BAB 5. KESALAHAN

Rumah keluarga Adams berdiri di tepi kota, seperti potongan masa lalu yang menolak lapuk. Dari luar, bangunan itu tampak megah dan berwibawa dengan dinding batu abu-abu dan pilar tinggi di beranda. Namun bagi Rubiana, rumah itu tidak pernah menjadi tempat pulang, hanya ruang dingin yang menyimpan gema jeritan yang tak pernah benar-benar hilang.

Mobil yang Rubiana pinjam dari Elias saat ia izin akan pulang sebentar, kini berhenti tepat di depan gerbang besi. Hujan baru saja reda, menyisakan kabut tipis di halaman dan aroma tanah basah yang menusuk hidung. Rubiana turun perlahan, menatap rumah itu dengan napas berat. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena rindu, melainkan karena ketakutan yang belum pernah benar-benar pergi.

Ia menggenggam tas kecil di dadanya. Di dalamnya, hanya ada dompet, ponsel, dan parfum yang diberikan Elias beberapa hari lalu.

Langkahnya ringan tapi gugup, setiap hentakan sepatu di marmer terasa seperti mengetuk ingatan lama. Seorang pelayan tua membukakan pintu dengan tatapan canggung. "Tuan sedang di ruang kerja," katanya pelan. "Apakah Nona ingin saya-"

"Aku sendiri saja," potong Rubiana. Suaranya gemetar, tapi ia memaksa dirinya melangkah.

Lorong itu masih sama seperti dulu, lukisan keluarga berjejer di dinding, tetapi hanya wajah Edward yang tampak hidup di sana. Potret Rubiana kecil dan Vivian berdiri berdampingan dalam pigura besar, senyum mereka beku di bawah tatapan ayah yang dingin. Dulu, mereka tampak serupa; kini, hanya nama yang membedakan dua wajah itu.

Ketika Rubiana mengetuk pintu ruang kerja, suara berat dari dalam menjawab, "Masuk."

Ia membuka perlahan. Edward Adams sedang duduk di belakang meja kayu besar, dengan tumpukan berkas di hadapannya dan segelas bourbon di tangan. Pria itu masih tampak gagah di usia lima puluhan, namun ada sesuatu di matanya—tatapan dingin seperti logam yang siap melukai siapa saja.

Rubiana menelan ludah. "Father?"

Edward tidak langsung menoleh. "Aku dengar kau ingin bicara. Kau bahkan meminta izin datang sendiri. Jarang sekali kau berani mengambil keputusan tanpa disuruh," katanya datar.

Rubiana menunduk, mencoba mengendalikan suaranya yang bergetar. "Dad, aku harus memberitahu sesuatu. Elias ... dia tahu."

Kali ini, Edward berhenti menulis. Pena di tangannya jatuh ke meja, suaranya kecil tapi cukup untuk membuat Rubiana menggigil. Perlahan, pria itu mengangkat wajahnya. "Apa katamu?"

"Elias tahu bahwa aku bukan Vivian," ucap Rubiana hampir berbisik. "Dia tahu tentang pernikahan itu ... tentang pengantin pengganti."

Hening. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar, menghitung detik sebelum badai.

"Bagaimana dia bisa tahu?" suara Edward kini serak, pelan, tapi penuh bara. "Siapa yang memberitahunya?"

"Tidak ada," jawab Rubiana buru-buru. "Dia tahu dengan sendirinya karena sikapku dengan Vivian tidaklah sama."

"Jangan bohong padaku!" bentak Edward, suaranya menggelegar hingga kaca jendela bergetar. "Kau pikir aku tidak tahu bagaimana kau? Lembek, mudah panik! Kau pasti membuka mulutmu!"

Rubiana mundur setapak. "Tidak, Dad, sungguh tidak! Aku bahkan tidak mengerti bagaimana dia tahu-"

"Kau pikir aku bodoh?" Edward berdiri, menghantam meja dengan tangan hingga gelas bourbon terjatuh dan pecah di lantai. Cairan cokelat itu mengalir seperti darah di atas kayu. "Kalau kau tidak bicara, Elias tidak mungkin tahu! Vivian memang bodoh, tapi kau lebih bodoh lagi karena tidak bisa menjaga rahasia!"

