Keesokan harinya, Kayla dan gengnya berjalan santai di sebuah mall besar di pusat kota.
Tawa mereka bergema di antara lorong-lorong toko. Kantong belanja sudah menumpuk di tangan mereka, dan setelah puas belanja serta menonton film, mereka naik ke rooftop café yang dihiasi lampu gantung cantik.
Sore itu angin sepoi-sepoi menemani mereka.
“Kay, kuliah dimana?” tanya Anya, sambil menyeruput es kopi susunya.
Kayla menghembuskan asap rokok ke udara, duduk dengan santai. “Ngga tau gue. Males belajar.”
“Yee, tapi bokap lo nyuruh lo belajar, kan?” ucap Laras, mengernyit sambil memainkan sedotan plastik.
“Iya sih. Dia suruh gue jadi dokter. Kalau ngga, ya kuliah hukum. Akh, males gue. Pengen kerja aja,” balas Kayla dengan nada santai, wajahnya seolah tak peduli.
Salsa yang duduk di samping Kayla menepuk meja. “Cape kerja kali, apalagi cuma lulusan SMA.”
Kayla mendengus sambil mengangkat bahu. “Iya juga sih. Paling ke pabrik kalo lulusan SMA.”
Salsa tersenyum manis. “Semangat dong, Kay. Ikut gue aja kuliah perhotelan, biar ngga terlalu pusing.”
Kayla tersenyum kecil, menatap jauh ke pemandangan kota yang berkilauan. “Iya, gimana nanti aja. Masih lama, kan.”
Laras tiba-tiba nyengir. “Lo kemarin kenapa sama si Axel?” tanyanya sambil terkekeh, jelas penasaran.
Kayla langsung tertawa keras, menyandarkan tubuh ke kursi.
“Sialan tuh orang. Emang gila. Masa dia nyenggol motor gue. Gue tendang aja motor dia sampe terguling.”
Anya sampai menepuk dahinya sambil ngakak. “Gila lo ya! Parah! Orang-orang pada takut sama si Axel, lo malah ngajak berantem mulu. Heran gue.”
“Nyebelin anying. Masa ngomong gini: siapa suruh naro motor di sini. Padahal semua udah tau kalo motor gue ngga boleh ada yang deketan parkirnya. Lah, emang dia siapa? Bukan anak pemilik sekolah ini juga,” ucap Kayla penuh kesal.
Salsa mendekat, berbisik dramatis. “Parah emang tuh bocah. Kabarnya kemarin dia ketangkep balapan liar.”
“Anjir, sumpah?!” Laras terkejut, matanya membulat.
“Mampus, sukurin!” Kayla tertawa puas, wajahnya penuh kemenangan.
Salsa menatap Kayla dengan ekspresi serius. “Lah, yang nangkep bokap lo. Lolos lagi pasti. Secara bokap lo kan sama bokapnya bestie.”
Kayla menghentikan tawanya, wajahnya berubah masam. “Ekh, iya ya… Anjir lah. Gimana cara supaya dia itu kena batunya. Sumpah, gue eneuk liat dia.”
“Iya, berandalan banget. Meresahkan,” ucap Anya sambil mengaduk minumannya.
Hari Minggu pagi, Kayla mengenakan pakaian olahraga dan berlari kecil di area lapangan bersama Revan.
Matahari baru naik, udara masih segar.
“Si Romi mana, ngga ikut?” tanya Kayla sambil mengatur napas.
“Belum bangun dia,” jawab Revan, ngos-ngosan tapi tetap menjaga ritme larinya.
“Jajan yuk. Udah berapa keliling. Cape, anjir,” Kayla mengeluh sambil menepuk perutnya.
“Ya ayok, bebas gue mah,” ucap Revan sambil nyengir.
Mereka pun duduk di rerumputan hijau, membeli cilok hangat dari pedagang yang lewat. Asap kuahnya mengepul di udara pagi.
“Van, si Salsa nanyain lo,” kata Kayla sambil mengunyah cilok.
Revan mengernyit. “Lah, dia rumahnya deket. Masa nanyain gue?”
Kayla menepuk bahunya dengan jahil. “Naksir lo, Van. Gebet aja. Cakep tuh.”
Revan langsung terdiam, matanya menerawang kosong.
“Kenapa lo, Van?” tanya Kayla heran.
Revan menghela napas panjang. “Gue ngga akan pacaran dulu, Kay. Mau fokus sekolah dulu. Takut gue kalo pacaran.”
Kayla menaikkan alisnya. “Lah, takut kenapa?”
Revan tersenyum kecil, wajahnya tulus. “Takut kalo gue ngga bisa jajanin pacar gue. Gue aja jajan ditraktir lo mulu. Ntar kalo gue udah kerja, baru deh gue bisa pacaran.”
