"Bu," panggil Bulan saat melihat ibunya berdiri di depan rumah.
Amel menoleh pada putrinya, "Kamu sudah pulang?" tanyanya dengan nada khawatir.
Bulan mengangguk, lalu memperhatikan ibunya yang terlihat cemas. "Ibu menunggu Ayah?" tanya Bulan.
Amel menatap ke depan, "Iya, Ibu lagi... ah, Mas Nanda benar-benar keterlaluan meninggalkanku!"
Amel kesal karena merasa ditinggalkan dan ingin menyaksikan kesuksesan suaminya. Dengan frustrasi, Amel berlari ke dalam rumah dan menabrak Bulan.
"Aduh!" Bulan meringis, "sakit, Bu!" Amel menyentuh pundak Bulan sebentar sebelum bergegas ke kamarnya.
Nenek Bulan meledek, "Pasti dia sangat ingin ikut dengan Nanda!" "Nenek!" Bulan menegur dengan nada tidak setuju.
Tapi Erma malah sibuk lagi dengan ponselnya. "Ish, Nenek!" keluh Bulan, kemudian dia pergi mengikuti ibunya. Begitu sampai di kamar, dia melihat ibunya sudah berganti pakaian dengan baju berwarna hitam. Bulan merasa sedikit ngilu melihat ibunya memakai baju seperti itu. "Ibu, kenapa pakai baju kayak gitu? Itu kekecilan..."
"Nggak apa-apa, ini baju yang bagus dan layak dipakai," ujar Amel.
Dia ingin tetap menemani suaminya, walaupun suaminya sudah pergi meninggalkannya. Bulan berdiri di ambang pintu sambil memegang selembar kertas. "Kenapa kamu berdiri di sini, Lan? Ibu mau pergi..."
"Ini, ada surat buat Ibu." Bulan menyerahkan kertas itu kepada ibunya. Amel mengambilnya dan menyimpannya di atas nakas tanpa membacanya.
"Ibu tidak marah? Tidak mau baca dulu surat itu?" tanya Bulan.
"Tidak, Ibu baca nanti pas sudah pulang," jawab Amel, lalu dia pergi tanpa membaca surat dari putrinya.
Bulan mengelus dada saat ibunya melewatinya tanpa memperhatikan. “Untung Ibu tidak marah!” ucapnya pelan, lalu dia keluar mengikuti ibunya yang tergesa-gesa. Namun, saat sampai di depan, ibunya sudah tidak ada.
Bulan kemudian duduk bersama neneknya. “Ibu mau ke mana, Nek?” tanya Bulan.
Erma menjawab dengan nada sinis, “Mungkin mau mengemis di depan Ayahmu!”
Bulan menaikkan alis, “Mengemis di depan Ayah? Kenapa? Ih, Nenek...” Bulan merasa tidak perlu bertanya pada neneknya yang tidak menyukai ibunya. “Mendingan aku main game saja!” pikir Bulan. Dia sengaja pulang sore karena takut dimarahi ibunya, tapi setelah menyerahkan surat dari kepala sekolah, ibunya tidak bereaksi berlebihan. “Berarti aku aman,” batin Bulan.
Sementara itu, ibunya menggunakan dress yang agak kekecilan, memperlihatkan perutnya yang sedikit menggelambir, dan naik taksi untuk menuju acara suaminya. Dia ingin menunjukkan bahwa dia layak dan pantas ikut dengannya.
“Walaupun bajuku agak kecil,” gumam Amel sambil membenarkan pakaiannya yang tidak nyaman.
"Pokoknya kalau Deka sudah bayar utang, nanti aku beli baju yang agak bagus..." gumam wanita itu.
Sementara itu, Nanda sudah tiba di tempat acara dan disambut dengan hangat. Orang-orang terkesan dengan penampilannya yang keren, terutama karena dia bekerja di perusahaan yang prestisius. Dengan cepat, dia naik ke posisi general manager dalam waktu tiga tahun, setelah sebelumnya mengalami beberapa tahun pengangguran dan bekerja sebagai karyawan swasta biasa.
"Pak Nanda, Anda sudah datang?" seseorang menyapa dengan sopan.
"Eh, Riska," balas Nanda sambil tersenyum. "Kamu datang sama siapa?" tanya Nanda, terlihat terpukau oleh kecantikan Riska.
"Sama Papa," jawab Riska.
