Awal Kebangkitan

Begitu tiba di rumah keluarga Bagaskara, mereka sedang makan malam bersama.

Pelayan rumah Bagaskara mengantar Shinta Bagaskara masuk. Tiga anggota keluarga Bagaskara sempat terdiam beberapa detik.

Laraswati Bagaskara melirik Shinta dari atas sampai bawah, lalu langsung mengernyit melihat penampilannya.

“Kakak.”

Dira Bagaskara yang pertama bereaksi. Wajahnya penuh senyum hangat. Ia meletakkan sendok dan garpu, lalu mendekati Shinta dengan manis, bahkan mencoba meraih lengannya. Tapi Shinta cepat-cepat menghindar. Gerakan penolakannya jelas sekali.

Senyum Dira sempat kaku, tapi segera ia pulihkan. “Kakak, kau pasti lapar, kan? Ayo makan bareng.”

Ia lalu menyuruh pelayan rumah Bagaskara, “Cepat bawakan piring dan sendok-garpu untuk kakak.”

Shinta melirik sekilas meja makan itu. Jelas sekali, mereka sama sekali lupa bahwa hari ini dirinya akan pulang. Ada senyum mengejek yang samar muncul di matanya. Ia langsung berjalan mendekat, duduk di kursi tanpa basa-basi.

Dira dengan sigap mengambilkan sepotong ikan bakar untuknya. “Kak, makan yang banyak ya. Di desa pasti jarang bisa makan makanan enak begini.”

Haryo Bagaskara pun ikut menimpali, “Shinta, di sini beda dengan desa. Hidup di Kota Hastinapura butuh waktu untuk menyesuaikan diri.”

Sejak awal, Haryo sama sekali tidak punya rasa sayang sebagai ayah terhadap putri yang baru dipulangkan ini. Alasan ia menjemput Shinta hanyalah agar bisa menikahkannya dengan keluarga yang setara, demi memperkuat kedudukan keluarga Bagaskara.

Tatapan jijik di matanya saat melihat Shinta pun tak bisa disembunyikan.

Benar saja, bocah desa. Sama sekali nggak pantas di tempat ini.

Shinta tak peduli dengan sandiwara ayah dan anak itu.

Ia menatap makanan di piringnya, keningnya berkerut. Tak lama kemudian, ia menyingkirkan piring itu ke samping, bangkit, lalu melangkah ke dapur untuk mengambil piring baru sendiri.

“Kakak…” Dira menggigit bibir bawahnya, wajahnya penuh keluhan.

Shinta hanya melirik sekilas, lalu dingin menjawab,

“Kotor.”

“Pak!”

Suara keras terdengar saat Haryo membanting sendok dan garpunya ke meja.

“Shinta, apa kau tidak punya sopan santun?”

“Aku anak yang tidak pernah diajari orangtua. Jadi wajar kalau sopan santunku nggak ada bagus-bagusnya.”

Shinta sama sekali tidak berniat menjalin hubungan baik dengan keluarga Bagaskara. Di kehidupan sebelumnya, ia sudah rela meletakkan harga dirinya di bawah kaki mereka, membiarkan diinjak, tapi tetap tidak pernah bisa mendapatkan hati mereka. Di mata keluarga ini, hanya ada kepentingan.

Kali ini, tujuannya kembali hanya satu: membuat keluarga Bagaskara tidak akan bisa hidup tenang lagi.

“Kau!” wajah Haryo langsung memerah pucat bergantian, marah tak karuan.

Sementara itu Shinta malah santai menikmati makanan, wajahnya penuh selera.

Melihat sikapnya, Haryo langsung berdiri, mendengus dingin, lalu berjalan naik ke lantai atas tanpa melanjutkan makan.

“Shinta, lihat tuh! Sampai bapakmu dibuat marah begitu.” Laraswati menatap Shinta dengan kesal.

Namun saat menoleh pada Dira, tatapannya langsung berubah lembut. “Dira, kakakmu itu nggak ngerti tata krama. Tolong ajari dia, ya.”

“Iya, Mama.” Dira mengangguk manis, suaranya lembut penuh pengertian.

“Anak baik.” Laraswati tersenyum puas, lalu ikut naik ke atas. Walaupun sebenarnya dia juga tak suka Shinta, bagaimanapun Shinta adalah anak kandungnya—jadi ia masih harus berpura-pura.

Begitu suasana tenang kembali, Dira menoleh pada Shinta.

“Kakak, kalau sudah kenyang, aku ajak kau jalan-jalan. Sekalian beli baju baru untukmu…”

Ucapan itu membuat Dira kembali teringat pada penampilan Shinta saat pertama kali bertemu tadi.

Atasan hanya kaos putih sederhana dengan jaket tipis di luar. Bawahannya celana jeans lama yang warnanya sudah agak pudar. Tapi meski sederhana, tubuhnya proporsional, kaki panjang jenjang, dan justru makin menonjolkan pesona elegan yang tidak bisa disembunyikan.

Dira menatap lebih teliti. Rambut hitamnya terurai lembut, mata jernih bercahaya, wajahnya masih terlihat muda, tapi cantiknya begitu memukau—sudah bisa ditebak, suatu hari nanti, ia akan jadi kecantikan yang mampu mengguncang dunia.

