"Bodoh, bodoh, bodoh" gerutu Allin sambil memukul tangannya pada bantal. Dia pun berlari ke kamar mandi membasuh wajahnya dan dia pun memcoba mempraktekkan sebuah senyuman untuk menghadapi orang-orang di luar sana.
Ini rumahnya, Vano suaminya, semua harus berada dalam kendalinya tak boleh satu pun yang boleh mengusik ketenangan apalagi rumah tangganya. Allin meyakinkan dirinya sambil menatap dirinya di balik cermin dan senyuman pun dia coba terbitkan untuk menguatkan dirinya bahwa dia pasti bisa.
Dengan langkah tegap Allin membuka pintu kamar bi Inah dan seseorang sudah berdiri di sana menatap Allin dengan mata penuh permohonan maaf. Allin melepaskan sebuah senyum menatap suaminya.
"Mengapa kau di sini?" tanya Allin sambil melihat ke sekitarnya.
"Menunggumu" jawab Vano menghampiri Allin dan menarik istrinya ke dalam dekapannya.
"Kau kenapa Tuan" tanya Allin pura-pura polos.
"Allin!" tegur Vano sembari meregangkan pelukannya dan menatap istrinya dengan kecewa.
Allin menyipitkan matanya dengan seukir senyuman tertahan di wajahnya. Keberadaan Vano sebenarnya membuat dia senang tapi dia juga merasa malu, suaminya pasti tahu jika dia sedang dalam mode cemburu. Apalagi panggilan tuan untuk Vano membuat suaminya menatap kecewa padanya.
"Biarkan aku memanggilmu begitu, biar aku tau diri dimana posisiku" sindir Allin membuat raut muka Vano sekitika membeku.
Sudah beberapa kali perkataan Allin hari ini membuat Vano terdiam. Dia menatap Allin dengan lekat dan berharap Allin tak mendengar perkataan tante Rima padanya.
Allin mengambil kesempatan kebekuan Vano dengan menjauhkan tubuhnya dari suaminya, dia berjalan meninggalkan Vano menuju tempat anak-anaknya berada, tapi tangannya di tahan dan pinggangnya ditarik oleh Vano yang mulai sadar untuk bertindak.
"Maafkan aku" pinta Vano sambil menumpukan kepalanya di bahu Allin.
"Untuk apa Tuan?" tanya Allin datar dan membiarkan suaminya menunduk di bahunya.
Vano tak berani menatap mata Allin dan dia juga tak ingin istrinya menjauh darinya.
"Untuk semuanya, aku khilaf" akui Vano sambil mengeratkan genggamannya pada tangan Allin.
"Dia cantik" puji Allin.
"Ti-tidak peduli, cuma kau yang aku inginkan" jawab Vano terbata.
"Kau yakin Tuan? Atau kau ingin aku seperti Mbak Sella memberikanmu ..." Sesuatu yang lembut telah membekap mulutnya membuat Allin tak bisa melanjutkan perkataannya.
"Jangan bicara begitu, Allin" pinta Vano dengan mata sendu. Allin tersenyum tipis sambil menarik baju Vano dan mengelap bibirnya.
"Kau membuatku takut" akui Vano melihat sikap Allin yang tak dapat dia tebak.
"Lalu siapa dia sebenarnya?" cecar Allin dingin.
"Hanya masa lalu" jawab Vano tenang.
"Jelaskan yang benar Tuan" balas Allin penuh penekanan.
Vano pun menarik Allin memasuki kamar bi Inah. Kamar itu yang paling terdekat dari mereka dan kamar yang paling nyaman bagi Allin untuk setiap pelariannya. Vano menggiring Allin duduk di ranjang dan menatap sendu pada istrinya itu.
"Dia pernah jadi orang terdekatku, bagi adat keluarga ayahku menikahi anak lelakinya dengan anak perempuan dari saudara perempuannya tak ada larangan bagi adatnya, asalkan orang tua yang beradik kakak adalah saudara lelaki dan saudara perempuan ...," jelas Vano sambil menjeda sebentar ucapannya.
"Dua tahun hubungan kami berjalan dengan lancar karena sebenarnya kami sembunyi-sembunyi menjalankan hubungan itu. Mungkin karena kami malu atau karena kami yang belum siap keluarga besar tahu. Tapi saat Ayah dan bunda tahu mereka menentangnya dan terutama almarhum kakek dan memilih memisahkan kami. Dan Risa pun di kirim ke luar negeri dan Ayah mulai gencar menjodohkanku dengan beberapa kenalannya ...."
"Jadi judulnya cinta tak sampai" potong Allin sambil membuang muka dari Vano.
"Allin itu sudah berakhir tujuh tahun yang lalu"
"Tapi perasaanmu tak berakhir 'kan?" tanya Allin dengan tatapan dingin.
