Transmigrasi Dan Ruang Ajaib

Suara tangisan pelan menyayat hati terdengar samar seperti seseorang yang sedang kehilangan harapan.

Kelopak mata Mei Lan perlahan terbuka. Pandangannya buram, lalu mulai jelas. Langit-langit kayu tua, lampu minyak redup, dan suara jangkrik malam semuanya terasa asing.

Ia mengerjap bingung. “Di ... mana ini?” gumamnya pelan.

Ruangan itu sederhana. Dinding dari kayu, atap bocor sedikit di sudut ruangan, tikar jerami di bawah tubuhnya, dan aroma obat herbal menyengat hidung. Suara seseorang tiba-tiba memanggilnya.

“Mei’er!”

Seorang wanita paruh baya dengan rambut setengah beruban dan pakaian lusuh menumpahkan air lalu berlari kecil ke arahnya. Wanita itu langsung memeluknya erat, tubuhnya bergetar menahan tangis.

“Syukurlah … syukurlah kamu bangun, Mei’er Ibu sangat takut kehilanganmu.” Suaranya serak, penuh air mata.

Mei Lan membeku di tempat. Ibu? Siapa wanita ini? Pikirnya.

Tangannya terangkat kaku, tidak tahu harus membalas pelukan itu atau tidak. “M–maaf, Nyonya ....” ucapnya pelan dan bingung, “Anda siapa?”

Wanita itu tersentak. Pelukannya terlepas perlahan. Wajahnya yang penuh keriput menegang, matanya membulat tak percaya. “Kamu … kamu tidak mengenali Ibu?”

Mei Lan mengernyit, hatinya berdetak cepat. Ibu? Perasaan wanita ini bukan ibunya?

Tiba-tiba, rasa sakit menusuk kepalanya. “Ahh!” Ia memegangi pelipis, tubuhnya bergetar. Potongan-potongan ingatan asing membanjiri pikirannya.

Seorang gadis berusia 15 tahun bernama Qing Mei, gadis iti tinggal bersama ibu dan kedua kakaknya. Mereka sering dihina dan dikucilkan oleh orang-orang karena miskin. Dan Mei Lan berakhir meninggal karena jatuh saat mencari kayu bakar di hutan.

Aku bertransmigrasi? batinnya membelalak.

Wanita paruh baya di depannya menatapnya dengan mata memerah. “Nak, kamu Qing Mei, anak Ibu. Apa Mei'er benar-benar lupa pada Ibu?”

“Qing … Mei?” bibir Mei Lan bergumam pelan, nama itu keluar begitu saja.

Tangisan wanita itu pecah. Ia meraih tangan Mei Lan dan menekannya ke pipinya. “Maafkan Ibu … maafkan Ibu, Nak. Ibu tidak punya koin untuk memanggil tabib. Ibu kira … Ibu kira Ibu akan kehilanganmu selamanya.”

Mei Lan terdiam, dadanya terasa sesak. Dalam hidup sebelumnya, ibunya bahkan tak pernah menggenggam tangannya apalagi menangisinya seperti ini. Bahkan terakhir ibunya justru mengusir dan mengutuknya anak pembawa sial.

Langkah kaki terburu-buru terdengar dari luar. Dua pemuda masuk tergesa-gesa pakaian mereka tambal-sulam, wajahnya penuh peluh dan debu jalanan.

“Adik!”

Mereka berlutut di sisi tempat tidur, wajah mereka panik. Pemuda tinggi kurus itu menggenggam tangan Mei Lan. “Syukurlah kau bangun, Kakak pikir ....” Suaranya tercekat.

“Kami benar-benar minta maaf, Mei’er.” Pemuda satunya, lebih besar dan tegap, menunduk dalam-dalam. “Kalau saja kami punya koin untuk beli obat, kau tidak akan begini.”

“Jangan bilang begitu,” sahut Qing Rong sambil menyeka air matanya. “Yang penting Mei’er selamat.”

Mei Lan memandangi mereka bertiga, wanita yang dipanggil Ibu dan dua pria yang memanggilnya adik. Mereka miskin, itu jelas. Tapi dari mata mereka terpancar ketulusan dan kasih sayang yang belum pernah ia rasakan seumur hidup.

Perlahan, air mata menetes di sudut mata Mei Lan.

Qing Rong panik. “Nak, kenapa menangis? Apa kau masih sakit?”

