Chapter 4

Boneka itu ku simpan dalam lemari,agar aku tidak terus dirundung kesedihan.

"Gerah!," ucapku,aku masuk kamar mandi.

....

"Segar!!," lirihku,aku merebahkan tubuhku.Menatap langit - langit kamar.Kulihat jam dinding,"Baru pukul 2 siang," ucapku,tak terasa kantuk menyerang.

Satu setengah jam kemudian....

Ku kucek ke dua mataku,lalu duduk ditepi ranjang.Aku berjalan menuju balkon kamar yang terdapat tiang panjang yang menancap ke tanah.Fungsinya adalah ketika terjadi kebakaran kami bisa keluar lewat tiang ini,tiang ini berada di setiap balkon atau jendela kamar.

Di bawah 4 pengawal muda yang seumuran denganku sedang istirahat setelah berjaga.Aku turun melewati tiang itu.

"Kok ada aroma jasmine tea ya?," ucap salah satu dari mereka,Pandu."Apa kabar semuanya?," sapa ku,sontak mereka langsung berdiri dan memberi hormat.

"Selamat sore nona muda!," sapa mereka berempat,Pandu,Malik,Aji,dan Raga."Kumat lagi!,jangan panggil aku nona muda,namaku Reyna!.Panggil aku Reyna!," ucapku memecah kecanggungan kami.Mereka berusaha keras menahan tawa,"Kalau mau ketawa,ketawa aja sebelum dilarang," ucapku ikut meleseh di rumput hijau.

"Maaf nona-," ,"Sudah ku bilang,jangan panggil aku nona!!.Kita ini teman," ucapku lagi."Tapi itu tidak sopan!," jawab mereka. "Oh ayolah,kalian membuatku serasa tidak punya teman lagi," ucapku berakting.

"Maaf!," ucap mereka serempak."Bagaimana kabar kalian?," tanyaku sambil mencoba berdiri. "Kami baik....Rey," ucap Pandu,melirihkan namaku.

"Bagaimana kabarmu sendiri Rey?," ucap Aji antusias,dia lah yang paling banyak bicara dan enjoy dari yang lain.Pandu, Raga,dan Malik sama kakunya.

Aku merentangkan kedua tanganku.Dengan senang hati Aji memelukku,sedang mereka.Mereka malah melotot melihat tingkah Aji."Kemarilah,kalian tidak ingin memelukku?," ucapku.

Lalu mereka berjalan dan memelukku,rasa yang sama.Aku melepas pelukan,"Bisa kalian mengajakku keliling perumahan?," ucapku. "Bisa,kamu tunggulah disini aku akan meminta izin tuan," ucap Pandu

"Tidak,biar aku saja.Aku yang mengajak,aku yang bertanggung jawab!," tegasku melangkah pergi menemui ayah."Reyna masih sama ya!," ucap Aji,Pandu dan yang lain mengangguk setuju.

.....

Kami berlima sedang menyusuri jalan perumahan, terdengar siulan remaja yang seumuran dengan kami,bermaksud menggoda ku.

"Bagaimana?,masih sering mimpi buruk?," tanya Aji."Tidak,hanya saja sering nyeri di perut," jawabku.Aji melihatku,"Bagaimana dengan perkuliahanmu?," tanyanya lagi."Tentu sudah lulus,kalau belum mana mungkin aku bisa pulang dan ada disini!," jawabku,mereka terkekeh pelan."Oh ya,kata Bi Sukma nanti malam ada acara lesehan di luar.Kalian gabung aja,kata Bi Sukma sih buat penyambutan ku," ucapku.Mereka mengangguk.

"Eh siapa tuh?," tanya ku."Itu Pak Mandir,kepala perumahan disini sekaligus lurah," jawab Pandu.Orang yang bernama Pak Mandir itu terus menatapku dari kejauhan."Risih ya,emang gitu sih Pak Mandir.Ada anak gadis lewat depannya pasti dipelototin," ucap Malik."Dia juga bujang lapuk.Umurnya sekitar lima puluhan," timpal Raga.