Air mata mulai menggenang di mata Rubiana. "Ayah, aku ... aku tidak mengatakan apa-apa."

"Diam!" Edward melangkah cepat mendekatinya. "Kau sadar apa yang sudah kau lakukan? Kalau Elias membatalkan pernikahan ini, perusahaan kita selesai! Semua kontrak, semua perjanjian, semuanya akan hancur! Dan itu semua karena kau!"

Rubiana ingin menjelaskan, ingin berkata bahwa Elias belum melakukan apa pun, bahwa mungkin masih ada cara. Tapi Edward tak memberi ruang. Tangannya menampar wajah Rubiana dengan keras. Suara tamparan itu menggema di ruangan seperti cambuk. Kepala Rubiana terpelintir ke samping, dan rasa panas menyebar di pipinya.

"Begitu caramu membalas semua yang telah kulakukan?" suara Edward parau, tapi marahnya tidak surut. "Aku menyelamatkan nama keluarga ini, aku menutup aib kakakmu yang kabur, dan kau malah menghancurkan semuanya! Setidaknya kau harus membayar kembali semua yang aku keluarkan untukmu dan kembaranmu itu!"

"Elias tidak salah ... kita yang menipunya," kata Rubiana.

"Jadi sekarang kau membelanya?" Edward tertawa pendek, getir. "Kau pikir dia akan mengasihanimu setelah tahu kau menipunya? Tidak, Rubiana. Orang sepertimu hanya akan diinjak."

Rubiana menunduk dalam-dalam. "Aku tidak berniat memalukanmu. Aku hanya ingin memperbaikinya."

Edward menggertakkan rahangnya, amarah memuncak ketika ia memikirkan bahwa perusahaan dan kemewahannya ini akan musnah karena ulah anak perempuannya ini. Dengan cepat Edward melepaskan ikat pinggangnya.

"D-dad, kumohon jangan," pinta Rubiana ketakutan, tahu apa yang akan datang.

Namun Edward tak mendengarkan. Ia melipat ikat pinggangnya dan menghantamkan ikat pinggang itu ke tubuh putrinya.

"Agh! Ampun, Dad!" seru Rubiana yang terjatuh di lantai.

"Kau harus diberi pelajaran bagaimana menjaga nama baik keluargamu. Kau sudah terlalu lama dibiarkan kurang ajar!" murka Edward yang terus menghantamkan ikat pinggangnya ke Rubiana tanpa belas kasih.

Rubiana menahan sakit pada tubuh dan lengannya. Ia hendak lari dari ruangan itu tapi sang ayah menahannya, dan memukulinya lebih keras lagi.

Edward memandangnya lama, lalu tatapan itu berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap. "Tidak ada yang bisa kau perbaiki sekarang. Satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah diam."

Rubiana kesulitan bernapas karena menahan rasa sakit pada setiap pukulan ikat pinggang yang diarahkan padanya. Ia merangkak hendak pergi dari ruangan ini.

Tapi Edward mencengkeram lengan Rubiana dengan kasar. "Kau pikir aku akan membiarkanmu keluar dari sini setelah membuat masalah sebesar ini?"

"Lepaskan, Dad, tolong-" Rubiana mencoba menarik lengannya, tapi cengkeraman itu semakin kuat.

"Diam!" Edward menyeretnya keluar dari ruang kerja, langkahnya berat dan tergesa. Para pelayan di lorong hanya menunduk, pura-pura tidak melihat. Tidak ada satu pun yang berani bicara.

Rubiana berusaha menahan langkahnya. "Ayah, mohon! Aku janji akan memperbaikinya, aku-"

"Sudah terlambat," kata Edward dingin. "Kau harus belajar lagi bagaimana caranya tutup mulut."

Mereka berhenti di depan pintu kayu tua di bawah tangga. Rubiana membeku. Pintu itu berkarat, kunci besinya besar dan hitam, dan di baliknya, gelap yang dulu sering menghantui mimpinya.

"Tidak, Dad, jangan di sana," suara Rubiana pecah. "Tolong jangan, aku tidak akan bicara lagi, aku bersumpah."

