Bab 3. Di layar yang ada di hadapan Rangga sekarang, terdapat serangkaian angka yang begitu panjang.
Angka pertama adalah 24, lalu diikuti dengan sebelas jumlah angka nol!
Satu, empat, delapan, sebelas! Mata Rangga terbelalak. 2,4 triliun?! pria itu mendesis dengan tidak percaya.
Dia yang terduduk langsung menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa. Ini gila, batinnya dalam hati.
Sebelumnya, Rangga harus kerja mati-matian mengangkat semen dari satu truk besar untuk gaji sebesar delapan ratus ribu. Sekarang, tiba-tiba muncul dua triliun lebih di bawah namanya. Hal tersebut tentu saja membuatnya tercengang.
“Pak, sebenarnya Anda tidak perlu peduli dengan saldo di kartu Anda. Bank kami memberikan hak yang sangat tinggi untuk nasabah kartu berlian. Dengan kartu berlian, Anda dapat memobilisasi dana yang cukup di bank,” Selena Ward mengingatkan.
Namun, tentu saja ucapan Selena sama sekali tidak ditanggapi Rangga. Lagi pula, dengan uang yang sekarang dia miliki saja, Rangga sudah sangat terkejut. Ini adalah jumlah yang luar biasa!
Rangga membatin di dalam hatinya, Kartu ini asli, jadi wanita itu tidak berbohong padaku. Aku dulunya adalah anggota pasukan rahasia yang memiliki posisi yang sangat kuat! Aku punya kekayaan yang tak terhitung jumlahnya! Dia mengerutkan kening. Selain itu, dia berkata kepemilikanku tidak hanya sekadar ini saja, bukan? Dia sulit untuk percaya.
Tiba-tiba, Rangga teringat satu hal yang sangat memuaskan. Sebuah seringai terlukis di wajahnya yang tampan.
Liana meninggalkanku karena uang, dia dan ibunya bahkan mengambil rumah yang telah susah payah aku beli dengan gaji rendah tersebut. Rangga mengangkat alis kanannya, seakan merendahkan Miriam dan Liana. Selain itu, mereka mendekati pria kaya untuk bisa hidup enak. Hati Rangga merasa sangat puas. Kalau mereka tahu identitasku yang sebenarnya, ekspresi macam apa yang akan mereka tunjukkan padaku?
Tanpa menunggu kedatangan kepala cabang Astra Bank, Rangga langsung menarik dana sebesar empat puluh juta. Berbekal kartu nama Selena untuk keperluan ke depannya, Rangga langsung pergi meninggalkan bank tersebut. Dia tidak sabar untuk mengucapkan selamat tinggal pada kehidupannya saat ini yang begitu menyedihkan.
Sebelum pergi, Selena mengatakan kepadanya bahwa di Kota Veluna, Rangga dapat meneleponnya untuk apa saja — entah itu keperluan bank maupun di luar urusan tersebut. Hal itu karena nasabah tingkat berlian akan dilayani sepenuhnya.
Setelah meninggalkan bank, Rangga langsung menghentikan taksi dan pergi ke lokasi pembangunan. Tentu saja dia pergi ke sana bukan untuk kembali memindahkan semen, melainkan membawa pergi barang-barangnya yang ditinggalkan di pos keamanan.
Begitu dia tiba di gerbang lokasi konstruksi, Rangga mendengar teriakan.
“Di mana Rangga?! Sudah kukatakan kalau semen-semen ini harus diturunkan sebelum besok pagi! Di mana dia?! Apa dia sudah ingin berhenti?! Kalau menunda jadwal konstruksi, apa dia bisa bertanggung jawab?!”
Di depan pintu, terlihat seorang pria gendut dengan helm keamanan dan pakaian berupa jas rapi berteriak.
Pria gendut tersebut adalah mandor Rangga, Hector, orang yang sangat galak dan bisa dikatakan tidak manusiawi. Setiap bulan, entah sengaja atau tidak, gaji para kuli angkut selalu menunggak.
Selama percakapan, seorang pria muda yang tampak agak kurus berjalan menghampiri Hector. Dia tersenyum lebar, menampakkan gigi-giginya yang begitu putih.
“Rangga mungkin sedang sedikit sibuk. Ketika dia kembali, aku akan membantunya. Masih ada waktu, tidak perlu khawatir, Pak.”
Mendengar pembelaan pemuda itu, Rangga merasa sangat tersentuh. Pemuda yang membelanya itu adalah satu-satunya teman yang dia dapatkan dalam tiga tahun terakhir, Noah. Karena usia yang tak jauh berbeda dan tempat kerja yang sama, keduanya pun menjadi akrab satu sama lain.
“Hmph, tugas ini tetap diberikan padanya. Jika dia tidak bisa menyelesaikannya, aku akan memotong dua hari gajinya!” Hector melirik Noah dengan pandangan merendahkan.