Tanpa sadar, Dira menggigit bibir. Sebelumnya ia selalu meremehkan Shinta. Hanya seorang anak desa, mana mungkin bisa dibandingkan dengannya—seorang putri Bagaskara yang sejak kecil dibesarkan dengan pendidikan bangsawan?

Namun sekarang, alarm di hatinya berdentang kencang.

Wajah itu… ditambah dengan aura alami yang seolah terlahir untuk jadi ratu. Tidak akan ada yang percaya kalau dia cuma orang desa.

Bahkan dirinya sendiri, berdiri berhadapan begini, bisa kalah pamor.

Tidak. Ia tidak boleh membiarkan Shinta merebut segalanya darinya!

Dira buru-buru menenangkan diri, lalu tersenyum lembut.

“Aku akan bantu Kakak berdandan, biar makin cantik.”

Shinta mengambil tisu, menghapus bekas minyak di bibir, lalu menoleh dengan senyum tipis.

“Dira, sekarang Haryo dan Laraswati nggak ada di sini. Kau nggak perlu lagi pura-pura manis di depanku.”

Sekejap saja wajah Dira berubah. Umurnya baru tujuh belas tahun, pikirannya masih belum matang untuk menutupi segalanya. Topeng ramah yang tadi ia pakai langsung runtuh. Wajahnya terpelintir penuh kebencian.

Shinta melangkah melewatinya, lalu berhenti sebentar dan berbisik,

“Barang yang bukan milikmu… selamanya takkan jadi milikmu.”

“Shinta!” Dira menggertakkan gigi. “Mereka hanya mengakui aku! Aku satu-satunya putri keluarga Bagaskara. Kau bukan siapa-siapa!”

“Putri keluarga Bagaskara?” Shinta tersenyum miring, suara tawanya terdengar sinis.

“Dari dulu aku tak pernah peduli dengan gelar itu.”

Kehormatan dan kejayaan? Kehidupan kali ini, ia akan menciptakan dengan tangannya sendiri.

---

Sampai di lantai dua, Shinta memilih kamar di sisi paling kiri.

Setelah membereskan sedikit barang, ia langsung duduk dan mulai berpikir tentang langkah selanjutnya.

Yang paling mendesak sekarang: uang.

Untuk membangun perusahaannya sendiri, ia butuh modal besar.

Mencari ratusan juta atau bahkan miliaran dalam waktu singkat jelas bukan perkara mudah. Tapi kemudian, satu cara langsung terlintas di benaknya.

Main saham.

Pasar saham bisa membuat orang jatuh bangkrut dalam semalam, tapi juga bisa melahirkan miliarder dalam hitungan hari. Kekayaan bisa berlipat ganda, bahkan puluhan kali lipat.

Di kehidupan sebelumnya, Shinta dikenal sebagai “Dewi Saham”. Ia tak pernah sekalipun gagal saat terjun ke pasar.

Saat rantai modal Bagaskara Group nyaris putus, justru Shinta yang menggunakan sisa dana keluarga, lalu membawanya ke pasar saham—dan berhasil melipatgandakannya lebih dari sepuluh kali lipat, menyelamatkan Bagaskara Group dari kehancuran.

Tapi, jasa sebesar itu akhirnya dicuri oleh Dira.

Setelah merencanakan semuanya, Shinta mulai menulis di atas kertas, mencatat berbagai cara untuk mendapatkan modal. Main saham jelas butuh dana awal. Dari sekian banyak pilihan, akhirnya ia mengerucutkan pada satu cara terakhir.

Baru saja ia meletakkan pena, tanpa mengetuk pintu, seorang pelayan rumah Bagaskara langsung masuk. Suara langkahnya “tak-tok, tak-tok” cukup berisik, membuat Shinta berkerut kesal.