Namun Edward tak mendengarkan. Ia membuka pintu, aroma lembap dan debu langsung menyeruak, membuat Rubiana mual. Ia berusaha menahan diri, tapi tubuhnya gemetar hebat.

Edward mendorongnya ke dalam dengan kasar. "Kau akan diam di sini sampai aku katakan kau boleh keluar. Mungkin dengan begitu kau bisa belajar dari kesalahanmu," katanya.

"Tidak, Dad! Tolong, aku mohon jangan kurung aku di sini!" teriak Rubiana, suaranya serak karena tangis. Ia memukul-mukul pintu dari dalam, tapi Edward sudah menutupnya dan mengunci dengan bunyi logam berat.

"DAD!"

Teriakannya hanya disambut gema sunyi. Lalu langkah kaki menjauh. Keheningan menelan segalanya.

Basement itu dingin, lembap, dan berbau besi tua. Hanya ada satu bohlam kecil di sudut langit-langit yang berkedip-kedip, menciptakan bayangan bergerak di dinding batu. Lantai semen yang dingin menembus kulitnya, dan Rubiana memeluk lututnya, menekan tubuhnya ke sudut, mencoba mencari kehangatan dari dirinya sendiri. Tubuhnya sakit semua, seperti akan hancur jika Rubiana bergerak sedikit saja.

Waktu terasa berjalan lambat di sana.

Ia tidak tahu apakah sudah lewat satu jam atau satu malam. Yang ia tahu hanya dingin, rasa sakit, dan ketakutan lama yang kembali menyergap seperti mimpi buruk masa kecil.

Ia masih ingat, dulu sering sekali seperti ini, ia pernah dikurung di tempat yang sama hanya karena memecahkan vas bunga kesayangan ibunya. Tiga hari Rubiana di basement ini tanpa cahaya, hanya ditemani suara tetes air dan tangisan sendiri.

Rubiana menyandarkan kepala ke dinding. Air matanya sudah kering, tapi tubuhnya masih bergetar. Ia teringat wajah Elias, tatapan dinginnya, suaranya yang keras malam itu, dan tiba-tiba dada Rubiana sesak.

Ia benci bahwa ia masih memikirkan pria itu di tengah penderitaannya. Tapi entah kenapa, hanya bayangan Elias yang bisa menahan pikirannya dari kehancuran total. Mungkin karena satu-satunya hal yang lebih menyakitkan dari dipukul ayahnya adalah menyadari bahwa Elias tidak akan pernah memandangnya sebagai dirinya sendiri, hanya bayangan dari Vivian yang kabur.

Suara langkah di atas kepalanya terdengar samar. Mungkin para pelayan lewat. Mungkin Edward masih di ruang kerja, berpura-pura semuanya baik-baik saja. Dunia di atas terus berjalan, sementara dirinya membeku di bawah tanah.

Ia memeluk lutut lebih erat.

Dalam remang itu, pikirannya mulai berputar, tentang kebohongan, tentang pernikahan yang dipaksakan, tentang Vivian yang meninggalkannya tanpa pesan. Ia mulai bertanya-tanya apakah hidupnya hanya serangkaian hukuman untuk dosa yang bukan miliknya.

Pelan-pelan, cahaya bohlam mulai redup, lalu padam. Gelap total. Begitu pula dengan kesadaran Rubiana, rasa sakit yang mendera tubuhnya membuat gadis itu jatuh dalam ketidaksadaran, mungkin berharap sekalian kalau ia tidak akan bangun lagi.

Terpopuler

Comments

Ir

Ir

jangan ada yg komen Rubi lemah, Rubi cengeng, Rubi bla bla bla yaa, kaya di lapak Lucia kemari, meski penyelesaian konflik nya memuaskan tapi banyak banget alur yg terpaksa di skip

2025-10-06

2

Miss Typo

Miss Typo

semoga Elias yg datang menyelamatkan Rubi,,, semangat Rubi kamu bisa kamu lebih kuat dari kelihatan nya

2025-10-08

0

Deyuni12

Deyuni12

Rubi 🥺

2025-10-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!