"Tidak sayang, semua sudah berakhir. Aku hanya tak mengira saja dia ada di sini dan dia terlihat santai bertemu denganku. Aku hanya kagum saja dengan sikapnya dan sedikit memperhatikan dirinya, karena aku ingin tahu bahwa selama ini dia bahagia atau tidak" akui Vano tapi malah menyakiti perasaan Allin.
"Jika dia tidak bahagia, bagaimana?" tanya Allin dingin dengan tatapan begitu menghunus tajam ke arah Vano, rasa kecewa tercetak jelas di raut Allin.
"Apakah kau berkewajiban untuk membahagiakannya?" tambah Allin begitu menohok pada Vano.
Vano menggeleng-geleng. Dia pun mengusap wajahnya merasa frustasi. Yang Vano pikirkan saat ini dia harus jujur pada Allin tapi kejujurannya malah membuat Allin kecewa tapi jika dia berbohong akan menjadi bom waktu suatu hari nanti.
Keterdiaman Vano membuat Allin kecewa.
"Sebaiknya kita keluar, tidak enak dengan tamu yang hadir. Mereka akan bertanya-tanya ke mana Tuan rumahnya" ajak Allin ingin mengakhiri pembicaraan dengan Vano. Karena sedari tadi penjelasan Vano malah memperparah rasa sakitnya. Dia butuh jaga jarak pada Vano untuk memikirkan dengan tepat apa yang yang harus dia lakukan.
Sebelum Allin berdiri Vano lagi-lagi menahannya.
"Aku tak ingin keluar kamar ini sampai kau puas Allin dan yakin padaku bahwa yang kau pikirkan itu salah" tegas Vano menatap tajam pada Allin. Rasa frustasi dan kecewa membuat dia mulai emosi.
"Puas?" Guman Allin sambil menatap sinis pada Vano.
"Iya" jawab Vano. "Kau boleh menanyakan apa pun dan kau boleh juga mengumpatku tapi tolong jauhkan dan lupakan pikiranmu tentang hubunganku dan Risa"
"Melupakan akan membukakan peluang untuk orang lain diam-diam menusukku" jawab Allin lagi-lagi menohok Vano.
Vano terdiam dan tak mampu lagi berkata-kata dan membiarkan Allin bangun dari ranjang.
Sebelum Allin melangkahkan kaki keluar dia membalikkan badan dan menatap Vano yang tengah terpaku di sana. "Tuan aku takkan melepaskanmu dan takkan membiarkan perempuan itu mengambil dirimu dariku" peringat Allin pada Vano, seketika pria itu tersenyum dan dengan gerakan cepat dia menghampiri Allin dan mendekap istrinya dengan erat.
"Terima kasih Allin! terima kasih" ucap Vano penuh syukur dan makin mengeratkankan pelukannya hingga tubuh mungil istrinya terangkat dengan kaki melayang di udara.
Meski Allin dalam mode marah padanya tapi hati istrinya masih untuknya. Itulah yang membuat kelegaan pada diri Vano. Kegusarannya tadi seketika menghilang, berganti rasa senang karena Allin memperjuangkannya dan menginginkannya.
"Lepaskan! Kau membuat aku sulit bernapas" pekik Allin sambil meronta-ronta dalam dekapan Vano.
"Ada apa Allin?" tiba-tiba bi Inah muncul dengan tergesa-gesa, napasnya yang memburu seketika tenang saat menyadari yang berada di dalam kamarnya adalah Tuan Vano. Dia hampir berpikir yang tidak-tidak, dia berpikir rumah tuannya telah dimasuki perampok dan ingin menyakiti majikan perempuannya itu.
"Bibi" panggil Vano dan Allin bersamaan.
"Maaf telah mengganggu kalian, Bibi mendengar pekikan Allin jadi bergegas kemari" jelasnya dengan tatapan menunduk menghindari melihat keintiman Vano dan Allin.
Vano dan Allin saling bertukar pandang dan melepaskan seukir senyum malu.
"Bibi angkat kepalamu" pinta Vano. Perempuan tua itu mengangkat kepalanya dan saat itu juga Vano mencium Allin.
Perempuan itu menatap dengan horor dan beranjak pergi dengan perasaan malu. "Astaga apa yang mereka lakukan, dia sengaja menggoda nenek-nenek sepertiku dan memperlihat adegan itu" gerutu bi Inah dengan jantung berdebar berjalan dengan cepat menjahui kamarnya.
"Bisa-bisa aku mati jantungan" guman bi Inah sambil mengambil napas dalam-dalam.
Vano terkekeh dan Allin memukul suaminya dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Nyit-nyit Idjemz
pariban kayaknya ini.
2023-07-25
0
Bambang Setyo
Good allin.. Singkirkan pelakor
2021-05-12
0
Bundanya Naz
ayo allin tetap setrong ya jgn biarkan mereka mengusik rmh tangga mu
2021-01-22
0