Menjadi Siswa Baru

Bagi wali kelas itu, reputasi dan bonus tahunan jauh lebih penting. Shinta Bagaskara dianggap hanya siswa gagal dari kampung, dan kalau nilainya jatuh, otomatis akan menurunkan rata-rata kelas. Itu artinya, bonusnya bisa melayang. Mana mungkin ia mengizinkan hal itu terjadi?

“Pak Liang, sebenarnya Shinta punya potensi.” Kepala bidang mulai pusing. Keluarga Bagaskara sudah menyumbang satu gedung olahraga untuk sekolah, dan mereka menuntut Shinta dimasukkan ke kelas unggulan. Kepala sekolah pun akhirnya menyerahkan urusan ini padanya.

Di SMA Hastinapura Global School, kelas 12 dibagi menjadi empat: Kelas A yang terbaik, hingga Kelas D yang paling buruk.

Demi gengsi, Haryo Bagaskara tentu ingin anaknya masuk kelas terbaik.

Tapi Pak Liang hanya mendengus dingin, tetap tidak mengiyakan. Ia bersandar santai di kursinya, sibuk main ponsel, tak lagi menanggapi kepala bidang.

Kepala bidang memijit pelipisnya, makin pening.

Saat itu, Shinta masuk ke ruangan. Dengan jeans, kaos putih, dan jaket tipis, penampilannya tampak biasa saja. Di sekolah internasional ini, seragam bukan aturan, semua orang bisa bergaya sesuka hati asal sopan. Tapi entah kenapa, di antara keramaian itu, Shinta terlihat paling berbeda—seperti bersinar dengan cahayanya sendiri.

“Kamu Shinta Bagaskara, kan?” Kepala bidang sempat bengong sebelum memanggilnya.

Shinta mengangguk pelan. “Iya, Pak. Saya Shinta.” Suaranya tenang tapi jelas.

Beberapa detik kemudian, ia menambahkan dengan mantap, “Tapi saya tidak mau masuk kelas A.”

Kepala bidang menatapnya heran. Semua murid berebut masuk kelas A, bahkan rela melakukan apa saja. Tapi ini… pertama kalinya ada siswa yang menolak.

Pak Liang mendengus lagi, kali ini lebih kesal. Tadinya ia memang tidak suka Shinta masuk ke kelasnya. Tapi sekarang, anak itu sendiri yang menolak kelas A? Bukankah itu sama saja dengan menampar wajahnya di depan semua orang?

“Kenapa?” tanya kepala bidang.

Shinta menyipitkan mata, melirik sekilas ke arah Pak Liang.

Di kehidupan sebelumnya, ia memang masuk kelas A. Tapi Pak Liang selalu mencari-cari kesalahannya, apalagi karena hasutan Dira Bagaskara. Demi melindungi adiknya itu, Shinta bahkan sengaja menyembunyikan kemampuannya, setiap ujian ia menulis kosong, kecuali pilihan ganda yang diisi asal. Nilainya selalu nol, dan setiap kali hasil ujian dibagikan, Pak Liang sengaja mempermalukannya di depan kelas.

Kebetulan, Dira juga ada di kelas itu. Shinta benar-benar tidak mau mengulang tahun terakhirnya dengan drama murahan menghadapi keduanya lagi.

“Nilai saya tidak pantas untuk kelas Pak Liang,” jawab Shinta datar.

Wajah Pak Liang langsung merah padam, tapi ia tidak bisa membantah—karena sebelumnya memang ia sendiri yang menolak.

Kepala bidang jadi serba salah. Shinta memang bukan Haryo Bagaskara, dan ia tidak bisa memutuskan sepihak.

Tapi Shinta menambahkan dengan tenang, “Soal Ayah, biar saya yang jelaskan sendiri. Bapak bisa atur saya masuk kelas mana saja.”

Tatapan kepala bidang berubah. Kali ini ia menatap Shinta dengan rasa hormat bercampur lega. Ia bahkan sedikit berterima kasih, karena gadis ini meringankan bebannya.

Ia lalu menoleh ke arah tiga wali kelas lain.

“Kalau begitu, siapa yang mau menerima Shinta di kelasnya?”

Namun, wali kelas B dan C langsung menunduk.

Tak satu pun mau mengambil risiko punya “siswa gagal” di kelas, takut merusak rata-rata nilai dan menurunkan tingkat kelulusan.

Satu-satunya yang berdiri adalah wali kelas D, Bu Rinjani. Ia baru lulus S3 dua bulan lalu, dan tahun ini adalah kali pertamanya jadi wali kelas di tingkat akhir SMA. Karena masih muda dan baru, di ruang guru ia sering diabaikan oleh tiga wali kelas lainnya.

Ia mendorong kacamatanya, lalu bertanya lembut,

“Shinta, maukah kamu masuk ke kelas D?”

Shinta mengangguk.

“Kelas D? Baik, saya mau.”

“Bagus. Kalau begitu Shinta masuk kelas D,” kepala bidang mengangguk puas. “Sekarang ikut saya urus administrasinya.”

Begitu Shinta dan kepala bidang pergi, Pak Liang langsung mendengus sinis.

