Sebelum baca like dulu aja ya, biar aku makin semangat up nya.
______________________________________________
Diantara seluruh hari dimana Aditia mampu lalui walau harus terseok karena kelelahan fisik dan mental, hari ini adalah hari terberat dalam hidupnya.
“Bagaimana ini, keluarganya nggak ada yang bisa dihubungi, padahal sudah tergeletak dari jam lima subuh tadi.” Seseorang bergumam sembari menatap mayatnya.
“Saya akan bantu urus, kebetulan saya kenal dia.” Aditia menghubungi ambulans untuk membantu membawa wanita ini ke rumah sakit. Dia menyeka air mata, karena saat ini yang paling penting adalah menguburkannya.
Saat ambulans datang dia membantu menggotong mayat wanita ini, darah bercucuran ke tangannya, karena dia memegang bagian punggung, kami akan bersihkan seluruh tubuhnya di rumah sakit saja, karena mayatnya tidak utuh, butuh penanganan khusus.
“Mas saya ikut dari belakang ya, saya bawa angkot itu.” Adit menunjuk angkotnya yang ada di depan ambulans.
Perawat lelaki mengangguk dan menutup pintu ambulans.
Sebelum berangkat dengan angkotnya Aditia menelpon seseorang. [Al, maaf gue nggak bisa jemput ya, ada musibah, bisa pulang sendiri nggak ya?] Aditia menelpon Alya.
[Dimana lu? Musibah apa?] Alya bertanya dari kejauhan, padahal tempat Alya di jemput tidak terlalu jauh, karena di jalanan ini terdapat tiga perempatan dan ini perempatan pertama.
[Al, udah dulu ya, gue takut ketinggal jauh nih ama ambulans, nanti kalau udah sampe rumah kasih tau gue ya, sorry Al.] Aditia menutup teleponnya dan mengejar ambulans dengan angkotnya.
Tidak lama mereka sampai rumah sakit, Aditia turun dari angkot dan mengejar mayat wanita yang berjualan pecel sejak Aditia masih SD, wanita yang berjuang menghidupi anak-anaknya, kalau nggak salah anak-anak bude ini sudah sukses, bude pecel berjualan hanya untuk mengisi waktu luang, karena belum punya cucu, anak-anaknya belum ada yang menikah.
Tapi Aditia tidak tahu siapa keluarganya, tidak tahu nomor teleponnya, makanya dia menelpon ibunya untuk datang membantu Aditia mengurus mayat bude pecel.
“Adit.” Ibunya sudah datang bersama Dita, Aditia sudah sampai rumah sakit sekitar 1 jam lalu.
“Bu, Bude lagi dimandiin, Adit nggak tahu harus hubungi siapa.” Aditia berkata dengan bergetar, dia hampir menangis lagi.
Ibunya langsung memeluk anaknya, “Bukan Adit yang salah, sudah takdir Nak, sudah takdir.” Ibunya tahu kalau anaknya sangat merasa bersalah.
“Bude minta jemput Bu, tapi Adit cuekin, kalau aja Adit denger, pasti Bude .... “ Dita Ikut memeluk kakaknya.
“Lu nggak salah Ka, Ibu kan udah bilang ini takdir, sekarang kita fokus buat bantu pemakaman bude.” Dita ikut menenangkan kakaknya.
Ibunya Adit menelpon Pak RW rumah mereka, mungkin dia tahu nomor telepon Pak RW tempat tinggal bude pecel, sehingga keluarganya bisa dilacak.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya Ibunya Aditia bisa menghubungi keluarga bude pecel, itu karena ibunya Aditia cukup aktif di kegiatan RT RW dan juga menyebar informasi melalui pesan singkat, saat ini mereka sedang menunggu keluarga bude pecel datang, sementara jasad bude sedang dibersihkan.
Petugas rumah sakit mengatakan pada Aditia tidak bisa menjahit bagian kepala yang memang sudah rusak, selain kepala tubuhnya utuh dan memar, jadi bagian kepala hanya ditutup seadanya, hingga tidak ada lagi darah keluar dari sana.
Pihak rumah sakit di daerah ini memang baik, tidak ada jaminan biaya yang diminta, walau memang korban kecelakaan tidak akan dimintakan uang diawal pada saat dimasukkan ke rumah sakit, tapi sebenarnya ada saja rumah sakit yang nakal, tapi rumah sakit ini sangat kooperatif membantu.
