EPISODE 4 — Bos, Magang, dan Makan Siang yang Rumit

Jam menunjukkan pukul 12.31.

Ruang redaksi Vibe Media dipenuhi aroma pasta instan, tawa kecil, dan suara keyboard yang tak berhenti. Tapi di meja Emma, suasananya sedikit berbeda — lebih sunyi, lebih... fokus.

Ryan bersandar di kursi seberang sambil menatap Emma yang sibuk mengetik. “Kau sadar nggak, kamu belum makan dari jam sembilan pagi?”

Emma tak mengalihkan pandangan dari layar. “Aku lagi nulis draf laporan proyek. Kalau berhenti sekarang, mood-nya bisa hilang.”

Ryan mendesah dramatis. “Mood, atau perutmu yang hilang?”

Ia berdiri, meraih ponselnya. “Oke, aku pesankan makanan. Pilih: salad sehat atau burger dosa?”

Emma menatap sekilas. “Aku pilih kerja.”

“Jawaban yang salah,” kata Ryan cepat, lalu menekan layar. “Burger ganda dengan keju dan kentang goreng. Done.”

“Ryan!” seru Emma, tapi cowok itu hanya tertawa kecil. “Kau pikir aku tidak bisa makan sendiri?”

“Bisa. Tapi kau nggak akan ingat,” jawab Ryan ringan. “Jadi aku pastikan kamu tetap hidup sampai proyek ini selesai.”

Emma menatapnya beberapa detik — dan akhirnya tertawa. “Kau tahu, kau sangat menjengkelkan.”

Ryan tersenyum, “Dan kau baru sadar sekarang?”

---

Beberapa menit kemudian, makanan datang. Mereka makan berdua di meja kerja, sementara orang lain sibuk di pantry.

Ryan mengunyah sambil menatap Emma yang masih membuka laptop.

“Jadi, gimana rasanya kerja satu kantor sama mantan?” tanyanya tiba-tiba.

Emma hampir tersedak. “Aku—apa?”

Ryan pura-pura polos. “Bos kita, Liam. Aku nggak buta, Em. Cara dia ngelihat kamu beda.”

Emma menatapnya tajam. “Ryan, jangan bahas itu di kantor.”

“Oke, tapi aku cuma mau tahu,” katanya sambil mencondongkan badan sedikit. “Apa kamu masih punya perasaan sama dia?”

Pertanyaan itu menggantung di udara.

Emma diam beberapa detik, menatap jendela, lalu berkata pelan, “Yang aku punya... cuma kenangan. Dan itu sudah cukup bikin ribet.”

Ryan menatapnya, ada sedikit senyum pahit di wajahnya. “Kalau begitu, aku punya kabar buruk.”

“Apa?”

“Kenangan kadang lebih keras kepala daripada cinta itu sendiri.”

Emma terdiam. Ia menatap Ryan — cowok muda yang mungkin terlalu jujur untuk kebaikan dirinya sendiri.

Sebelum ia sempat membalas, suara berat memecah suasana.

“Carter.”

Mereka berdua menoleh. Liam berdiri di depan meja, membawa map tebal.

Senyumnya tipis, tapi matanya... dingin.

“Bisa ke ruanganku sebentar?” katanya singkat.

Emma menegakkan tubuh. “Tentu, Pak.”

Ryan memandang keduanya bergantian. “Kalau butuh saksi, aku siap,” katanya pelan, setengah bercanda.

Emma hanya menghela napas dan berdiri, mengikuti Liam ke ruangannya.

---

Ruangan Liam tampak lebih sunyi daripada biasanya. Lampu putih di langit-langit menyoroti rak buku minimalis, meja kayu gelap, dan aroma parfum yang terlalu familiar bagi Emma.

Liam berdiri di belakang meja, membuka map, tanpa menatapnya dulu.

“Duduk,” katanya datar.

Emma duduk. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

“Aku melihat progres proyek interactive series kalian,” katanya pelan. “Cukup bagus untuk minggu pertama.”

Emma menatapnya, menunggu. Nada pujian itu terasa… mencurigakan.

Liam menutup map dan akhirnya menatapnya langsung. “Tapi aku ingin tahu satu hal.”

“Ya?”

“Apakah kau menganggap kantor ini tempat untuk... makan siang romantis?”

Emma membeku. “Maaf?”

Liam menautkan alis. “Aku melihat kau dan intern itu makan berdua di meja kerja. Dengan tawa keras. Itu bukan tampilan profesional yang ingin kulihat dari stafku.”

“Ryan hanya memesan makanan karena aku lupa makan!” kata Emma spontan. “Itu bukan—”

“—bukan urusan personal?” potong Liam. “Tapi kau lupa, Carter, orang di lantai ini senang sekali membuat gosip.”

