05. Sah

.

Dengan diiringi oleh Jeni dan Dewi, Sharmila dan Zayden melangkah bersama menuju sebuah panggung yang sudah disiapkan untuk acara ijab kabul. Tidak ada anggota keluarga lain, karena Sharmila hanya tinggal memiliki kakeknya yang saat ini sedang sakit. Bahkan wali nikah pun sudah diserahkan kepada wali hakim.

“Lihat pengantin prianya?” seru seorang tamu. “Bukankah itu Tuan Zayden yang terkenal kejam? Kenapa bisa dia yang menjadi pengantin pria?”

“Yang aku dengar, tuan Zayden ini menyukai Nona Sharmila sejak sekolah, apa mungkin dia yang sengaja merebut Nona Sharmila dari Tuan Devan?”

“Wah benarkah ada cerita seperti itu?”

Suara bisik-bisik itu terdengar jelas di telinga Sharmila, namun wanita itu mencoba untuk tidak peduli. Hingga akhirnya langkah mereka tiba di hadapan penghulu yang sudah duduk menunggu.

Dewi memakaikan selembar selendang putih untuk menutup kepala Sharmila dan Zayden, saat keduanya telah duduk berhadapan dengan penghulu, lalu dia sendiri duduk di belakang Sharmila. Sementara itu, Jeni sibuk mengabadikan setiap momen dengan ponselnya.

Sharmila duduk dengan wajah tegang, sementara Zayden hanya bersikap santai,. seolah tak hendak melakukan sesuatu yang besar.

Zayden mendekatkan mulutnya ke telinga Sharmila. “Nona Natakusuma, kamu tadi belum sarapan, ya? Grup Natakusuma belum bangkrut, kan, sampai kamu tidak bisa membayar juru masak?"

“Apa maksudmu bertanya begitu?" Sharmila mendelik tidak paham.

“Hah,,," Zayden menghela napas malas. “Lihat wajahmu yang seperti orang mau menangis. Jadi aku pikir kamu sedang kelaparan."

Dug!

Siku Sharmila mendarat tepat dengan keras di pinggang Zayden membuat pria itu sedikit meringis.

“Arya, berani-beraninya kamu meledekku.” Di dekat telinga Zayden, Sharmila menggeram pelan. “Cari mati, ya?" Wajahnya yang tadi tegang dalam sekejap berubah kemerahan akibat rasa kesal.

“Aku mengejekmu? Mana berani?” Lagi-lagi pria itu berbisik, tapi kali ini dengan jail ia meniup telinga Sharmila.

Sharmila yang merasa geli spontan menoleh hingga wajah mereka yang begitu dekat, nyaris bersentuhan.

"Awas saja kalau kamu sampai salah menyebut namaku saat jawab ijab. Aku pasti akan memukul kepalamu dengan sepatuku!” Sharmila berbicara sambil menahan gemeretak giginya. Benar-benar berusaha untuk tidak berteriak marah.

Zayden tergelak mendengar ancaman Sharmila. Itu adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena sejak awal nama Sharmila sudah terpatri dalam hatinya.

"Tuan Zayden, Nona Sharmila? Apa kalian sudah siap?” Pak penghulu menginterupsi hingga perdebatan keduanya terhenti. “Sayang-sayangannya nanti saja ya, kalau sudah di kamar."

Blush…

Wajah Sharmila langsung memerah mendengar ucapan pak penghulu. Apalagi mendengar beberapa tamu tertawa tergelak.

"Saya siap, Pak." Zayden segera menyempurnakan posisi duduknya.

“Hei, kamu tadi lihat tidak? Apa itu tadi benar-benar Tuan Zayden sedang tertawa?"

"Iya, aku juga tidak percaya. Ternyata Tuan Zayden juga bisa tertawa.”

Suara bisik-bisik terdengar tak jauh dari tempat mereka duduk.

Pak penghulu mengulurkan tangannya dan Zayden menerima jabat tangan itu.

“Ananda Zayden Bin Arya Pratama, saya nikah dan kawinkan engkau dengan Ananda Sharmila Binti Tony Natakusuma dengan mas kawin seperangkat alat sholat, satu buah villa di kota B, dan 100 gram emas murni dibayar tunai!” ucap penghulu lalu menghentak tangan Zayden.

“Saya terima nikah dan kawinnya Sharmila Binti Tony Natakusuma dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Zayden menjawab dengan lantang dalam satu tarikan nafas.

“Bagaimana para saksi, sah?”

“Sahhh…!”

Namun suara-suara itu bagai tak terdengar oleh Sharmila. Wanita itu masih tertegun mendengar mahar yang diberikan oleh Zayden. Ada rasa tidak percaya, sejak kapan pria itu menyiapkan mahar? Untuk apa? Toh pernikahan mereka hanya akan berjalan selama satu tahun?

"Ini cincinnya,” ucap Dewi yang duduk di belakang Sarmila sambil mengulurkan kotak perhiasan berwarna merah.

Sharmila hendak menerima kotak itu, namun Zayden menolak. Ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan kotak perhiasan yang ternyata telah ia siapkan. Membuka kotak itu lalu,

“Aku tidak mau istriku memakai cincin yang disiapkan oleh pria lain,” bisik Zayden di telinga Sharmila, sambil memakaikan cincin itu di jari manis wanita itu.