Terpopuler

Comments

Ella Maryana

Ella Maryana

satu bab ini aku spam komentar

Good job thor

2025-10-01

9

Ella Maryana

Ella Maryana

kan udah nyuruh supir jemput tapi lupa? hmmmm

2025-10-01

9

Ella Maryana

Ella Maryana

kalau saja hidupku semudah ink😍😄

2025-10-01

9

lihat semua
Episodes
1 Dira… aku pulang
2 Awal Kebangkitan
3 Bukan Lagi Anak Desa
4 Panggung Meja Makan
5 Menjadi Siswa Baru
6 Bos Baru di Kelas
7 Bos Baru di Lapangan
8 Sang Jenius
9 Kakek Winarta
10 Fajar Pramudya Winarta
11 SB, sang peretas jenius
12 SB, Gelombang Kedua
13 SB, Duel di Dunia Maya
14 SB, Cuma Iklan
15 Janji di Sabtu Pagi
16 Udang dan Air Mata Buaya
17 Kamu Ketahuan
18 Pertemuan Dua Jenius
19 Blueprint Masa Depan
20 Saham Keberuntungan
21 Punya Teman, Rasanya Menyenangkan
22 Tenang di Tengah Badai
23 Di Tengah Hiruk-Pikuk
24 Kakak Ipar
25 Sapi Tua dan Rumput Muda
26 Ketika Mulai Retak
27 Putri yang Mana?
28 Di Balik Layar
29 Antara Dua Dunia
30 Tidak Ada Hubungannya
31 Jarak yang Terlalu Jauh
32 Awal yang Baru
33 Hangat di Rumah Winarta
34 Rasa Penasaran
35 Nilai yang Mengubah Segalanya
36 Curang atau Jenius?
37 Jebakan Sang Jenius
38 Juara Tak Terkalahkan
39 Dari Sekolah ke Perusahaan
40 Bos Muda, Hacker Legenda
41 Jejak dan Kekacauan
42 Darah yang Terputus
43 Anak yang Tak Dianggap
44 Dua Putri Bagaskara
45 Bukan Aku yang Dia Cari
46 Pertemuan Orang Tua
47 Kebingungan Laraswati
48 Ketika Jadi Nomor Satu
49 Biar Saja Mereka Mau Bagaimana
50 Kabar Besar
51 Dari Penyihir Tua ke Lulusan Harvard
52 Ketika Semua Berbalik Menyerang
53 Guru Baru
54 Ternyata Bukan Aku
55 Kursi Untuk Dira
56 Muridku Tidak Perlu Menipu
57 Terlalu Biasa
58 Gagal
59 Sedikit Kecewa
60 Pindah Kelas
61 Tidak Tertarik
62 Secercah Harapan
63 Bukan Masalah
64 Topeng Yang Terkuak
65 Rencana Dira
66 Janji Fajar
67 Dituduh Curang Lagi
68 Kemenangan Shinta
69 Akhir Pak Liang
70 Sudah Waktunya
71 Menjual Shinta
72 Shinta yang Bebas
73 Kontrak Silviana Ayu
74 Ingin Jadi Dokter
75 Lepas Tangan
76 Kamu Siapa?
77 Coba Saja
78 Menonton Lomba
79 Cuma Lewat
80 Merebut Segalanya
81 Kehilangan Kesempatan
82 Ada di Rumah yang Sama
83 Memohon Jadi Murid
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Dira… aku pulang
2
Awal Kebangkitan
3
Bukan Lagi Anak Desa
4
Panggung Meja Makan
5
Menjadi Siswa Baru
6
Bos Baru di Kelas
7
Bos Baru di Lapangan
8
Sang Jenius
9
Kakek Winarta
10
Fajar Pramudya Winarta
11
SB, sang peretas jenius
12
SB, Gelombang Kedua
13
SB, Duel di Dunia Maya
14
SB, Cuma Iklan
15
Janji di Sabtu Pagi
16
Udang dan Air Mata Buaya
17
Kamu Ketahuan
18
Pertemuan Dua Jenius
19
Blueprint Masa Depan
20
Saham Keberuntungan
21
Punya Teman, Rasanya Menyenangkan
22
Tenang di Tengah Badai
23
Di Tengah Hiruk-Pikuk
24
Kakak Ipar
25
Sapi Tua dan Rumput Muda
26
Ketika Mulai Retak
27
Putri yang Mana?
28
Di Balik Layar
29
Antara Dua Dunia
30
Tidak Ada Hubungannya
31
Jarak yang Terlalu Jauh
32
Awal yang Baru
33
Hangat di Rumah Winarta
34
Rasa Penasaran
35
Nilai yang Mengubah Segalanya
36
Curang atau Jenius?
37
Jebakan Sang Jenius
38
Juara Tak Terkalahkan
39
Dari Sekolah ke Perusahaan
40
Bos Muda, Hacker Legenda
41
Jejak dan Kekacauan
42
Darah yang Terputus
43
Anak yang Tak Dianggap
44
Dua Putri Bagaskara
45
Bukan Aku yang Dia Cari
46
Pertemuan Orang Tua
47
Kebingungan Laraswati
48
Ketika Jadi Nomor Satu
49
Biar Saja Mereka Mau Bagaimana
50
Kabar Besar
51
Dari Penyihir Tua ke Lulusan Harvard
52
Ketika Semua Berbalik Menyerang
53
Guru Baru
54
Ternyata Bukan Aku
55
Kursi Untuk Dira
56
Muridku Tidak Perlu Menipu
57
Terlalu Biasa
58
Gagal
59
Sedikit Kecewa
60
Pindah Kelas
61
Tidak Tertarik
62
Secercah Harapan
63
Bukan Masalah
64
Topeng Yang Terkuak
65
Rencana Dira
66
Janji Fajar
67
Dituduh Curang Lagi
68
Kemenangan Shinta
69
Akhir Pak Liang
70
Sudah Waktunya
71
Menjual Shinta
72
Shinta yang Bebas
73
Kontrak Silviana Ayu
74
Ingin Jadi Dokter
75
Lepas Tangan
76
Kamu Siapa?
77
Coba Saja
78
Menonton Lomba
79
Cuma Lewat
80
Merebut Segalanya
81
Kehilangan Kesempatan
82
Ada di Rumah yang Sama
83
Memohon Jadi Murid

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!