Sekitar satu jam kemudian keluarga bude pecel satu persatu datang. Yang pertama datang adalah anak bungsunya, namanya Tanto, umurnya sekitar 25 tahun, dia belum menikah seperti anak yang lain.
“Saya anaknya yang bungsu, kakak-kakak saya akan datang sebentar lagi, karena tempat kerja mereka cukup jauh, selama ini Ibu tinggal bersamaku saja.” Tanto menyalami Aditia, Ibunya dan Dita.
“Iya Bang, saya Aditia supir angkot, bude suka numpang diangkot saya.” Aditia berkata.
“Jasad ibu gimana?” Tanto bertanya.
“Sedang dimandikan dan dikafani, mohon maaf untuk mempersingkat waktu saya meminta rumah sakit untuk mengurus jasadnya.” Ibunya Aditia menjawab.
“Terima kasih Bu, kalau tidak ada kalian, saya tidak tahu gimana nasib ibu saya, sebenarnya sudah beberapa hari ini perasaan saya nggak enak, ibu sering termenung, diam dan menatap kosong, dia juga jadi sangat pikun, makanya aku melarang Ibu pergi jualan pecel, tapi ibu memaksa, katanya kasian langganannya, dia sangat suka anak kecil, kami sudah memenuhi semua kebutuhannya, tapi ibu tetap kekeh mau jualan. Padahal kemarin aku berhasil membujuknya untuk tidak jualan, tapi seharian itu Ibu mengeluh, katanya tidak enak hanya di rumah saja, kangen anak-anak SD itu.”
“Apa bang? Bude nggak jualan kemarin?” Aditia bertanya untuk memastikan, Ibu dan Dita langsung mendekati Aditia, mungkin takut.
“Iya, saya melarang ibu karena melihat ibu pucat sekali, takut ibu kenapa-kenapa di jalan, makanya saya larang, bahkan saya ijin kerja supaya memastikan ibu nggak dagang. Naas hari ini saya melihat ibu sangat segar, sehingga saya membiarkan dia jualan, andai saja saya tahu kalau jadinya akan seperti ini, saya akan memaksa ibu tidak jualan lagi seperti kemarin.” Ada nada penyesalan dari perkataan Tanto.
Lalu Aditia berpikir keras, kalau bude pecel tidak jualan, lalu siapa yang menemuinya kemarin saat malam hari dan meminta dijemput jam 5 pagi tadi?
Kalau jin tidak mungkin, Aditia tahu cara membedakannya, ini terlalu mirip, suara dan gerak-geriknya, kalau arwah tersesat lebih tidak mungkin karena bude pecel baru meninggal sekarang, artinya dia masih hidup kemarin.
Satu-satunya yang mungkin adalah ...
“Bu Adit ke toilet ya.” Aditia permisi, sebenarnya dia mau pergi ke mobil angkotnya, ada yang harus dia periksa.
Sedikit berlari, dia mengambil buku catatan dari dashboard angkotnya, lalu membuka halaman demi halaman, tak lama dia berhenti pada satu catatan, catatan yang sangat mungkin mendekati kisah yang bude pecel dan Aditia alami saat ini.
Jin Qorin, Aditia membaca baris demi baris yang ayahnya tulis dengan judul Qorin.
Qorin adalah jin yang mengikutimu dari lahir untuk menjagamu, wujudnya sangat mirip denganmu, jin itu memang tahu dirimu dengan baik, tau sikap dan sifatmu, tahu keseharianmu dan kebiasaanmu karena dia mengikutimu sejak lahir. Dia sering menyerupaimu dan menemui orang-orang yang dirasa perlu ditinggalkan pesan, mungkin untuk membantu atau untuk menyampaikan sesuatu yang dia tidak bisa sampaikan sendiri, atau bahkan tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi.
Begitulah tulisan yang Pak Mulyana tulis di buku catatannya, itu alasannya kenapa Aditia tidak tahu jenis apa bude pecel yang menemuinya malam kemarin sekitar jam 11 malam. Ternyata itu adalah Qorinnya bude pecel, mungkin bermaksud meminta tolong atau entahlah, Aditia memang belum pernah bertemu jenis ini, karena sungguh berbeda, saking miripnya dengan manusia, tapi memiliki hawa yang berbeda.
Setelah merasa sudah dapat penjelasan Aditia mau kembali ke dalam, tapi ada pesan singakt dari Pak Dirga dia mengirimkan kabar bahwa Nona Gita berulah lagi, Nona Gita yang ayahnya tidak mampu jemput, padahal sudah lima kali Pak Mulyana berusaha menjemput Nona Gita.