Kayla hanya mendengus, lalu tersenyum tipis. “Ouh gitu ya. Hmm, ya udah. Nanti gue bilangin.”
Revan kaget, matanya membesar. “Ekh, jangan! Malu, anjir!”
Kayla ngakak sambil menepuk lututnya. “Haha, iya iya deh, Van. Panik amat lo.”
Senin siang, suasana sekolah heboh. Axel tidak masuk, kabarnya ia marah besar karena motor sportnya masih disita ayahnya.
Kayla sedang istirahat bersama gengnya ketika tiba-tiba byur! segelas jus jeruk disiramkan ke tubuhnya.
“Anjing! Apa-apaan ini?!” teriak Kayla berdiri, wajahnya penuh emosi.
Seorang cewek, Maira, berdiri di hadapannya dengan wajah merah padam. “Lo sering chatan, kan, sama Putra?!”
Kayla menyeka bajunya yang basah, menatap Maira dengan tatapan dingin. “Lah, emang kenapa? Salah?”
“Salah, anjing! Dia pacar gue! Dasar lonte!” bentak Maira penuh emosi.
Kayla langsung maju, matanya berkilat. “Lo bilang apa?!”
“Lonte!” ucap Maira lagi dengan nada penuh tekanan.
Kayla hilang kesabaran. Tangannya langsung menjambak rambut Maira kasar. “Jaga bacot lo, anjing!” teriaknya sambil menepuk mulut Maira keras-keras.
“Kay, udah Kay! Jangan gelut lagi!” Anya mencoba memisahkan mereka.
“Alah, kasih pelajaran aja biar tau rasa,” ucap Laras santai, malah mendukung.
Maira melawan. Ia memukul Kayla keras di bahu. Kayla membalas dengan tinju telak ke wajahnya.
Baku hantam pun pecah. Suasana kantin gaduh, siswa-siswa berkerumun, bersorak dan menjerit.
Putra datang berlari, kaget melihat kekacauan. “Ini kenapa?!” tanyanya panik.
Kayla yang wajahnya babak belur menunjuk ke arah Maira. “Cewek lo tuh, anjing! Tiba-tiba nyiram gue pake jus!”
Maira menangis sambil berteriak. “Lo gatel, brengsek! Ganggu pacar orang!”
Kayla terengah-engah, tapi masih bisa membalas. “Lah, yang duluan chat siapa? Baca dulu pesan, tai lo!”
Putra menoleh ke Maira dengan wajah kecewa. “Udah-udah! Gue yang chat dia. Kenapa, May?”
Maira terkejut, air matanya semakin deras. “Lo kenapa sih, Put? Gue masih pacar lo, loh!”
Putra menggeleng, suaranya dingin. “Kita udah putus, May. Jadi lupain gue.” Ia meraih tangan Kayla, membantu gadis itu berdiri.
“Mampus lo!” ucap Kayla sinis, menatap tajam ke arah Maira.
Putra membawa Kayla ke UKS.
Dengan hati-hati, ia membersihkan luka di wajah Kayla, ekspresinya penuh perhatian.
Tak lama, Anya muncul di pintu. “Kay, dipanggil BK,” ucapnya sambil tersenyum kaku.
Kayla menghela napas panjang, wajahnya penuh kekesalan.
“Udah, gue bantu,” kata Putra, meraih tangan Kayla, menemaninya berjalan ke ruang BK.
Di sana Kayla menjelaskan semua kejadian. Tapi tetap saja, pihak sekolah memanggil orang tuanya.
Saat keluar, Kayla menendang kerikil dengan kesal. “Akh, brengsek.”
“Sorry ya…” Putra menunduk, merasa bersalah.
“Ngga tau, akh. Gue lagi bete,” balas Kayla ketus, lalu masuk ke kelasnya dengan langkah berat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Shin Himawari
asliiik, enakeun bgt bacanya berasa ikut nongkrong bareng Kayla and the gank🤣🤣
2025-10-18
1
@dadan_kusuma89
Bahagia banget ya hidup kalian Kayla and the gank😁. Nanti saat kalian beranjak lebih dewasa semua ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Tentunya ada hal-hal yang nantinya juga akan membuat kalian menertawakan diri sendiri😁. Coba aja sih, buktikan!
2025-10-15
1
👑Chaotic Devil Queen👑
Sumpah! Gw lebih heran kenapa dia gak ada semangat belajar. Padahal belajar lebih asik loh dari pada berantem, bisa dapat ranking 🗿
Sebenernya berantem juga gpp. Tapi berantemnya seni bela diri resmi biar dapat medali loh 😭👊
2025-10-15
0