan bodyguard ayahnya Alya karena tubuh mereka besar-besar, langsung menghampiri Aditia. Pak Dirga yang tadinya duduk langsung berdiri dan berjalan mendekati Aditia.
“Tidak, saya akan membawa anak saya ke Rumah Sakit yang lebih besar dari ini, ini hanya Rumah Sakit kecil, apa kau menjamin Alya ditangani dengan baik? Kau tidak tahu siapa saya?!” Lelaki itu menunjuk-nunjuk wajah Aditia.
“Alya tidak bisa pergi kemanapun Pak, karena Alya sudah menyerahkan diri, saat ini statusnya adalah sebagai tahanan polisi, kalau bapak membawanya sekarang, dia akan dianggap tahanan yang melarikan diri. Iya kan Pak Dirga?” Aditia menoleh ke belakang karena di sana Pak Dirga berada.
“I-iya, betul itu, Alya tahanan kami, tidak bisa dibawa pergi sekarang, begitu kurang lebih.” Pak Dirga gelagapan, kaget karena langsung ditembak suruh mendukung pernyataannya.
“Tahanan Polisi? Apa maksudmu?” Lelaki itu menggerakan tangannya, menyuruh 3 orang bodyguardnya untuk menjauh darinya.
“Alya menabrak lari seseorang sampai meninggal dunia, orangnya sudah dimakamkan.” Aditia berkata dengan serius, hingga ayahnya Alya seperti kaget.
“Tidak mungkin Alya bukan tipikal seorang pengecut, dia tidak akan lari setelah menabrak orang.” Ayahnya mengejek perkataan Aditia.
“Sudah ada dua saksi yang melihat kejadian itu, ditambah keterangan tersangka, yaitu dengan penyerahan dirinya Alya, maka sudah ada dua alat bukti yang polisi pegang, hanya diperlukan empat alat bukti lagi untuk bisa menyeret Alya ke pengadilan, statusnya itu sudah sangat berat, akan sulit bagi anda untuk bisa membebaskannya begitu saja dengan uang. Apakah anda yakin dengan membuat huru-hara membawa Alya pergi dari sini, media tidak dapat mengendusnya, Bapak Polisi ini bukan orang yang bisa anda suap dengan uang, dia akan langsung membuat nama anda tercoreng.” Aditia berkata dengan pelan, seperti berbisik karena wajahnya berada di samping telinga ayahnya Alya, Aditia seolah tidak mau omongannya didengar oleh Pak Dirga.
“Siapa kamu?” Ayahnya Alya bertanya.
“Saya adalah sahabat Alya, kami satu jurusan, saya akan membantu anda untuk mengeluarkan dia, saya sudah melarangnya menyerahkan diri, tapi dia menolak dan akhirnya pergi ke kantor polisi. Percayalah, saya berpihak pada anda.” Aditia berusaha meyakinkan ayahnya Alya.
“Aku akan meninggalkannya di sini bersamamu, tapi ingat, dia harus keluar dari penjara, apapun caranya! kalau tidak kau akan tau akibatnya.” Setelah mengatakan itu ayahnya Alya pergi, mungkin pulang, Aditia menghembuskan nafas dengan kasar, dia seperti lega karena ayahnya Alya tidak membawa pulang anaknya.
“Kita sama-sama tahu, bahwa Alya tidak bersalah, aku bisa saja membiarkan Ayahnya membawa pulang dia, tidak ada bukti tidak ada saksi, lalu kenapa kau menjebakku untuk ikut dalam pernyataan palsumu? Jelaskan padaku.” Pak Dirga menjewer kuping Aditia dan menariknya mendekati bangku tunggu di luar ruang UGD.
“Maaf Pak.” Aditia cengengesan, dia dan Pak Dirga memang seperti ayah dan anak, Pak Dirga adalah teman kepercayaan Pak Mulyana, ayahnya Aditia, setelah Pak Mulyana Wafat, Pak Dirga tidak pernah berhenti membimbing dan membantu Aditia.
“Aku melihat bayangan hitam pada seluruh bagian tubuh ayahnya Alya, di punggung, di kedua bahunya, kedua kakinya dan kedua matanya, bayangan hitam itu menempel erat pada tubuhnya, seolah bayangan itu merupakan bagian tubuhnya. Aku tidak akan membiarkan Alya pergi kemana pun sampai aku tahu alasan Begu Ganjang mengejarnya.” Raut wajah Aditia kembali menegang, dia mengingat kembali bagaimana Alya di seret keatas dan dicekik, tujuannya pastilah mencelakai, Begu Ganjang tidak akan berhenti sampai Alya mati.