Aku mendengus lucu.Pak Mandir datang mendekat,"Eh,ada Neng cakep!," tegur Pak Mandir dengan genitnya,membuatku geli sendiri.Sedang Raga,Malik,Aji,dan Pandu langsung menjadi tameng ku.

"Ya Tuhan,pak bujang lapuk beraksi lagi.Reyna mesti dilindungin!," batin Raga.Aku geli dengan reaksi Raga."Eh ada Pak Mandir, selamat sore pak!," tegur Aji."Eh,Nak Aji.Sore!," balas Pak Mandir, seperti nya dia tidak suka dengan Pandu,Malik,Aji,dan Raga.

"Neng cakep namanya siapa?," tanya Pak Mandir dengan kedipan genitnya.

"Pfft!," aku menahan tawa geli yang akan keluar. "Oh,kenalkan dia Reyna pak,temen kita," ucap Raga menengahi.

"Bocah ingusan,ganggu aja!," umpat Pak Mandir dalam hatinya."Wah parah nih,pengawal gagah berani gitu dibilang bocah ingusan!" batin ku.

"Cihh, bapak - bapak reyot and peyot ganggu.Merusak pemandangan wae!," umpat Raga.

"Kenalkan saya Mandir Tamvan,lurah disini!," ucapnya mengulurkan tangan dengan percaya dirinya."Apa!,Mandir Tamvan!.Wah gaul juga nih si Bujang Lapuk!," gumam Pandu.

"Ni bujang lapuk,kelamaan jomblo jadi konslet nih saraf otaknya!," gumam Malik,aku yang mendengar perang batin ini hanya bisa menelan tawa.

"Saya Reyna pak,baru pindah dari Korea Selatan!," ucapku membalas ulurannya. "Korea Selatan ngendi kui?," tanya nya dengan logat Jawa."Itu negara di Asia Timur pak!," jawab Raga.

Pak Mandir melirik sinis Raga dan Raga tak kalah sinis menatap Pak Mandir.Melihat situasi makin rumit aku pun angkat bicara.

"Salam kenal dari saya Pak Mandir, kalau begitu kita permisi dulu!," pamit ku menarik lengan Raga dan berlari."Neng biar saya antar keliling perumahan!," teriak Pak Mandir mengejar kami,wah dia benar - benar tidak patah semangat.

"Bujang lapuk ngapain sih ngejar!," gerutu Pandu.

Kami terus berlari dan tentunya jadi pusat perhatian.Untungnya ada kerumunan orang - orang yang demo di sebuah konveksi.

Kami masuk ke dalam kerumunan."Aman kan?," tanya Raga."Aman,aman!," jawab Pandu."Ini ada apa?," tanyaku penasaran."Biasa,pedagang protes.Semenjak konveksi ini berdiri, pelanggan mereka sepi.Tapi kalau dilihat kualitas dari konveksi ini,bagus sih," jawab Malik.

Aku manggut - manggut mengerti."Eleh pasti kau pakai pengelaris kan!," ucap seorang ibu - ibu, sepertinya dia provokator disini.

Pemilik konveksi hanya bisa menunduk dan menangis,aku tak tega dan berjalan mendekatinya bersama penagawal muda.

"Berhenti!!," ucapku dengan dengan suara lantang dan dingin ku .Senyap,tidak ada yang berani bicara.Mereka takut dengan sorot tajam mata ku."Si,si,sia,siapa kau?!," tanya seorang pedagang dengan suara gemetar.

"Apakah kalian tidak bisa bicara baik - baik!," sarkas ku."Dia merebut konsumen kami!," ucap pedagang yang lain dengan takut."Kenapa tidak kerja sama saja?," tanya ku dengan suara normal.

"Apakah mereka tidak mengerti arti kata makhluk sosial,sampai rela demo seperti ini," pikirku.

