Saryat mengganti pakaiannya yang sudah kotor dengan pakaian bersih, bukan pakaian mewah, tetapi hanya sekedar kaos oblong murahan, yang terpenting dapat menutupi dari rasa dingin saat malam hari menjelang subuh.
"Kang, kita pergi ke acara hiburan gamelan ditetangga sebelah, Yuk." ajak Ayu, yang saat ini mulai tumbuh menjadi remaja yang cukup manis.
Ia menyuapkan makan malamnya dengan nasi yang masih mengepulkan asap, dan tak lupa ia memilik keraknya yang disiramkan dengan kuah sayur umbut lengkuas, yang merupakan makanan khas Jatinegara.
Nasi kerak itu ia nikmati langsung dari periuk yang menghitam bagian bawahnya, karena proses memasak yang menggunakan kayu bakar, dan sampai sekarang masih dilestarikan.
"Yu, tuang nasinya ke piring, gak boleh makan langsung dari wadah pemasaknya, nanti kalau kamu dirias jadi pengantin gak kelihatan aura panglingnya," pesan Tainah kepada puterinya.
Mendengar hal tersebut, Ayu bergegas menuangkan nasi ke piring, sebab ia tidak ingin terlihat biasa saja saat hari pernikahannya tiba.
"Siapa juga yang mau dengan gadis bawel seperti kamu, Yu," ledek Saryat, mencoba menggoda sang adik.
Hal itu membuat Ayu cemberut dan memasang wajah masam. "Kang Saryat ini, doain adiknya itu yang bener, supaya dapat wong sugih, dan tampan rupawan," omelnya seketika.
"Kamu ini, Yat. Lagi makan jangan ribut, gak baik, ayo habisin," titah sang ibunda yang sudah sangat kebal dengan keributan kedua anaknya.
Saryat hanya nyengir dan mempercepat makannya.
"Kang, kita ke desa sebelah, ya. Aku mau liat gamelan," rengek Ayu sekali lagi, sebab tak mendapatkan jawaban saat tadi.
"Kakangmu capek, Yu. Tadi seharian bekerja dan pengen istirahat," tolak Saryat dengan halus. Meskipun sejujurnya ia menghindari acara gamelan tersebut, karena tak ingin nantinya saat disana bertemu Kang Suta dan Sarimah yang juga sedang menonton, dan pastinya membuat ia sangat sakit hati.
Untuk menjaga perasaannya, ia lebih baik mengurungkan niatnya untuk pergi kesana.
"Ayolah, Kang. Acara seperti ini tidak selalu ada, dan hanya orang kaya saja yang dapat mengadakannya," rengek Ayu lagi, dan tak mau menyerah meluluhkan hati sang kakak lelakinya.
Tainah merasa tak tega melihat puterinya yang tampak sangat teringin untuk pergi menonton hiburan.
"Bawalah adikmu, Yat. Kasihan dia, dan disana pasti banyak para gadis dari desa lain yang juga menonton, kamu bisa mencari kenalan disana," Tainah memberikan dukungan pada Ayu, agar Saryat memenuhi keinginan puterinya.
Mendengar ucapan si Mbok nya, Saryat tak dapat menolaknya, sebab bagaimanapun, Tainah adalah wanita yang sangat dihormatinya, dan ia mengabaikan perasaannya demi wanita yang sudah melahirkannya.
"Iya, Mbok." ucapnya datar dan lemah. Bayangan wajah Sarimah dan Kang Suta sudah terlintas dibenaknya, dan ia harus mempersiapkan mentalnya untuk menahan rasa perih yang pastinya akan mengiris hatinya.
"Horee," sorak Ayu, ia sangat kegirangan, lalu bergegas membersihkan piring kotor ke dapur, dan bersiap dengan cepat.
Rambut dikepang dua, dengan polesan bedak tabur merk viva berwarna merah bata dan lipstik berwarna merah sudah sangat cukup untuk masa itu, tanpa harus menggunakan dempul tebal.
Saryat menukar pakaiannya menggunakan kemeja kotak-kota lengan panjang, dan celana komprang yang dibagian bawahnya mengembang bagaikan payung.
Sedangkan Ayu menggunakan tunik yang juga kembang payung, dengan motif mawar yang berukuran besar berbahan kain katun.
"Ayo," ajak Saryat pada Ayu, dan disambut senyum girang oleh sang adik.
"Mbok, Ayu dan Kang Saryat pergi dulu," ucap sang gadis dengan riang.
"Iya, hati-hati, dan jangan kemalaman," pesan Tainah pada kedua anaknya.