Emma terdiam, menatapnya dengan ekspresi tak percaya. “Jadi sekarang aku diawasi?”

Liam menatapnya tanpa ekspresi. “Aku cuma memperingatkanmu.”

Emma berdiri. “Lucu. Dulu kau bahkan nggak peduli kalau aku makan atau enggak. Sekarang tiba-tiba jadi peduli banget, ya?”

Suasana menegang. Tatapan mereka saling bertemu — tajam, tapi penuh sesuatu yang belum sempat diucapkan.

Liam menundukkan wajah, menghela napas. “Aku hanya tidak mau reputasimu jadi bahan omongan.”

“Reputasiku, atau reputasimu?” balas Emma pelan.

Liam tidak menjawab. Hanya tatapannya yang berubah — lebih lembut, tapi juga lebih rumit.

Emma akhirnya berkata dengan suara datar, “Kalau tidak ada yang lain, saya kembali bekerja.”

Ia melangkah keluar. Tapi sebelum menutup pintu, Liam berkata pelan, hampir tak terdengar,

“Masih sama keras kepalanya seperti dulu.”

---

Di luar, Ryan sedang menunggu dengan dua cup kopi di tangan.

“Wow,” katanya saat Emma keluar dengan wajah datar. “Itu cepat. Kamu dipecat?”

“Belum,” jawab Emma ketus. “Tapi mungkin sebentar lagi.”

Ryan menyodorkan kopi. “Kau butuh ini. Latte penenang.”

Emma menerimanya, akhirnya tersenyum kecil. “Terima kasih. Dan tolong jangan pesan burger besok.”

Ryan mengangkat alis. “Baik, berarti aku pesankan pizza?”

Emma tertawa pendek. “Ryan, kau benar-benar—”

“—menyenangkan?” potong Ryan sambil berkedip nakal.

Emma menggeleng sambil berjalan ke mejanya. “Menjengkelkan.”

Tapi kali ini, senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan.

---

Sementara itu, di ruangannya, Liam menatap keluar jendela dengan ekspresi yang tak terbaca.

Tangannya mengetuk meja perlahan, dan di layar komputernya — tab email masih terbuka, menampilkan folder lama bertuliskan:

📁 Emma Carter – 2020 Internship Files

Ia menatap nama itu lama.

Lalu menutup layar perlahan, menyandarkan diri ke kursi, dan berbisik pelan,

> “Aku seharusnya tidak membiarkanmu pergi waktu itu.”

---

Episodes
1 EPISODE 1 — Hari Pertama di Neraka Kantor
2 EPISODE 2 — Tatapan yang Terlalu Lama
3 EPISODE 3 — Kopi, Deadline, dan Tatapan yang Sulit Diabaikan
4 EPISODE 4 — Bos, Magang, dan Makan Siang yang Rumit
5 EPISODE 5 — Gosip di Antara Layar Komputer
6 EPISODE 6 — Bos Ikut Campur (Secara Tidak Sengaja… Katanya)
7 EPISODE 7 — Proyek Luar Kantor (dan Bos yang Tiba-tiba Hangat)
8 EPISODE 8 — Antara Masa Lalu dan Masa Kini
9 EPISODE 9 — Foto yang Mengubah Segalanya
10 EPISODE 10 — Rapat yang Membakar Segalanya
11 EPISODE 11 — Akhir Pekan yang Tidak Biasa
12 EPISODE 12 — Gosip Pagi dan Ruang Kerja yang Salah
13 EPISODE 13
14 EPISODE 14 — Saat Kursi Itu Kosong
15 EPISODE 15 — Proposal, Tawaran, dan Tatapan yang Tak Selesai
16 EPISODE 16 — Keputusan yang Ditunda, Perasaan yang Terbuka
17 EPISODE 17 — Pertemuan Terakhir (Atau Awal Baru?)
18 EPISODE 18 — Sinyal yang Tak Pernah Padam
19 EPISODE 19 — Antara Pekerjaan dan Perasaan
20 EPISODE 20 — Perjalanan yang Tak Direncanakan
21 EPISODE 21 — Rahasia di Antara Kita
22 EPISODE 22 — Pertemuan Rahasia
23 EPISODE 23 — Langkah Licik
24 EPISODE 24 — Rapat Evaluasi
25 EPISODE 25 — Bisik-Bisik di Kantor
26 EPISODE 26 — Jeratan Aturan
27 EPISODE 27 — Jejak yang Terhapus
28 EPISODE 28 — Operasi Sabtu Malam
29 EPISODE 29 — Perang Bayangan
30 EPISODE 30 — Audit Berdarah Dingin
31 EPISODE 31 — “Reorganisasi”
32 EPISODE 32 — “Musuh Lama, Wajah Baru”
33 EPISODE 33 — “Pertarungan di Ruang Rapat”
34 EPISODE 34 — “Rahasia di Balik Surat Rekomendasi”
35 EPISODE 35 — “Bayangan dari Masa Lalu”
36 EPISODE 36 — “Suara dari Masa Lalu”
37 EPISODE 37 — “Pertemuan yang Tidak Direncanakan”
38 EPISODE 38 — “Rencana yang Terlalu Pribadi”
39 EPISODE 39 — “Api yang Mulai Menyala”
40 EPISODE 40 — “Pertemuan yang Tak Sepantasnya Terjadi”
41 EPISODE 41 — “Skandal yang Mengguncang”
42 EPISODE 42 — “Harga Sebuah Nama”
43 EPISODE 43 – “Sisi yang Tidak Terlihat”
44 EPISODE 44 — “Bayangan di Balik Cahaya”
45 EPISODE 45 — “Benang yang Terurai”
46 EPISODE 46 — “Permainan Terbalik”
47 EPISODE 47 — “Langkah Pertama Emma”
48 EPISODE 48 — “Kebocoran”
Episodes