Mei Lan menggeleng kecil. Ia tersenyum untuk pertama kalinya sejak lama, senyum lembut yang membuat ibunya tertegun. “Bukan … aku hanya .…” suaranya bergetar, “senang.”

“Senang?” Qing Wei, sang kakak tertua mengernyit bingung.

Mei Lan mengusap air matanya. “Iya … senang kalian ada di sini.”

Qing Dao, kakak kedua menepuk bahu adiknya dengan hati-hati. “Bodoh. Tentu saja kami di sini. Kita kan keluarga.”

Kata keluarga itu terasa hangat, menembus dinding hati Mei Lan yang selama ini beku.

Ia menatap mereka satu per satu. Kalau ini kesempatan kedua bolehkah aku mempertahankannya? Batinnya.

Qing Rong memeluknya lagi, erat. “Mulai sekarang, semuanya akan baik-baik saja, Mei’er. Ibu janji.”

Mei Lan membalas pelukan itu dengan pelan. Bibirnya bergetar, tapi hatinya terasa hangat untuk pertama kalinya dalam hidupnya.

“Terima kasih, Ibu,” bisiknya lirih.

“Baiklah, Mei’er, kau baru saja sadar. Sekarang istirahat dulu, ya,” ujar Qing Rong lembut sambil membetulkan selimut di tubuh putrinya.

“Iya, Ibu,” jawab Qing Mei pelan, tersenyum kecil.

“Kami akan siapkan makan malam,” sahut Qing Wei, sang kakak tertua. “Nanti Kakak panggil kalau sudah siap.”

“Adik, istirahatlah. Jangan banyak bergerak dulu,” tambah Qing Dao, sang kakak kedua, sebelum mereka keluar dari kamar.

Pintu kayu tertutup perlahan, meninggalkan kesunyian yang hanya diiringi suara jangkrik dari luar.

Qing Mei menarik napas panjang, menatap langit-langit bambu di atasnya. Semuanya terasa seperti mimpi tapi rasa hangat di dada dan aroma kayu tua membuatnya sadar ini nyata.

“Zaman kuno,” bisiknya pelan. “Aku benar-benar hidup di tubuh orang lain.”

Ia mengangkat tangannya. Di sana, gelang perak peninggalan kakeknya masih melingkar lembut di pergelangan. Entah bagaimana benda itu ikut bersamanya ke dunia ini.

Tiba-tiba cahaya lembut berwarna perak memancar dari gelang itu, berdenyut pelan seperti detak jantung.

Mata Qing Mei membulat. “Apa-apaan ini?”

Cahaya itu makin terang hingga seluruh ruangan tertelan oleh sinarnya. Lalu, seolah ada kekuatan tak terlihat menarik tubuhnya kuat-kuat.

“Aaaaaaa!”

Ia menjerit pelan, tapi suaranya tenggelam dalam pusaran cahaya.

Seketika semuanya gelap. Ketika ia membuka mata, dunia di sekitarnya sudah berbeda.

Qing Mei erdiri di tengah ruangan luas tanpa dinding, langitnya berwarna lembayung, dan udara terasa hangat. Di depan sana terbentang perkebunan hijau, pohon-pohon kecil dengan buah berkilau, serta kolam air jernih yang memantulkan cahaya seperti kristal.

Qing Mei tertegun. “Di mana aku?”

Tiba-tiba suara lembut bergema dari udara.

“Selamat datang, Tuan, di ruang ajaib ini.”

Suara itu dalam dan tenang, namun terdengar seperti berasal dari segala arah.

Qing Mei menoleh ke sekeliling. “Siapa di sana?!”

Dari udara muncul sesosok roh berbentuk kabut biru, perlahan membentuk wajah lelaki muda berpakaian kuno. Sorot matanya ramah namun penuh wibawa.

“Saya Mailong, penjaga ruang ini,” katanya sambil membungkuk hormat. “Saya sudah menunggu Anda selama ribuan tahun.”

“Ribuan tahun?” Qing Mei melangkah mundur setengah langkah, matanya melebar. “Tunggu! Kau bilang menungguku? Tapi aku baru datang ke sini!”

Mailong tersenyum samar. “Benar, Tuan. Tapi takdir sudah lama menuliskan pertemuan ini. Hanya pewaris gelang warisan yang bisa membuka ruang ajaib ini.”

Qing Mei memandangi gelang di tangannya, yang kini berkilau lembut. “Jadi ini semua karena gelang ini?”