“Aku akan selalu mendukungmu Nak. Tapi aku tidak punya dua orang saksi, tidak ada yang melihat kejadian itu, tidak ada CCTV, kenapa kau mengarang tentang itu?” Pak Dirga protes.
“Aku tidak bohong, lagian siapa yang bilang dua orang saksi, kau tidak fokus Pak, tadi aku hanya bilang begini ke ayahnya Alya, ‘sudah ada 2 saksi yang melihat kejadian itu’ jadi aku tidak pernah berkata bahwa saksi itu adalah orang atau manusia. Pada kenyataannya, Ruhku dan Jin Qorin Bude Pecel melihat kecelakaan itu, jadi aku tidak berbohong kan, ada 2 saksi yang melihat kejadian itu.” Aditia tersenyum dan Pak Dirga tertawa terbahak-bahak.
“Lalu, jika nanti kita ke Pengadilan, ruhmu dan Jin Qorin Bude Pecel bisa dipanggil sebagai saksi? Kalaupun bisa itu namanya pengadilan Ghaib.” Pak Dirga masih saja tertawa karena merasa lucu dan juga takjub betapa pintarnya Aditia meyakinkan seseorang dengan sedikit alat bantu yang dia pegang.
“Pak, makasih ya udah bantuin Adit, kalau bapak tadi nggak tepat waktu datang, mungkin kita akan telat menyelamatkannya.” Aditia berkata dengan tulus.
“Ayahmu bilang padaku untuk menjagamu, membantumu dan membimbingmu, sementara kau menjaga begitu banyak orang, apa yang kulakukan tidak sepadan dengan apa yang kau lakukan pada yang membutuhkan. Jadi, kapan kau akan mendaftar pada akademi kepolisian? Aku tidak sabar untuk mendidikmu menggantikan aku.”
“Pak, kan Bapak tau, Aditia tidak bisa menjadi yang Aditia inginkan, Aditia harus menjalankan amanah Ayah, angkot jemputan.” Aditia tersenyum dan menatap tirai yang menutup tubuh Alya, mereka masih memeriksanya.
[Tenang Al, Aditia nggak akan ninggalin Alya lagi.] Aditia berkata dalam hatinya.
__________________________________
Begu Ganjang, adalah makhluk urban legend dari tanah Sumatera utara, bentuknya serba panjang, kakinya panjang, badannya panjang, tangannya panjang, keseluruhan itu menjadikan tubuh makhluk tersebut sangat tinggi, sangat, sangat tinggi, ada yang bilang tinggi tubuhnya bisa mencapai 5 – 8 meter, tergantung seberapa tinggi ilmunya, kata orang-orang yang percaya bahwa Begu Ganjang ada, semakin panjang tubuhnya, maka semakin tinggi ilmunya.
Begu Ganjang adalah makhluk yang bersedia dipelihara. Tapi, sebagai pemiliknya, siapapun harus berani untuk menanggung konsekuensi dari memeliharanya.
Tumbal orang, itu yang menjadi pertukaran bagi kekayaan yang diberikan Begu Ganjang bagi siapapun yang berani memeliharanya.
Begu Ganjang tidaklah seperti pocong, genderuwo, kuntilanak, tuyul, jenglot atau urband legend lainnya, banyak pernyataan dari orang-orang yang keluarganya menjadi korban Begu Ganjang, bahwa makhluk itu mampu mencelakai manusia, dengan cara mencekik. Jadi kalau urband legend lain menakut-nakuti, maka Begu Ganjang, berbeda.
Alya sedang terbaring di UGD, tapi satu hal yang harus Alya syukuri, bahwa dia tidak sendiri lagi.
_____________________________________
Catatan Penulis :
- Mau ingetin ya\, kalau AJP hanya akan di upload setiap KAMIS TITIK.
- Please ini adalah FIKSI\, jadi kalau kalian ketemu setan terus baca mantra diatas\, FIX KALIAN MUSRIK! Jangan lupa bahwa Islam atau agama lain mengajarkan kita umatnya untuk mengusir setan dengan cara yang sudah diajarkan oleh agama. bukan dengan mantra diatas karena mantra diatas hanya sekedar karangan Author yang tidak memiliki makna ataupun kekuatan tertentu. Jadi\, kalau ketemu setan gunakanlah cara-cara sesuai ketentuan agama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 568 Episodes
Comments
Enok Wahyu.S GM Surabaya
paling ayahe Alya pakai pesugihan ya...
2024-01-21
0
rony
aku juga ga baca mantranya.aneh mantra cap author wkwkwj
2023-11-08
0
maya ummu ihsan
aku gak baca mantranya soalnya gak ngerti artinya
2023-08-15
0