Aditia lupa bahwa jadwalnya hari ini dia harus ke sana, menjemput Nona Gita, berdasarkan catatan Pak Mulyana, Nona Gita adalah istri seorang pengusaha kapal laut yang juga seorang kapten, Nona Gita meninggal karena tidak mau makan dan minum setelah mengetahui suaminya menjadi korban dari karamnya kapal milik suaminya itu di tengah laut.
Entah apa yang menjadi alasan Nona Gita enggan ikut ayahnya, Aditia harus membujuknya, karena katanya Pak Dirga, Nona Gita mulai mengganggu lagi di sekitaran rumah itu, ada yang melihat wujudnya dan meresahkan warga, Aditia harus segera menjemputnya.
Aditia masuk lagi ke dalam rumah sakit untuk menemui Ibu dan Tanto anak bude pecel, dia mengatakan bahwa ada hal yang sangat mendesak yang harus dia lakukan, mengingat rumah Nona Gita itu di luar kota, jadi dia harus pergi sekarang, kalau tidak, bisa kemalaman sampai di sana, di Bogor tepatnya, rumah yang berdiri di atas tanah seluas 1 hektar.
Setelah dapat ijin dari ibunya dia bergegas pergi, mengendarai angkotnya dengan kecepatan sedang untuk menjemput Nona Gita.
...
Sudah jam dua malam, lagi-lagi Aditia harus membuat alasan, urusan dengan Mbak Nona yang salah dikenali ayahnya sebagai Nona Gita di awal dan membuat Aditia salah sangka juga, ternyata cukup menyita waktu. Syukurlah Mbak Nona sudah mau dijemput dan diajak pulang.
Dita sudah menelponnya puluhan kali, Aditia sudah arah pulang dan sedikit ngantuk, dia berusaha tetap membuka matanya. Tapi di pertigaan jalan raya, dia terpaksa harus banting setir, ada seorang ibu yang menyebrang entah kenapa Aditia merasa tidak melihat ibu itu sebelumnya.
Aditia berusaha menyadarkan dirinya, dia membuka seatbelt dan bermaksud keluar melihat kondisi orang yang dia tabrak, tapi dia urungkan karena ....
“Kasep ... hayang milu nyak .... “ (ganteng mau ikut ya) Suara yang nyaring di telinga membuat Aditia menutup kupingnya dan pingsan.
Aditia bangun, dia masih di angkotnya, tidak tahu berapa lama pingsan, dia melihat ke arah kanan kirinya dan kaget.
“Aku lepas raga!” Aditia melihat tubuhnya sendiri sedang tidur tergeletak di samping angkotnya, sementara ruhnya keluar, ada bude pecel di hadapannya dengan kepala yang hancur, dia mengulurkan tangan pada Aditia, pemuda tampan itu meraih tangannya, dia takut tapi dia merasa perlu ikut, entah apa yang akan ditunjukan bude pecel, Aditia tidak ingin lagi mengabaikannya seperti kemarin.
Lalu setelah tangan Aditia menyentuh tangan bude pecel, tubuh mereka tersentak, Aditia linglung karena dalam hitungan detik, dia dan Khodam bude pecel sudah ada di perempatan jalan, tempat di mana bude pecel ditabrak lari.
Aku mendengar suara adzan, berarti ini sekitar jam setengah lima subuh, kami berdiri di pinggir jalan, menunggu seseorang. Tak lama, bude pecel datang, dia masih dengan pakaian yang dikenakan saat Aditia menggendongnya ke ambulans, membawa keranjang pecelnya dengan tergopoh-gopoh, tubuh rentanya sebenarnya sudah tidak kuat, tapi semangatnya masih membara.
Kulihat bude pecel berdiri di pinggir jalan, menunggu angkot, berarti sekarang mungkin sekitar jam lima kurang, bude pecel memang tidak berdiri di atas trotoar, karena dia menaruh keranjang pecelnya di atas trotoar, sembari melihat kearah kanan, dimana angkot yang dia tunggu seharusnya datang dari arah kanan.
Dia menunggu terus, sampai pada satu waktu, Aditia melihat dari kejauhan ada sebuah mobil berpacu dengan kecepatan tinggi, sedan berwarna abu-abu, jalannya oleng, tapi dengan kecepatan tinggi, ini perempatan, dia datang dari arah depan bude pacel, sementara bude sedang melihat kearah kanan, mungkin karena pendengarannya sudah menurun, makanya dia tidak mendengar deru mobil, dan ....