Noah berkata dengan senyum kering, “Uh, Pak, gaji saya sekitar dua puluh juta masih ada di Bapak dan belum dibayarkan. Anak saya sakit, jadi apakah Bapak bisa berikan dulu …?”
Hector mengerutkan kening, lalu membalas dengan marah, “Kenapa buru-buru!? Tugas konstruksi belum diselesaikan, dan uangnya belum diberikan kepadaku. Kalau memang begitu, aku mau bayar kamu pakai apa?!”
“Pak, saya perlu uang itu untuk anak saya,” Noah masih berusaha untuk terus tersenyum.
“Tidak ada!” Hector meliriknya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari tasnya yang bertotal sekitar satu juta. “Nih! Satu juta dulu!”
“Ini...” Noah tidak terlihat senang dengan jumlah yang diberikan Hector.
“Kalau mau, ambil! Kalau nggak mau, pergi!” bentak Hector. “Kelihatannya kamu sudah nggak mau kerja di sini lagi, ya?!”
“Noah sudah bilang kalau dia perlu uang ini untuk anaknya yang sakit!” Rangga tidak lagi bisa menahan emosinya melihat penindasan tersebut di hadapannya. “Pak, Anda keterlaluan!”
Hector berbalik. Ketika dia melihat Rangga, dia menyipitkan matanya. “Apa hubungannya sama kamu, hah?! Sudah saya bilang kamu harus turunkan semen itu semua sebelum hari esok, lalu kamu ke mana? Kamu malas-malasan, ya?! Aku potong gajimu selama dua hari! Kalau nggak terima, pergi saja!”
Rangga menggertakkan giginya ketika mendengar ucapan Hector. Kemudian, matanya menangkap sebuah papan reklame di lokasi konstruksi. Pada saat itu, dia tersadar kalau ada tulisan Astra Bank II. Sepertinya, pembangunan gedung ini ada hubungannya dengan Astra Bank.
Ekspresi Rangga berubah tenang. Lalu, dia berjalan perlahan menghampiri Hector. “Aku sudah tidak suka denganmu sejak dulu. Aku dan Noah tidak mau kerja lagi. Cepat berikan gaji kami sekarang!”
Ucapan itu membuat Hector terkejut, dia jelas tidak menyangka Rangga benar-benar mengatakan itu.
Kemudian Hector mencibir. “Tidak mau kerja? Tidak masalah, kamu dan Noah bisa bawa pergi barang-barang kalian! Mengenai uang, aku tetap akan berikan setelah pekerjaan konstruksi selesai!”
Rangga tertawa dingin di dalam hatinya. Yang disebut menunggu penyelesaian konstruksi sebelum memberi gaji adalah sebuah kebohongan! Pada dasarnya, pria itu tidak akan memberikan gaji tersebut sampai akhir!
Ekspresi Noah berubah, dan dia terus mengedipkan mata pada Rangga. Jelas maksudnya mengingatkan Rangga untuk menenangkan diri, berharap temannya itu mengalah dan tidak melanjutkan masalah.
Rangga masih berkata dengan tenang, “Saya bilang bayarkan gaji kami sekarang juga.”
“Kalau saya nggak mau bayar, kamu bisa apa??” Hector menatap Rangga dengan merendahkan, sebuah senyum mengejek terlukis di bibirnya. “Mau menuntut? Atau mungkin, mau pukul saya?”
Mendengar ucapan Hector, Rangga mendengus. “Memukulmu? Aku takut tanganku akan kotor saat memukulmu!” Dia sudah tidak lagi kuat menggunakan bahasa hormat untuk berbicara dengan pria tak beretika itu.
Penghinaan di wajah Hector semakin menjadi. Dia menekuk bibirnya dan memicingkan mata ke arah Rangga. “Kalau begitu, keluar! Aku tidak punya waktu untuk dihabiskan bersamamu di sini!”
“Kamu yang cari masalah!” Rangga mendengus. Dia mengeluarkan telepon dan kartu nama Selena — jelas niatnya untuk menghubungi wanita itu.
“Ya ampun.” Hector memandang Rangga yang hendak menelepon, dan dia mendecakkan lidahnya. “Kamu kira kamu siapa? Mau telepon siapa? Kamu hanya punya tenaga besar! Selain itu, kamu tak punya apa pun! Ah, ya! Kamu memang punya istri cantik. Sayang sekali, ya. Kamu kerja keras di sini, tapi kamu nggak tahu istrimu itu lari sama orang lain! Aku sudah lihat berkali-kali! Istrimu dan Rafael Voss yang kaya itu pergi bersama!”
Alih-alih Rangga, Noah malah menjadi orang pertama yang marah. Pria itu mengerutkan wajahnya dan menunjuk ke arah Hector. “Heh! Kalau ngomong dijaga!”