Sarmila tertegun. Cincin itu benar-benar pas di jari manisnya. Dan sekali lagi pertanyaan muncul di dalam otaknya, kapan Zayden menyiapkan cincin itu?

“Ya ya ya. Sepertinya aku harus bangga menikah dengan sultan yang memiliki harga diri begitu tinggi?" Sambil memakaikan cincin di jari Zayden, Sharmila balas berbisik.

“Kamu dengar nggak? Mereka bilang apa?” bisik Zayden lagi setelah selesai bertukar cincin. “Semua orang mengatakan aku datang untuk merebut pengantin wanita.”

Sharmila mengangkat dua pundaknya acuh.

“Dan sekarang karena aku sudah menjadi pengantinmu,” Zayden mendekatkan wajahnya lalu memberikan kecupan di pipi Sharmila membuat wanita itu tersentak. “Mohon bimbingannya ya, Nyonya Pratama,” bisiknya lembut sambil tertawa puas.

“Pria brengsek ini benar-benar pintar mengambil kesempatan. Awas saja dia,” geram Sharmila dalam hati. Kedua tangannya terkepal dan wajahnya memerah kesal.

*

*

*

“Tidak, ini tidak mungkin!"

Vivian yang sedang duduk di atas ranjang, mendengar ponsel Devan berdenting dan membukanya.

“Pernikahan akan tetap dilangsungkan, Nona Sharmila mencari pria pengganti." Isi pesan dari asisten Devan.

"Bukankah Sharmila sangat mencintai Devan? Bagaimana bisa cewek sialan itu mencari orang lain untuk dinikahi?” Vivian menggeram marah. Nyaris saja ia membanting ponsel itu, jika tak ingat itu milik Devan.

“Devan tidak boleh melihat pesan ini. Jika tidak ia pasti akan mencari jalan pulang, apa pun caranya.” ia segera menyembunyikan ponsel Devan, bahkan juga ponselnya sendiri.

“Aku sudah melakukan berbagai cara untuk membuatnya malu, aku sudah berhasil menjauhkan Devan darinya, kenapa dia malah menikah dengan orang lain?"

Vivian menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Pikirannya berkelana ke waktu sebelumnya.

.

Sehari sebelumnya di ruang makan keluarga Natakusuma.

“Kakek senang, akhirnya besok kamu akan menikah.” Tuan besar Julian Natakusuma menggenggam tangan cucu kesayangannya penuh kasih.

Sharmila Natakusuma adalah satu-satunya cucu kandung yang ia miliki. Putri dari mendiang Tony Natakusuma dan Melani Kusuma Wijaya. Putra dan menantunya itu meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil sepuluh tahun yang lalu.

“Aku juga senang, Kek. Jadi, mulai sekarang kakek harus tetap sehat, ya. Ingat, kakek harus percaya, Sharmila akan selalu baik-baik saja. Apalagi sekarang ada Devan yang akan selalu melindungiku.” Sharmila membalas genggaman tangan kakeknya.

Sementara itu, di kursi yang berseberangan dengan mereka, Vivian saling pandang dengan ayahnya, David Chandra. David Chandra adalah suami dari mendiang Sinta Natakusuma, bibi kandung Sharmila. Sedangkan Vivian adalah putri David dari istri sebelumnya. Yang artinya Vivian bukan cucu kandung keluarga Natakusuma.

Vivian memandang interaksi antara Sharmila dan kakek Julian dengan menahan kesal. “Aku juga cucu keluarga ini. Atas dasar apa kakek selalu lebih menyayangi Sharmila daripada aku?”

Rasa iri dengki yang telah terpatri sejak kecil melihat Sharmila yang selalu lebih pintar, lebih bersinar, dan yang paling ia benci– lebih cantik. Di sekolah dulu pun, Sharmila memiliki lebih banyak teman. Yang paling menyebalkan, Sharmila lebih banyak disukai teman cowok.

David menyenggol sikunya dan menggelengkan kepala. Vivian mengangguk ia paham isyarat dari papanya. “Lihat saja, Sharmila. Kali ini jika tak bisa membuatmu menangis karena malu, namaku bukan Vivian.” Di ujung bibirnya tersungging seringai tipis. Sangat tipis, sehingga tak satupun menyadarinya.

“Kakak, aku harus segera pergi. Ada skedul pemotretan besok, dan aku tidak mungkin mangkir karena terikat kontrak.” Usai makan siang bersama, Vivian bersikap manis, dan menunjukkan penyesalan karena harus segera pergi ke kota XX sehingga tak bisa menghadiri acara pernikahan Sharmila.

Sharmila mengerutkan kening, merasa aneh. Biasanya Vivian akan mengambil kesempatan untuk melakukan sesuatu yang buruk untuknya. Apa kali ini Vivian ingin jadi orang baik? Wanita itu hanya menanggapinya dengan mengangkat dua bahu. Tidak peduli.

Terpopuler

Comments

ora

ora

Ganti nama deh Vivian. Sharmila nggak nangis, malah nikah sama sultan tuh😎

2025-10-08

0

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨

satu gram murni apa? emas intan permata berlian???

2025-10-08

0

Cristella Tella

Cristella Tella

pelalor.... merasa pling hebat

2025-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!