Brak!!! Krek, krek, Brummmm, Whuzzzzzz
Mobil kabur dengan kecepatan tinggi, Aditia kaget karena adegan itu dia lihat di depan matanya, dalam hitungan detik, mobil itu menabrak bude pecel, menggencetnya, lalu mundur dan kabur.
Saat mobil itu melewati Aditia, dia melihat plat nomornya, B 41 YA.
“Alya!!!’” Aditia berteriak karena tau dengan jelas itu adalah plat nomor mobil Alya.
Aditia terduduk lesu, di samping mayat bude pecel, Aditia tahu dengan jelas kenapa bagian kepala bude pecel hancur sebagian, itu karena mobil Alya menabraknya dua kali, baru akhirnya mobil itu mundur dan kabur.
“Kau tahu, pilihan itu selalu ada dua, seandainya kau datang menjemput sesuai permintaanku maka pada jam ini aku sudah tidak ada dipinggir jalan di dekat trotoar, karena sudah naik angkotmu. Tapi sebagai gantinya mobil wanita itu akan menabrak trotoar dengan kecepatan tinggi dan kepala yang ada di dalam mobil itulah yang akan hancur. Mungkin Tuhan baik padamu makanya hatimu di arahkan untuk tidak menjemputku dan akhirnya tubuhku lah yang tertabrak sehingga mobil dan wanita di dalamnya selamat. Sekarang, mana yang akan kau pilih? Diam walau sudah tahu siapa si penabrak lari itu, atau bicara pada polisi, itu semua ada di tanganmu, semoga kali ini kau bisa memilih dengan bijaksana.”
Lalu Jin Qorin dari bude pecel itu menghilang, sementara Aditia terbangun dari tempat semula dia pingsan, di samping angkotnya di pinggir jalan, dia terbangun dalam keadaan marah dan kecewa.
“Alya, kenapa harus kamu Al.” Aditia masuk ke dalam angkot dan meneruskan jalan ke arah rumahnya walau badannya lemas tak bertenaga dia harus pulang, ini sudah dini hari Ibu dan Dita pasti cemas, karena ada telepon tak terangkat beberapa kali dari Dita.
Dalam perjalanan pulang Aditia tidak bisa menyembunyikan raut bingungnya, kalau dia lapor polisi maka paling tidak Alya akan dihukum setidaknya tiga sampai lima tahun. Kuliahnya, karir atlitny dan masa depannya akan hancur, fatalnya Aditialah yang harus mengantar neraka ke dalam kehidupan Alya.
Dipertengahan jalan, tiba-tiba Aditia teringat sesuatu, “CCTV!!!” Aditia berteriak, lalu memutar balik mobilnya, waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi, tapi sepertinya ada hal yang harus dia lakukan, dia jalan menuju tempat kecelakaan bude pecel kemarin pagi, dia akan memastikan apakah ada CCTV di sana yang merekam kejadian kecelakaan itu.
Aditia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia harus berpacu dengan polisi yang pasti sudah mulai memeriksa kecelakaan kemarin.
______________________________
Catatan Penulis :
Cinta terkadang segitu butanya, yang salah menjadi benar dan sebaliknya, apakah Kasep juga akan buta oleh cinta? Atau menyerahkan sang pemilik hatinya pada yang berwajib?
Kalau kalian jadi Kasep, kalian akan melakukan apa? Melaporkan atau pura-pura tidak tahu?
Jawab di bawah ya, aku mau tau pendapat kalian.
Yang belum tau aku kasih tau ya, aku menulis KARUHUN, tapi hanya di MANGATOON/NOVELTOON, kisahnya tentang seorang wanita yang memiliki keberkahan dalam memimpin para KARUHUN.
Yang belum follow akunku, sok atuh difollow biar kalau aku update kalian dapat notif.
Terima kasih sekali lagi,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 568 Episodes
Comments
eka wati
oh ternyata bude yg meninggal. kukira Alya😬
2024-04-22
0
rony
jujur aku bingung .istikharoh dulu x ya
2023-11-08
1
Maisyaroh
kalo aku Thor gk peduli siapapun dia kalo udh jelas,n punya bukti dia brsalh apapun resiko yng akn datang padaku aku akn ttp mengungkapkannya n melaporkannya krna bagiku yng salah ttp salh n yng bnr ttp bnr
2023-08-21
1