“Betul,” jawab Mailong. “Ruang ini adalah warisan dari garis keturunan kuno keluarga Anda. Dulu, kakek Anda pernah membuka sedikit kekuatannya, tapi baru Anda yang berhasil membangkitkannya sepenuhnya.”

Qing Mei teringat ucapan sang kakek sebelum meninggal. "Gelang ini akan bermanfaat untukmu, Nak."

Hatinya bergetar. Jadi ini yang beliau maksud?

“Mailong,” katanya perlahan, “apa sebenarnya fungsi ruang ini?”

Roh penjaga itu menatapnya dengan penuh hormat. “Ruang ini dapat Anda gunakan untuk banyak hal, Tuan. Untuk berlatih, bertani, dan menyimpan barang. Semakin kuat kultivasi dan kekuatan Anda, ruang ini akan semakin luas dan berkembang.”

Qing Mei melongo. “Jadi seperti dunia kecil milikku sendiri?”

“Tepat sekali,” jawab Mailong. “Dan waktu di sini berjalan berbeda dari dunia luar. Satu hari di luar bisa sama dengan satu minggu di sini.”

Mata Qing Mei bersinar. “Kalau begitu aku bisa menanam makanan di sini!”

Mailong tersenyum. “Anda sangat cerdas, Tuan. Di sana,” ia menunjuk ke arah ladang yang kosong, “sudah tersedia beberapa bibit padi, kentang, dan cabai. Anda bisa mulai menanam sekarang. Tanah di sini penuh energi spiritual pertumbuhan tanaman akan sangat cepat.”

Qing Mei menatap ke arah ladang itu, lalu mengangkat lengan bajunya. “Baiklah, mari kita coba.”

Ia menanam dengan hati-hati menyentuh tanah, menabur bibit, menutupnya kembali. Setiap kali jarinya menyentuh tanah, terasa hangat dan hidup, seolah bumi itu menyambutnya.

Mailong memperhatikan dari samping dengan senyum puas. “Benar, seperti itu. Semakin Anda menanam dengan niat baik, semakin subur tempat ini.”

Qing Mei menatap hasil tanamannya dan tersenyum tipis. “Kakek mungkin inilah takdirku.”

Tapi sebelum ia sempat melanjutkan, suara gaduh terdengar samar dari kejauhan. Suara itu seperti suara orang-orang bertarung.

Terpopuler

Comments

Zea Rahmat

Zea Rahmat

nama2 susah di ingat🤭🤭🤭inget nya rong, wei, daao😂🤣

2025-10-08

8

Miss Typo

Miss Typo

semangat Mei Lan didunia baru mu ini, pasti kamu akan mendapatkan kebahagiaan

susah bgt ya hafalin nama²nya 😁

2025-10-10

1

Desi Revani

Desi Revani

kenapa ya kalau cerita transmigrasi,keluarga sampah itu selalu ga di lanjutin lagi udah ajah mentok sampe ke pemeran utama nya meninggal terus transmigrasi, padahal bagus loh kalau dibuat karma buat tuh keluarga sampah soalnya belum ada cerita yang menceritakan tentang keluarga sampah yang di tinggal sama pemeran utama