Hector melirik mereka berdua, lalu mencibir. “Kalian yang bilang mau berhenti, ‘kan? Kalau begitu, cepat pergi dari sini! Kamu nggak mau pergi, aku yang pergi duluan! Aku orang sibuk!”
“Bayarkan gaji kami!” Rangga berseru.
Noah merasa sedikit cemas saat melihat Hector pergi, tidak ada dari mereka yang menyangka bahwa satu panggilan Rangga itu akan mengubah segalanya.
Setelah panggilan tersambung, suara indah Selena bergema di telepon.
“Halo, Pak Rangga!”
“Bagaimana kamu tahu ini aku?” Rangga bertanya tanpa sadar.
“Saya tidak memberikan nomor ponsel saya kepada sembarang orang. Selain itu, saya juga telah menyimpan nomor Anda,” Selena menjelaskan dengan sabar.
Rangga merasa pertanyaan yang dia lontarkan begitu bodoh. Untuk mengurangi rasa malunya, dia berdeham.
“Bu Selena, saya ingat Anda mengatakan sebelumnya bahwa saya dapat menelepon Anda jika ada perlu, dan Astra Bank akan membantu saya, benar?”
“Ya,” jawab Selena dengan yakin. “Apakah Anda mengalami masalah?” Dia sedikit tak menyangka nasabah yang baru dia kenal itu akan dengan cepat bertemu masalah.
Rangga menghela napas lega. “Apakah Anda tahu mengenai pembangunan di daerah Crystal Haven? Saya bekerja di sini, dan saya melihat spanduk Astra Bank II. Apa konstruksi bangunan tersebut berhubungan dengan bank Anda?”
Selena mengangguk pelan di seberang. “Ah, ya. Konstruksi gedung tersebut berhubungan dengan kami. Apakah ada masalah, Pak?”
“Di sini ada kontraktor yang menindas para pekerja migran dan mempersulit saya serta teman saya untuk mendapatkan gaji kami,” kata Rangga, melirik Hector yang sedang berdebat dengan Noah tidak jauh dari tempatnya berdiri.
“Ada hal seperti itu?” Nada suara Selena menjadi sedikit dingin. “Kami akan segera menangani orang tersebut.”
Lalu, Selena menyadari sesuatu. “Apa yang Anda ingin kami lakukan padanya?”
“Tangani dia dengan baik. Lebih kejam, lebih baik.”
Rangga menutup matanya sesaat. Saat dia membukanya kembali, ada pancaran kemarahan dari kedua matanya.
Selena menarik napas dalam-dalam ketika mendengar nada bicara Rangga yang begitu dingin. “Saya mengerti,” jawabnya. “Berikan saya lima menit.”
Gadis itu pun memutuskan panggilannya.
Rangga menatap ponselnya sesaat sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Hector.
Apakah ini perasaan seseorang yang berkuasa? Nuraninya merasa sedikit terluka, tapi dendam telah menguasai emosinya. Menyenangkan, gumamnya sambil menyeringai.
Tak beberapa lama Noah masih berdebat dengan Hector, pria itu didorong kasar oleh mandornya.
“Jangan menggangguku! Kalau kalian menunda pekerjaanku karena masalah bodoh ini, aku berjanji akan membuat kalian membayarnya nanti!”
Noah hanya bisa terperangah. Mulut pria itu sudah berbusa mencoba untuk berbicara dengan masuk akal pada Hector.
Hector tak peduli dan mengalihkan pandangannya pada Rangga. “Sudah teleponnya? Kenapa tidak ada yang berubah setelah kamu menelepon, hah? Dasar sampah!” makinya dengan senyuman mengejek. Setelah mengatakan hal tersebut, dia berbalik dan berjalan menuju bagian dalam lokasi konstruksi.
Noah tampak menyerah terhadap nasib. Dia mendekati Rangga dan tersenyum pahit.
“Rangga, kamu terlalu impulsif.”
Dia meletakkan kedua tangannya di pundak Rangga, mencoba menenangkan pria yang dikiranya masih emosi.
“Sekarang, kita berkonflik dengannya, aku khawatir uang itu tidak akan pernah sampai di tangan kita.”
Kemudian, kedua tangan Noah mencengkeram pundak Rangga. Lalu, dia berjongkok dengan kedua tangan di wajahnya.
“Putraku masih menunggu uang untuk kemoterapi bulan ini….”
Melihat situasi temannya, hati Rangga merasa sedih. Lalu, dia berjongkok di sebelah Noah dan berkata,
“Tenanglah, Noah. Hector sudah selesai.”
“Hah?” Noah tercengang sejenak, lalu menggelengkan kepala, tidak menanggapi kata-kata Rangga.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments