"Aku belajar untuk mencintaimu, tapi balasan cinta itu justru datang dari kakakmu." Liora Esha Maharani.
...✳️✳️✳️...
Haikal terkejut saat keluar dari kamar mandi dan tidak mendapati Liora ada dikamar. Dia pasti akan dalam masalah besar jika ayahnya sampai melihat bekas tamparan diwajah Liora. Berbeda dengan dirinya dan mamanya, ayahnya sangat menyayangi Liora sebagai menantu di keluarga mereka.
Selesai mengganti pakaiannya dengan piyama, Haikal akhirnya memutuskan untuk turun dan mencari keberadaan istrinya. Dapur, halaman belakang rumah, semua Haikal sambangi, namun dia tetap tidak melihat keberadaan Liora dirumah itu.
"Liora, kamu dimana, Sayang?" Haikal terus memanggil nama istrinya, tidak mungkin Liora pergi dari rumah malam-malam begini. Selain itu penjagaan di pintu gerbang juga sangat ketat, jika Liora keluar pasti akan ada yang melapor padanya.
Saat melewati kamar Marvin, Haikal memutuskan untuk menyapa kakaknya terlebih dahulu karena dia belum sempat bertemu Marvin sejak Marvin datang kerumah itu tadi siang.
Tok... Tok... Tok...
Sementara itu, keintiman tengah terjadi didalam kamar. Liora berusaha tetap menjaga kewarasannya saat Marvin menghisap kuat kulit lehernya, kedua tangannya memukuli bahu Marvin dan berusaha mendorongnya dengan tenaga yang dia miliki.
"Sshhh... Kak Marvin... Tolong jangan seperti ini..." mohon Liora dengan suara tercekat.
Marvin menjauhkan wajahnya, menatap puas pada hasil karya yang baru saja dia buat dileher adik iparnya.
"Kak Marvin, apa kakak sudah tidur?" Suara Haikal kembali terdengar, menambah kepanikan diwajah Liora.
Marvin menatap ke arah pintu sebentar, kemudian mengarahkan kembali pandangannya pada Liora yang masih berada di bawah kungkungannya.
"Tolong jangan beritahu kalau aku ada disini," pinta Liora dengan tatapan memohon.
"Berdirilah dibelakang pintu," tunjuknya dengan dagunya, lalu dia beranjak bangun dengan diikuti oleh Liora.
Setelah memastikan Liora berdiri di belakang pintu seperti perintahnya, Marvin membuka pintu kamarnya dan tersenyum pada Haikal saat melihat adiknya yang kini sedang berdiri di hadapannya.
"Ah, kak Marvin!" Keduanya saling berpelukan sebentar untuk sekedar berbasa-basi. "Maaf tadi aku tidak sempat ikut menjemput Kakak di bandara, pekerjaan dikantor sedang menumpuk." ucap Haikal kemudian.
"Tidak masalah," jawab Marvin. "Apa yang sedang kamu lakukan dibawah jam segini?" lanjutnya bertanya.
"Oh, aku... Aku sengaja turun untuk menemui Kakak," terpaksa Haikal berbohong, tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya jika dia sedang mencari keberadaan istrinya yang tiba-tiba menghilang dari kamar setelah dia menamparnya.
"Kalau begitu ayo masuk, kita ngobrol-ngobrol didalam," ajak Marvin.
Mata Liora terbelalak, jantungnya berdetak semakin cepat. Bisa-bisanya Marvin malah menawarkan Haikal untuk masuk sementara ada dirinya yang sedang bersembunyi di belakang pintu.
"Besok-besok saja ngobrolnya, Kak." tolak Haikal. "Sekarang aku harus kembali ke kamar, istriku sudah menunggu. Kakak sudah bertemu dengannya kan? Namanya Liora."
"Ya, aku sudah bertemu dengannya. Dia cukup cantik, dan..." ekor matanya melirik ke arah Liora sebentar. "Jangan dianggurin, atau aku akan merebutnya darimu."
Haikal tertawa, menepukkan tangannya ke lengan Marvin. "Kak Marvin bisa aja. Ya sudah, aku balik ke kamar dulu, istriku sudah menungguku."
Akhirnya Liora bisa bernapas lega saat mendengar suara langkah Haikal pergi. Marvin menahan tubuh Liora setelah menutup pintunya, menghimpit tubuh adik iparnya dibelakang pintu.
"Tunggu dua menit, dia masih ada dibawah. Jika kamu keluar sekarang, dia akan melihatmu." ucap Marvin dengan suara setengah berbisik.
Liora menurunkan pandangannya, merasa tidak nyaman dengan posisi mereka sekarang. Tangan Marvin meraih dagu Liora, membawa tatapan mereka kembali bertemu, mereka saling menatap dalam waktu yang cukup lama.
Marvin mendekatkan wajahnya secara perlahan dengan tatapan mengunci bibir Liora. Hembusan napas kakak iparnya bahkan bisa Liora rasakan menyapu kulit wajahnya saat jarak wajah mereka hanya tinggal sejengkal.
"Jangan kurang ajar, Kak!" Liora mendorong cepat tubuh Marvin saat bibir mereka nyaris bersentuhan. "Aku ini adik iparmu, jadi tolong jaga sikapmu."
Liora membuka pintu kamar Marvin dengan gerakan kasar dan keluar dari sana dengan wajah kesal dan napas tersenggal. Sesampainya di kamar, Haikal sudah menunggunya. Suaminya itu langsung menghampirinya begitu dia menutup pintu.
"Kamu dari mana saja? Aku mencarimu sejak tadi," tanya Haikal, kali ini dia berbicara dengan nada lembut dan penuh perhatian supaya Liora tidak mengadukan apa yang dia perbuat sebelumnya pada ayahnya.
