CEO DAN GADIS TULALIT
"Maukah kau menikahi putriku, nak?" tanya seorang ibu yang saat ini sedang mengalami kecelakaan. Ia ditolong seorang CEO muda yang bernama Zain yang kebetulan berada di lokasi kecelakaan.
"Bunda, jangan tinggalkan Zara bunda...! pekik seorang gadis yang berusia 18 tahun namun masih mengenakan seragam SMA.
Zara adalah gadis yang memiliki keterlambatan berpikir. Namun tubuhnya cukup mendukung dengan kepolosan nya. Pikirannya setara dengan gadis yang masih berusia 15 tahun.
Isak tangis Zara memenuhi ruangan itu saat dirinya baru saja dinikahi oleh Zain Raihan Indra Wibowo. Awalnya Zain menolak permintaan nyonya Sarah karena ia sendiri sudah memiliki kekasih.
Namun mengetahui siapa sebenarnya nyonya Sarah, iapun berubah pikiran karena perusahaannya sendiri saat ini sedang goyah. Ia butuh suntikan dana yang tidak sedikit. Perusahaan milik nyonya Sarah menjadi pilihan terakhirnya baginya untuk kembali bangkit.
"Bundaaaaaa.....!" teriak Zara begitu suster menutupi wajah ibundanya yang sudah menghembuskan nafas terakhir.
Zain memeluk tubuh mungil itu dan menenangkan Zara yang merupakan istri kecilnya yang baru dinikahinya.
"Om, Zara mau bersama bunda. Zara hanya punya bunda...!" ucap Zara persis seperti anak kecil dengan sesenggukan.
"Zara sekarang sudah bersama saya, kenapa Zara menangis? Zara harus iklas melepaskan bunda," bujuk Zain menenangkan Zara.
"Tidak mau. Zara tidak kenal sama om. Zara mau bunda," pekik Zara membuat Zain harus menahan dirinya saat ini karena ia selama ini tidak suka dengan gadis cengeng.
"Zara. Apakah kamu tidak ingat kalau kita baru saja melangsungkan pernikahan? Itu berarti kamu adalah tanggungjawab ku sekarang," ucap Zain yang belum tahu jika ia sedang berhadapan dengan seorang gadis yang telat mikir alias tulalit.
"Tuan Zain Raihan. Apakah kita bisa bicara sebentar?" tegur pengacara Gunawan. Pengacara Gunawan adalah pengacara khusus di perusahaan milik nyonya Sarah.
"Baiklah." Raihan mengikuti langkah pengacara Gunawan keluar dari ruang rawat nyonya Sarah karena tempat itu sudah tidak ada lagi pasien. Namun Zara masih menangis di sofa panjang karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini.
"Tuan, ada yang harus saya katakan pada anda bahwa istri anda yaitu nona Zara mengalami kemunduran berpikir yang tidak sesuai dengan usianya.
Walaupun saat ini usianya sudah menginjak 18 tahun namun pikirannya masih seperti anak usia 15 tahun. Jadi saya harap anda jangan dulu memaksanya untuk memperlakukan dirinya layaknya seorang istri," jelas tuan Gunawan membuat Zain tercengang.
"Jadi aku menikahi wanita tulalit?" Zara menepuk jidatnya karena ia baru paham apa yang baru saja terjadi barusan. Bagaimana ia sulit sekali membujuk istri kecilnya itu.
"Nyonya Sarah akan menyerahkan sebagian warisannya untuk menantunya yang siap menjaga putrinya. Namun jika di lain hari anda mencampakkan putrinya maka, harta yang sudah anda miliki akan diambil alih kembali oleh istri anda Zara. Besok anda bisa ke perusahaan nyonya Sarah untuk menandatangani beberapa kontrak perjanjian pernikahan," ucap pengacara Gunawan.
Zain tidak bergeming. pikirannya masih tertuju pada istrinya Zara yang memiliki keterlambatan berpikir yang tidak sesuai dengan usianya atau retardasi.
Retardasi mental atau sekarang sering disebut disabilitas intelektual atau tunagrahita, adalah kondisi gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan seseorang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari seperti ketrampilan sosial, ekonomi dan komunikasi.
...----------------...
Ditempat pemakaman, lagi-lagi Zara meratapi kematian ibundanya di atas pusara. Ketiga sahabatnya Zara mencoba membujuk gadis imut itu namun rasanya sia-sia.
"Zara. Bunda loe udah tenang di alam kubur...! Jangan terus meratapi kepergian nya, kasihan bunda loe nggak tenang di alam sana," bujuk Andin.
"Zara mau bersama bunda. Zara takut tinggal sendiri. Tidak ada yang menyayangi Zara selain bunda," ucap Zara kembali meraung.
"Ada kami bertiga yang akan menjaga dan menemani kamu kok. Kami siap nginap di rumah kamu agar kamu tidak kesepian," bujuk Inara.
"Aku tidak mau kalian. Aku ingin bersama bunda ku. Pergi dari sini....! Aku tidak mau melihat kalian...!" usir Zara membuat kepala pelayan Zara yaitu bibi Vera meminta ketiga gadis itu meninggalkan Zara.
"Maaf nona-nona...! Biarkan nona Zara sendirian saat ini. Ia butuh waktu untuk menerima kematian ibunya. Silahkan kalian pulang...!" ucap Bibi Vera.