2025-10-31

0

lihat semua
Episodes
1 Mei Lan
2 Transmigrasi Dan Ruang Ajaib
3 Perubahan Qing Mei
4 Meningkatkan Kekuatan
5 Identitas?
6 Nenek Dan Bibi Qing
7 Berlatih
8 Menolong
9 Kecerdasan Qing Mei
10 Makanan Baru
11 Ambisi Kakek Qing
12 Penyusup
13 Kedatangan Tamu Tak Diundang
14 Dekret Kaisar
15 Pencuri
16 Hilang
17 Hukuman
18 Ganti Rugi
19 Rahasia
20 Meninggalkan Desa Pao
21 Dihadang Keluarga Qing
22 Hukuman Untuk Tetua Qing
23 Seorang Budak?
24 Pemuda itu Chen
25 Tiba di Kekaisaran Giok Surgawi
26 Pendaftaran Akademi
27 Tes Pendaftaran Sekte Surgawi
28 Undangan Jamuan
29 Jamuan Makan
30 Dari Zaman Modern?
31 Teman Masa Lalu?
32 Kejadian Masa Depan
33 Keluarga Gila
34 Awal Mula Kehancuran
35 Kenyataan Terungkap
36 Hancur
37 Teman Sekamar
38 Musuh Baru
39 Kutukan
40 Siapa Dia?
41 Pedang Patah?
42 Kumbang Api
43 Toko Misterius
44 Zhu Shu Sembuh
45 Identitas Yang Terbongkar
46 Akan Membalas Mereka
47 Menolong Putri Zhu Shu
48 Menyembuhkan Permaisuri
49 Menyembuhkan Permaisuri 2
50 Permaisuri Sembuh
51 Permaisuri Sadar
52 Dua Fenomena
53 Menerobos Dewa Perang
54 Membelokkan Petir Surgawi
55 Siapa Pria Bertopeng?
56 Putra Mahkota Zhu Jin
57 Memberikan Pelajaran
58 Sesuatu Mengejutkan
59 Para Dewa Tersembunyi
60 Hukuman Para Selir
61 Adu Domba
62 Permintaan Yang Ditolak
63 Bertemu Lagi Keluarga Qing
64 Pertarungan
65 Rencana Jahat
66 Diculik
67 Kedatangan Mei
68 Kedatangan Wei dan Dao
69 Kehancuran Keluarga Lian
70 Hukuman
71 Desas Desus
72 Reruntuhan Kuno
73 Petunjuk
74 Pria Bertopeng Itu Adalah ...
75 Menyamar?
76 Penyamaran Tetua Yuan Zhao
77 Ciuman Pertama
78 Pesan Tetua Yuan Zhao
79 Menyempurnakan Tubuh Dewa
80 Keadaan Darurat
81 Serahkan Mei!
82 Pertarungan Berlanjut
83 Kemunculan Seseorang
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Mei Lan
2
Transmigrasi Dan Ruang Ajaib
3
Perubahan Qing Mei
4
Meningkatkan Kekuatan
5
Identitas?
6
Nenek Dan Bibi Qing
7
Berlatih
8
Menolong
9
Kecerdasan Qing Mei
10
Makanan Baru
11
Ambisi Kakek Qing
12
Penyusup
13
Kedatangan Tamu Tak Diundang
14
Dekret Kaisar
15
Pencuri
16
Hilang
17
Hukuman
18
Ganti Rugi
19
Rahasia
20
Meninggalkan Desa Pao
21
Dihadang Keluarga Qing
22
Hukuman Untuk Tetua Qing
23
Seorang Budak?
24
Pemuda itu Chen
25
Tiba di Kekaisaran Giok Surgawi
26
Pendaftaran Akademi
27
Tes Pendaftaran Sekte Surgawi
28
Undangan Jamuan
29
Jamuan Makan
30
Dari Zaman Modern?
31
Teman Masa Lalu?
32
Kejadian Masa Depan
33
Keluarga Gila
34
Awal Mula Kehancuran
35
Kenyataan Terungkap
36
Hancur
37
Teman Sekamar
38
Musuh Baru
39
Kutukan
40
Siapa Dia?
41
Pedang Patah?
42
Kumbang Api
43
Toko Misterius
44
Zhu Shu Sembuh
45
Identitas Yang Terbongkar
46
Akan Membalas Mereka
47
Menolong Putri Zhu Shu
48
Menyembuhkan Permaisuri
49
Menyembuhkan Permaisuri 2
50
Permaisuri Sembuh
51
Permaisuri Sadar
52
Dua Fenomena
53
Menerobos Dewa Perang
54
Membelokkan Petir Surgawi
55
Siapa Pria Bertopeng?
56
Putra Mahkota Zhu Jin
57
Memberikan Pelajaran
58
Sesuatu Mengejutkan
59
Para Dewa Tersembunyi
60
Hukuman Para Selir
61
Adu Domba
62
Permintaan Yang Ditolak
63
Bertemu Lagi Keluarga Qing
64
Pertarungan
65
Rencana Jahat
66
Diculik
67
Kedatangan Mei
68
Kedatangan Wei dan Dao
69
Kehancuran Keluarga Lian
70
Hukuman
71
Desas Desus
72
Reruntuhan Kuno
73
Petunjuk
74
Pria Bertopeng Itu Adalah ...
75
Menyamar?
76
Penyamaran Tetua Yuan Zhao
77
Ciuman Pertama
78
Pesan Tetua Yuan Zhao
79
Menyempurnakan Tubuh Dewa
80
Keadaan Darurat
81
Serahkan Mei!
82
Pertarungan Berlanjut
83
Kemunculan Seseorang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!