"Aku dari halaman belakang," jawab Liora ngasal.
"Tapi tadi aku dari sana dan tidak melihatmu," Haikal yakin tadi dia sudah mencari di semua tempat dirumah itu dan tidak melihat Liora dihalaman belakang.
"Mungkin saat itu aku sudah pergi ke dapur," kilah Liora, berusaha untuk menutupi kegugupannya. "Aku lelah, aku mau tidur."
"Tunggu." Haikal menahan lengan Liora saat wanita itu hendak melewatinya, "Leher kamu kenapa?" tanyanya saat melihat seperti ada bekas gigitan dileher istrinya.
Liora langsung menutupi lehernya dengan tangan, "Ah, tadi... Tadi ada binatang kecil yang terbang dan menggigit leherku saat aku sedang ada halaman belakang."
"Aku tidur duluan," Liora langsung berjalan ke arah ranjang sebelum suaminya bertanya terlalu jauh, membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke perut. Menit berikutnya Haikal ikut menyusul dan berbaring disampingnya.
"Aku minta maaf soal tadi," Haikal memiringkan kepalanya, menatap Liora yang tidur dengan memunggunginya. "Tolong jangan adukan soal kejadian tadi pada ayahku."
"Aku bukan anak kecil yang suka mengadu," jawab Liora dingin. "Jadi kamu tidak perlu khawatir soal itu."
Liora mulai menutup matanya, bayangan saat tadi bersama Marvin mulai berputar di kepalanya. Malam ini dia benar-benar dibuat senam jantung gara-gara ulah kakak iparnya itu, bahkan dia sempat melupakan pertengkarannya dengan suaminya. Untungnya Haikal percaya-percaya saja saat dia mengatakan jika tanda yang ada dilehernya itu adalah bekas gigitan binatang. Jika tidak, maka tamatlah riwayatnya.
📍
📍
Pagi-pagi sekali Nyonya Maria sudah berdebat dengan suaminya didalam kamar. Nyonya Maria merasa keberatan jika kepemimpinan perusahaan akan dialihkan ke Marvin.
"Papanya Eliza adalah pemegang saham terbesar di perusahaan. Setelah beliau meninggal, kepemilikan saham dialihkan ke anaknya, dan sekarang ke cucunya karena Marvin sudah dewasa." beritahu Tuan Arthur.
"Tapi ini tidak adil untuk Haikal, Mas. Marvin baru datang dan akan bergabung tapi kamu lebih mempercayai dia untuk memimpin perusahaan ketimbang Haikal!" nyonya Maria memprotes keputusan suaminya.
"Selama ini Marvin memimpin perusahaan yang bercabang di Australia, dia jauh lebih berpengalaman dan lebih bisa untuk diandalkan ketimbang Haikal." Tuan Arthur tetap pada keputusannya.
"Tapi Haikal juga anak kita, kamu harus memprioritaskan dia!" sahut Nyonya Maria dengan raut kesalnya "Sekarang Haikal sudah menikah, kamu jangan lupakan janji kamu, Mas!"
"Aku tidak akan lupa dengan janjiku. Haikal akan tetap bekerja di perusahaan, tapi dibawah kepemimpinan Marvin." tegas Tuan Arthur.
"Pokoknya aku tidak terima! Haikal harus tetap jadi Presdir di perusahaan!"
Nyonya Maria merasa kecewa dengan keputusan suaminya, wanita itu keluar dari kamar dengan wajah kesal. Dimeja makan, semua orang sudah menunggu mereka, Liora langsung berdiri saat melihat kedatangan Ayah mertuanya dan membantu mendorongkan kursi rodanya sampai ke meja makan.
Marvin datang dengan membawa dasi ditangannya, "Audrey, tolong bantu Kakak pasangkan dasi," perintah Marvin pada adiknya yang sedang mengunyah rotinya. Saat di Australia biasanya ibunya yang selalu memasangkannya.
"Aku nggak bisa, Kak." jawab Audrey, "Kak Liora saja, dia bisa pasang kok." Audrey menatap ke arah Liora yang masih berdiri di belakang Tuan Arthur.
"Sayang, kamu tolong bantu kak Marvin pakai dasi," perintah itu datang dari Haikal yang sedang duduk di sana dan sedang menyantap sarapan paginya.
Liora mengangguk dan berjalan perlahan ke arah Marvin. Dia mengambil alih dasi ditangan Marvin tanpa berani menatapnya. Waktu seakan berjalan lambat bagi Liora saat dia mulai memasangkan dasi itu dileher Marvin, sementara debaran jantungnya berdetak sangat kencang.
"Leher kamu... kenapa?"
Pertanyaan Marvin membuat aktivitas Liora terhenti, dia mengangkat kelopak matanya hingga pandangannya bertemu dengan mata Marvin. Apa maksud Marvin bertanya seperti itu padanya? Tanda itu dibuat oleh Marvin semalam, apakah dia sengaja ingin mempermalukannya?
"Itu bekas gigitan binatang. Semalam Liora digigit oleh binatang kecil saat sedang cari angin segar kehalaman belakang rumah," Haikal lebih dulu menjawab, dia menoleh sebentar ke arah Marvin dan Liora yang sedang berdiri kemudian kembali fokus dengan makanannya.
"Marvin tersenyum tipis, merasa puas dengan ekspresi terkejut Liora. "Gigitan binatang atau... Gigitan manusia?" bisiknya pada Liora yang membuat wanita itu terkejut dan menatap tajam padanya.
📍
📍
📍
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Zuri
mampir di karya baruu... cemunguttt/Determined//Determined//Determined/
2025-10-06
1
Zuri
gigitan dari kucing garong🤣🤣
2025-10-06
1
Zuri
bahaya emang kalo model gini
2025-10-06
1