"Baik bibi. Maafkan kami. Kalau begitu kami permisi dulu...!" ucap Naila.
Raihan yang sejak tadi diam menghampiri istrinya itu. Ia membangunkan Zara yang masih bersimpuh di atas pusara ibunya yang penuh dengan taburan bunga.
"Ayo sayang, kita pulang...! Kamu tidak sendiri karena ada aku yang akan menggantikan bundamu," ucap Zain membuat Zara menghentikan tangisnya dan menatap wajah Zain dengan tatapan sendu.
"Emangnya om siapa? Kenapa Zara harus bersama Om? Kata bunda Zara tidak boleh ikut sama orang yang tidak dikenal," ucap Zara sesekali terisak.
Zain menarik nafasnya agar tidak terpancing emosi menghadapi gadis seperti Zara. Padahal sudah berapa kali ia harus menjelaskan kepada Zara tentang status mereka.
"Nona Zara. Sekarang, om ini adalah suami kamu sayang. Kamu boleh tinggal dengannya. Nona mau tinggal di rumah nona atau di rumah om ini?" tawar bibi Vera.
Zara masih belum paham tentang hubungan suami istri dalam arti yang sebenarnya. Ia sedang berpikir sesaat untuk meloading informasi yang baru ia terima.
"Apakah suami istri itu seperti dua orang yang menjadi orangtua? Ayah dan bunda? Seperti itukah?" tanya Zara.
"Benar nona. Seperti ayah dan bunda nona," jelas bibi Vera terlihat sabar.
Zara melihat lagi wajah Zain yang terlihat seperti kulkas empat pintu. Lalu mencoba menerima status itu sebagai hal baru yang harus ia perankan.
Tanpa banyak bicara, Zain langsung menggandeng tangan Zara menuju mobilnya. Ia cukup lelah menghadapi kekacauan seharian ini untuk mengurusi orang yang baru ia kenal dan kini menjadi bagian dalam hidupnya seorang gadis tulalit.
"Om. Kita mau ke mana?" tanya Zara saat melihat mobil mewah itu tidak melintas ke arah rumahnya.
"Ke rumahku. Kamu harus berkenalan dengan keluargaku. Ada kedua orangtuaku dan juga nenekku. Aku juga anak tunggal sama sepertimu," jelas Raihan tanpa melihat wajah cantik istri kecilnya.
"Apakah mereka akan menyukaiku?" tanya Zara polos.
"Tergantung sikapmu..!" ketus Zain.
"Kata bunda Zara harus sopan pada orang yang lebih tua," ucap Zara kembali sedih.
"Bagus." Zain bersandar di jok mobil dan memejamkan matanya. Asisten pribadinya Chiko mengantar pasutri itu ke mansion mewah milik orangtuanya Zain.
Tidak lama kemudian mobil itu sudah memasuki kediaman Zain. Pria tampan itu turun duluan lalu diikuti oleh Zara yang sedang menatap bangunan mewah itu.
"Sama rumahnya ya seperti rumah Zara," batin Zara. Zain menarik tangannya untuk masuk ke rumah itu di mana kelurga besarnya sudah berkumpul.
Zain sebelumnya sudah menceritakan apa yang terjadi pada dirinya hari ini pada keluarganya sebelum jenasah nyonya Sarah dimakamkan.
Nyonya Ami dan tuan Darren menyambut kedatangan menantu mereka. Namun begitu melihat menantu mereka yang ternyata sangat imut membuat mereka saling menatap satu sama lain.
"Kenapa istrinya Zain masih kecil mam?" tanya tuan Darren.
"Itu karena gadis itu mengalami pertumbuhan yang tidak normal tidak sesuai usianya," bisik nyonya Ami yang sudah mengetahui informasi itu dari putranya.
"Jadi maksud pernikahan ini apa?" tanya tuan Darren tidak mengerti dengan jalan pikiran putranya.
"Bukankah perusahaan kita sedang diambang bangkrut, pah? gadis ini adalah peri penolong kita. Jadi terima lah dia menjadi bagian dari keluarga kita," ucap nyonya Ami.
"Mam, papa. Kenalkan ini istriku Zara...! Zara ini kedua orangtuaku," ucap Raihan memperkenalkan ketiganya.
"Assalamualaikum om, Tante...!" sapa Zara seraya mencium tangan kedua mertuanya yang menyambutnya dengan ragu.
"Sayang. Jangan panggil om dan Tante tapi panggil saja mama dan papa seperti Zain ....! Mengerti?" ucap nyonya Ami lembut.
"Hmm...!" Zara mengangguk. Ia sama sekali tidak bisa tersenyum. Hatinya masih di landa kesedihan. Menerima kelurga baru itu tidak semudah dirinya belajar menerima pelajaran baru.
Pelajaran hidup ternyata lebih sulit baginya yang terbiasa hidup mudah di kala masih ada sosok ibunya.
"Bunda, apa yang terjadi padaku selanjutnya?" batin Zara menahan kesedihannya.
"Ayo kita ke kamar, Zara...!" ajak Zain membuat Zara bingung.
"Ke kamar? Ngapain?" batin Zara gelisah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
reti
ceritanya bagus kak..
penasaran dg kehidupan zara selanjutnya
2025-10-02
2