“Hmph, semua murid buangan pun diambil.”

Dua wali kelas lain ikut menyindir.

“Bu Rinjani, kamu terima Shinta, nilai rata-rata kelasmu pasti jatuh.”

“Ah, jangan begitu, Pak Candra. Kelas D kan memang kelas terburuk, penuh murid bermasalah. Mau ada Shinta atau tidak, sama saja—sudah rusak dari sananya.”

Bu Rinjani tidak menanggapi. Ia hanya menunduk serius mengoreksi tugas siswa, memberi lingkaran di jawaban yang salah, lalu menulis catatan dengan teliti.

Melihat tak ada reaksi, guru-guru lain merasa bosan, akhirnya kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

 

Selesai mengurus pendaftaran, Shinta pun masuk ke kelas D bersama Bu Rinjani.

Guru bahasa Inggris yang tadinya mengajar langsung mengangguk dan keluar ruangan.

Begitu Bu Rinjani masuk, suasana kelas yang sebelumnya ribut langsung hening. Jangan tertipu wajah lembutnya—ketegasannya bisa bikin murid kelas D gemetar.

Sesekali ada yang dipanggil ke kantor untuk “ngobrol”, dan setiap kali mereka kembali, ekspresinya selalu penuh ketakutan.

Maka tidak heran, saat Bu Rinjani muncul, murid-murid yang biasanya bandel pun berubah jadi jinak.

Tak butuh waktu lama, perhatian mereka pun tertuju pada gadis yang berdiri di sebelah Bu Rinjani. Shinta hanya berdiri diam, tapi tubuhnya seolah memancarkan cahaya, membuat semua mata tanpa sadar terpusat padanya.

Setelah memperkenalkan Shinta secara singkat, Bu Rinjani meninggalkan kelas.

Shinta duduk di bangku yang disediakan, menyandarkan kepala di tangan sambil asal membuka buku. Gayanya terlihat malas.

Padahal ia sebenarnya anak IPA. Kalau mau serius, Matematika, Biologi, Kimia, sampai Fisika, semuanya bisa dapat nilai penuh. Hanya saja, dulu ia memang lemah di pelajaran bahasa asing—khususnya Mandarin—nyaris selalu tidak lulus.

Tapi di kehidupan sebelumnya, ia sudah memaksa diri untuk mengejar kekurangan itu, hingga akhirnya justru jadi mata pelajaran yang paling ia kuasai.

Sekarang, Mandarin adalah keahliannya.

Guru di depan kelas menjelaskan dengan penuh semangat, tapi Shinta semakin lama semakin ngantuk. Tak butuh lama, kepalanya sudah tertelungkup di meja, tidur lelap.

Lima, enam tahun ia tidak lagi duduk di bangku sekolah. Kini, pelajaran terasa seperti doa panjang seorang kiai—membosankan dan tak masuk telinga.

Untungnya, tidur di kelas D sudah hal biasa. Guru pun tak sanggup mengurus semua, jadi mereka sering pura-pura tidak melihat. Seharian Shinta bisa tidur tanpa diganggu.

Jam pelajaran pun berakhir, bel berbunyi. Shinta perlahan bangun, meregangkan tubuh.

“Bam! Bam!” Seorang cowok berambut cepak tiba-tiba menghampiri, mengetuk keras mejanya.

Shinta menoleh malas, lirih bertanya,

“Ada apa?”

Anak itu—Raka Birawa—langsung terbakar emosi.

“Siswa baru, gaya kamu songong juga ya.”

Dialah ketua kelas tak resmi, semacam “bos” di kelas D. Tapi sejak Shinta masuk, ia merasa posisinya terancam. Apalagi gadis ini terlalu mencolok, seperti pusat perhatian. Meski wajahnya cantik banget, bahkan sesuai tipe cewek ideal di mimpinya, tetap saja ia merasa risih.

Terpopuler

Comments

sasa adzka

sasa adzka

di baca kan dongeng ya sinta😂😂😂 pules bener tidurnya di kelas🤭🤭
semangat thorrr😍😍😍