"Kerja sama,bagaimana?," tanya mereka."Kalian membeli baju dari konveksi ini.Terus didistribusikan dengan harga pasaran,mengerti?!," tanyaku,mereka mengangguk mengerti."Jadi permasalahannya selesai!,silakan berjabat tangan tanda perdamaian!," ucapku.Mereka bersalaman dengan pekerja konveksi dan pemiliknya.

"Nak siapa namamu,kami belum pernah melihatmu?," tanya ibu provokator tadi."Saya Reyna,sebenarnya dulu saya tinggal disini.Dan hari ini saya baru pulang dari Korea Selatan," jawabku santai.

Mereka berpikir sejenak,"Setau ku,anak yang tinggal disini dan pergi ke Korea itu anaknya Pak Adipura," ucap ibu provokator tadi.

Lalu matanya melotot,"Jangan bilang ini anak gadis nya Pak Adipura lagi!!," teriaknya.Pedagang yang lain ikut melotot,"Apa?,kenapa semuanya melotot?," pikirku,aku mengahadap belakang untuk mencari jawaban dari ke tiga pemuda ini.

Mereka mengangakat bahu,Aku mundur teratur mengantisipasi hal yang mungkin terjadi."Selamat datang nona muda!!!," ucap mereka serempak.

Aku mencoba menguasai diriku,"Tenang,Rey,tenang," gumamku.Aku membungkuk membalas salam mereka.

"Saya mohon undur diri!," ucapku lagi dan berlalu pergi.

"Aneh ya mereka," ucapku."Bukannya aneh tapi mereka seperti itu,karena bentuk menghormati keluargamu!," ucap Malik.

"Keluarga ku,keluarga mu!," tegas ku.Mereka tersenyum,namun.."Neng geulis!!," teriak si Bujang Lapuk,Pak Mandir.

"Aduh si Bujang Lapuk ngapain lagi coba?," gerutu Aji,namun kami berhenti.Anggap saja bentuk sopan santun kami sebagai anak muda."Rey kenapa berhenti?,males banget ngladenin MT," ucap Pandu, kini dia mulai sedikit santai."MT?," tanyaku."Mandir Tamvan!," ketusnya kala mengucapkan nama Si Bujang Lapuk.

"Neng geulis,neng ayu.Kenapa tadi lari?," tanya Pak Mandir dengan napas ngos - ngosan."Ahh,itu kami lagi buru - buru!," Aji menyambar pertanyaan Pak Mandir. Pak Mandir menatap sinis ke arahnya,namun Aji hanya masa bodoh.

"Ah ya neng,tadi bapak cari Gogel soal Korea Selatan. Ibu kotanya Sol (Seoul)?," ucapnya. Aku mengangkat alis kanan."Sol?," ucapku dan ke empat pemuda ini.

"Iya,Sol!," ucapnya lagi."Seoul pak,Seoul.Bukan Sol!," ketus Pandu.

"Suka - suka saya dong,ini mulut saya!," balas Pak Mandir tak kalah ketus.Pandu dan Pak Mandir berdebat.Aku geleng - geleng kepala.Aku melihat pohon mangga yang tak jauh dari sana.Yang biasa dipetik warga setempat.

"Stt,pohon mangga tuh!," bisikku pada Malik,Aji,dan Raga. Mereka menatap pohon mangga,lalu mengangguk."Neng boleh dong main ke rumah Bapak Mandir yang tamvan ini!," ucap Pak Mandir menaik turunkan ke dua alisnya.Terbesit ide jahil,"Boleh pak,tapi saya mau makan mangga. Rencananya kami tadi cari penjual mangga,mau bikin rujak," ucapku.

"Kesempatan nih buat deketin neng geulis. Apapun yang neng minta bapak jabanin!," ucapnya dalam hati.

"Ayo!!,kita petik ,saya yang manjat!!,"

••••••••

Thank you.

Tbc.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!