Updated 48 Episodes

1
EPISODE 1 — Hari Pertama di Neraka Kantor
2
EPISODE 2 — Tatapan yang Terlalu Lama
3
EPISODE 3 — Kopi, Deadline, dan Tatapan yang Sulit Diabaikan
4
EPISODE 4 — Bos, Magang, dan Makan Siang yang Rumit
5
EPISODE 5 — Gosip di Antara Layar Komputer
6
EPISODE 6 — Bos Ikut Campur (Secara Tidak Sengaja… Katanya)
7
EPISODE 7 — Proyek Luar Kantor (dan Bos yang Tiba-tiba Hangat)
8
EPISODE 8 — Antara Masa Lalu dan Masa Kini
9
EPISODE 9 — Foto yang Mengubah Segalanya
10
EPISODE 10 — Rapat yang Membakar Segalanya
11
EPISODE 11 — Akhir Pekan yang Tidak Biasa
12
EPISODE 12 — Gosip Pagi dan Ruang Kerja yang Salah
13
EPISODE 13
14
EPISODE 14 — Saat Kursi Itu Kosong
15
EPISODE 15 — Proposal, Tawaran, dan Tatapan yang Tak Selesai
16
EPISODE 16 — Keputusan yang Ditunda, Perasaan yang Terbuka
17
EPISODE 17 — Pertemuan Terakhir (Atau Awal Baru?)
18
EPISODE 18 — Sinyal yang Tak Pernah Padam
19
EPISODE 19 — Antara Pekerjaan dan Perasaan
20
EPISODE 20 — Perjalanan yang Tak Direncanakan
21
EPISODE 21 — Rahasia di Antara Kita
22
EPISODE 22 — Pertemuan Rahasia
23
EPISODE 23 — Langkah Licik
24
EPISODE 24 — Rapat Evaluasi
25
EPISODE 25 — Bisik-Bisik di Kantor
26
EPISODE 26 — Jeratan Aturan
27
EPISODE 27 — Jejak yang Terhapus
28
EPISODE 28 — Operasi Sabtu Malam
29
EPISODE 29 — Perang Bayangan
30
EPISODE 30 — Audit Berdarah Dingin
31
EPISODE 31 — “Reorganisasi”
32
EPISODE 32 — “Musuh Lama, Wajah Baru”
33
EPISODE 33 — “Pertarungan di Ruang Rapat”
34
EPISODE 34 — “Rahasia di Balik Surat Rekomendasi”
35
EPISODE 35 — “Bayangan dari Masa Lalu”
36
EPISODE 36 — “Suara dari Masa Lalu”
37
EPISODE 37 — “Pertemuan yang Tidak Direncanakan”
38
EPISODE 38 — “Rencana yang Terlalu Pribadi”
39
EPISODE 39 — “Api yang Mulai Menyala”
40
EPISODE 40 — “Pertemuan yang Tak Sepantasnya Terjadi”
41
EPISODE 41 — “Skandal yang Mengguncang”
42
EPISODE 42 — “Harga Sebuah Nama”
43
EPISODE 43 – “Sisi yang Tidak Terlihat”
44
EPISODE 44 — “Bayangan di Balik Cahaya”
45
EPISODE 45 — “Benang yang Terurai”
46
EPISODE 46 — “Permainan Terbalik”
47
EPISODE 47 — “Langkah Pertama Emma”
48
EPISODE 48 — “Kebocoran”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!