2025-11-05

1

Awkarina

Awkarina

lanjutkan

2025-10-18

4

Bulthu

Bulthu

Mantap Shinta👍

2025-10-06

9

lihat semua
Episodes
1 Dira… aku pulang
2 Awal Kebangkitan
3 Bukan Lagi Anak Desa
4 Panggung Meja Makan
5 Menjadi Siswa Baru
6 Bos Baru di Kelas
7 Bos Baru di Lapangan
8 Sang Jenius
9 Kakek Winarta
10 Fajar Pramudya Winarta
11 SB, sang peretas jenius
12 SB, Gelombang Kedua
13 SB, Duel di Dunia Maya
14 SB, Cuma Iklan
15 Janji di Sabtu Pagi
16 Udang dan Air Mata Buaya
17 Kamu Ketahuan
18 Pertemuan Dua Jenius
19 Blueprint Masa Depan
20 Saham Keberuntungan
21 Punya Teman, Rasanya Menyenangkan
22 Tenang di Tengah Badai
23 Di Tengah Hiruk-Pikuk
24 Kakak Ipar
25 Sapi Tua dan Rumput Muda
26 Ketika Mulai Retak
27 Putri yang Mana?
28 Di Balik Layar
29 Antara Dua Dunia
30 Tidak Ada Hubungannya
31 Jarak yang Terlalu Jauh
32 Awal yang Baru
33 Hangat di Rumah Winarta
34 Rasa Penasaran
35 Nilai yang Mengubah Segalanya
36 Curang atau Jenius?
37 Jebakan Sang Jenius
38 Juara Tak Terkalahkan
39 Dari Sekolah ke Perusahaan
40 Bos Muda, Hacker Legenda
41 Jejak dan Kekacauan
42 Darah yang Terputus
43 Anak yang Tak Dianggap
44 Dua Putri Bagaskara
45 Bukan Aku yang Dia Cari
46 Pertemuan Orang Tua
47 Kebingungan Laraswati
48 Ketika Jadi Nomor Satu
49 Biar Saja Mereka Mau Bagaimana
50 Kabar Besar
51 Dari Penyihir Tua ke Lulusan Harvard
52 Ketika Semua Berbalik Menyerang
53 Guru Baru
54 Ternyata Bukan Aku
55 Kursi Untuk Dira
56 Muridku Tidak Perlu Menipu
57 Terlalu Biasa
58 Gagal
59 Sedikit Kecewa
60 Pindah Kelas
61 Tidak Tertarik
62 Secercah Harapan
63 Bukan Masalah
64 Topeng Yang Terkuak
65 Rencana Dira
66 Janji Fajar
67 Dituduh Curang Lagi
68 Kemenangan Shinta
69 Akhir Pak Liang
70 Sudah Waktunya
71 Menjual Shinta
72 Shinta yang Bebas
73 Kontrak Silviana Ayu
74 Ingin Jadi Dokter
75 Lepas Tangan
76 Kamu Siapa?
77 Coba Saja
78 Menonton Lomba
79 Cuma Lewat
80 Merebut Segalanya
81 Kehilangan Kesempatan
82 Ada di Rumah yang Sama
83 Memohon Jadi Murid
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Dira… aku pulang
2
Awal Kebangkitan
3
Bukan Lagi Anak Desa
4
Panggung Meja Makan
5
Menjadi Siswa Baru
6
Bos Baru di Kelas
7
Bos Baru di Lapangan
8
Sang Jenius
9
Kakek Winarta
10
Fajar Pramudya Winarta
11
SB, sang peretas jenius
12
SB, Gelombang Kedua
13
SB, Duel di Dunia Maya
14
SB, Cuma Iklan
15
Janji di Sabtu Pagi
16
Udang dan Air Mata Buaya
17
Kamu Ketahuan
18
Pertemuan Dua Jenius
19
Blueprint Masa Depan
20
Saham Keberuntungan
21
Punya Teman, Rasanya Menyenangkan
22
Tenang di Tengah Badai
23
Di Tengah Hiruk-Pikuk
24
Kakak Ipar
25
Sapi Tua dan Rumput Muda
26
Ketika Mulai Retak
27
Putri yang Mana?
28
Di Balik Layar
29
Antara Dua Dunia
30
Tidak Ada Hubungannya
31
Jarak yang Terlalu Jauh
32
Awal yang Baru
33
Hangat di Rumah Winarta
34
Rasa Penasaran
35
Nilai yang Mengubah Segalanya
36
Curang atau Jenius?
37
Jebakan Sang Jenius
38
Juara Tak Terkalahkan
39
Dari Sekolah ke Perusahaan
40
Bos Muda, Hacker Legenda
41
Jejak dan Kekacauan
42
Darah yang Terputus
43
Anak yang Tak Dianggap
44
Dua Putri Bagaskara
45
Bukan Aku yang Dia Cari
46
Pertemuan Orang Tua
47
Kebingungan Laraswati
48
Ketika Jadi Nomor Satu
49
Biar Saja Mereka Mau Bagaimana
50
Kabar Besar
51
Dari Penyihir Tua ke Lulusan Harvard
52
Ketika Semua Berbalik Menyerang
53
Guru Baru
54
Ternyata Bukan Aku
55
Kursi Untuk Dira
56
Muridku Tidak Perlu Menipu
57
Terlalu Biasa
58
Gagal
59
Sedikit Kecewa
60
Pindah Kelas
61
Tidak Tertarik
62
Secercah Harapan
63
Bukan Masalah
64
Topeng Yang Terkuak
65
Rencana Dira
66
Janji Fajar
67
Dituduh Curang Lagi
68
Kemenangan Shinta
69
Akhir Pak Liang
70
Sudah Waktunya
71
Menjual Shinta
72
Shinta yang Bebas
73
Kontrak Silviana Ayu
74
Ingin Jadi Dokter
75
Lepas Tangan
76
Kamu Siapa?
77
Coba Saja
78
Menonton Lomba
79
Cuma Lewat
80
Merebut Segalanya
81
Kehilangan Kesempatan
82
Ada di Rumah yang Sama
83
Memohon Jadi Murid

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!