Saryat memasang api obor sebagai penerangan, dan mereka harus menanjaki bukit dan turun bukit untuk tiba disana.
"Semoga saja tidak turun hujan," doa Saryat dengan memohon pada Sang Kuasa.
****
Suara gamelan terdengar mengalun dengan sangat lembut. Seorang sinden menyanyi dengan suara yang mendayu dan menghipnotis para penonton yang terpaku pada sosok sinden berkebaya ketat dan membetuk pekuk tubuhnya.
Ayu masih berada disisi kiri Saryat. Namun saat teman remaja sebayanya yang ternyata juga ikut menonton menghampirinya, ia meminta ijin untuk pergi sejenak.
"Kang, aku jalan dengan Tini dan Iyem, ya?" rengeknya pada sang kakak.
"Jangan jauh-jauh, akang tunggu disini, kalau kelamaan akang tinggal pulang," ancam Saryat.
"Nanti kami pulangnya bareng, akang disini saja, jangan kemana-mana," Ayu balik mengancam, dan hal itu membuat Saryat hanya dapat mengalah.
Setelah kepergian Ayu dan teman-temannya, Saryat memilih duduk diatas bongkahan kayu, dan menatap sinden berwajah cantik yang sedang mendendangkan lagu khas jawa kuno dengan bahasa yang sangat halus. Sebuah lagu Lir Ilir yang ditembangkan membuatkan Saryat diam terpaku dan merenungi.
Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon
Penekno blimbing kuwi
Sepenggal lagu Li Ilir yang dinyanyikan oleh sinden dan terdengar mendayu dihati Saryat, bahwa hal itu mengingatkannya untuk bekerja lebih keras jika ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Saat tak terduga. Ia melihat Kang Suta dan Sarimah sedang berjalan beriringan sembari mengobrol dan berhenti ditempat pedagang martabak.
Ternyata Kang Tejo memberi ijin puterinya dibawa Kang Suta untuk nonton gamelan.
Suta membeli tiga porsi martabak manis. Saryat merasa sangat sedih, sebab jika ingin mendekati seorang gadis, maka pertebal lah uangmu, karena mereka tidak kenyang dengan rayuan gombal dan cuma makan angin saja.
Trik yang dilakukan Kang Suta cukup jitu. Bahkan ia menambah dua porsi lagi, dan itu akan diberikan sebagai oleh-oleh untuk calon mertuanya.
Wajah ayu Sarimah yang terbias lampu pijar yang dihasilkan oleh genset, membuatnya semakin begitu mempesona.
Saryat merasakan sesak didadanya. Rasa cintanya pada sang gadis sudah membuatnya lemah saat didepan matanya, gadis itu bercanda mesra dengan Suta yang jarak usia mereka cukup jauh.
"Apakah aku harus sadar diri? Atau pasrah, atau mungkin berjuang mendapatkannya?" gumam Saryat ditengah hatinya yang patah dan rapuh.
Sungguh sakit tak berdarah, saat melihat semuanya. Ia hanya diam termangu, melihat kedua sejoli itu pergi meninggalkan penjual martabak setelah mendapatkan pesananya.
Sssssttttsss....
Tiba-tiba Saryat mendengar suara desisan ular yang tak jauh dari sisinya.
"Hah!" ia kembali tersentak kaget. Lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari dimana ular tersebut.
"Suaranya sangat jelas, dan ini sangat bahaya jika sampai menggigit para penonton." gumanya, lalu mengamati setiap sudut lokasi, tetapi tidak ada yang terlihat hewan reptil tersebut.
"Si Ayu kemana, sih? Kenapa belum juga datang kemari, aku mengantuk, dan juga capek. Capek hati dan juga badan." keluhnya dengan lirih.
Terlihat dikejauhan, Suta dan Sarimah menuju pulang dengan menggunakan lampu senter yang mana pada masa itu sudah sangat mewah, sebab yang lainnya masih menggunakan obor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🏡s⃝ᴿyulia☘𝓡𝓳
hoalah.... suriyat... suriyat ... lagu sebelum berkembang....
kan jadi pesimis kalau orang nggak punya tuh...
kok jadi ingat seseorang ya.../Facepalm//Facepalm/
2025-10-04
4
❤️⃟Wᵃf🏡s⃝ᴿyulia☘𝓡𝓳
🤣🤣🤣🤣 rayuan gombal nggak bikin kenyang kk Siti... yg ada masuk angin.... diajak nonton diluar tapi nggak dikasih makan.../Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-10-04
5
Zahraini Annisa 😘 V3
Saryat dh di incar sama si ular betina nich 🤣🤣
2025-10-03
3