Nanda tersenyum dan berjalan berdampingan dengan Riska masuk ke dalam gedung. Beberapa orang menoleh ke arah Nanda, bukan hanya untuk merayakan kenaikan jabatannya, tapi juga beberapa orang lain yang juga akan dirayakan.
"Pak Nanda, selamat atas jabatan baru Anda," ucap beberapa orang sambil memberikan selamat kepada Nanda.
Nanda dengan bersemangat menjabat tangan setiap orang, “Makasih banyak... makasih banyak...” katanya sambil tersenyum.
Mereka kemudian menyenggol-nyenggol Nanda saat dia berjalan masuk bersama anak seorang direktur. “Pak Nanda, Anda...” seseorang menggoda pria itu.
“Ah, apa sih! Nggak ada lah kayak gitu...” jawab Nanda sambil tersenyum.
Riska menarik tangan Nanda, “Ayo Pak Nanda, kita ke dalam. Di dalam banyak sekali orang-orang penting, bagus untuk karir Anda selanjutnya,” ucapnya.
Namun, seseorang menarik Nanda, membuat dia terpaksa mundur dan mempersilakan Riska untuk masuk terlebih dahulu. “Kenapa?” tanya Nanda pada lelaki itu.
“Kamu datang sendirian? Di mana istrimu? Bukankah kamu---“ ucapan lelaki itu terpotong ketika Nanda mengangkat tangannya.
“Dia nggak ikut! Udahlah, jangan bahas-bahas dia di sini!” ucap Nanda pada teman lamanya itu. Dia kemudian meninggalkan teman lamanya dan mengikuti Riska ke dalam.
“Padahal dia ada di level yang masih bawah, kenapa dia malah ikut hadir ke sini? Gak jelas banget!” Lelaki itu melenggang masuk ke dalam, mengikuti Riska karena dia melihat potensi Riska sebagai batu loncatan karirnya.
Riska adalah anak direktur dan manajer keuangan di bagian akunting, membuatnya menjadi target yang strategis untuk dijalin hubungan. Beberapa orang menyalami Nanda dan memberikan selamat atas jabatan barunya.
“Pak, Anda cocok banget sama Bu Riska, tahu!” Mereka mengompori hubungan keduanya yang memang sudah intens dalam beberapa minggu terakhir.
Nanda tersenyum bangga, “Kalian bisa aja!” Acara berlangsung dengan panggilan satu per satu untuk memberikan sambutan dan berterima kasih kepada tim masing-masing. Tiba-tiba, seseorang baru masuk dari luar dengan tergesa-gesa, Amel, tanpa peduli dengan tatapan orang-orang kepadanya.
“Silakan tanda tangan dulu di sini, Bu! Oh iya, apakah Anda mendapatkan surat undangan atas acara ini? Boleh kami melihatnya,” ucap seseorang yang bertugas menjaga pintu masuk.
“Saya ini istri Mas Nanda, orang yang—“ ucapannya terpotong.
“Kalau Ibu tidak punya undangan, tidak bisa masuk!” jelas penjaga pintu masuk.
Amel berusaha menjelaskan bahwa suaminya ada di dalam dan dia harus menemani, tapi penjaga tidak memperbolehkannya. Amel terpaksa mundur dan mencari cara untuk masuk. Ketika ada rombongan berbaju hitam lewat, Amel menyelinap di antara mereka dan berhasil lolos dari penjagaan.
“Heh, Anda siapa?” tanya seseorang saat Amel ikut di barisan.
“Oh, maaf, salah barisan,” jawab Amel, lalu dia pergi dari barisan tersebut.
Amel mengelus dadanya, merasa frustrasi.
“Apa sih mereka?! Aku kan harus datang. Lagian surat undanganku ada pada Mas Nanda.”
Dia memandang sekeliling, mencari suaminya yang ternyata sudah dipanggil ke atas panggung. Dengan excited, Amel maju ke depan dan melihat suaminya yang gagah berdiri bersama seorang wanita.
“Mas Nanda,” gumam Amel dengan bangga. Namun, dia tertegun melihat Nanda bersama wanita itu. Saat Nanda memberikan sambutan, dia menambahkan, “Saya benar-benar berterima kasih kepada Ibu Riska...” sambil melirik Riska yang memegang mic.
“Walaupun beliau ini masih muda, beliau benar-benar luar biasa... Kami pasti menjadi tim yang hebat,” ucap Nanda dengan bangga.
Amel terkejut saat Nanda mencium tangan Riska di depan semua orang. “Mas Nanda? Kenapa dia mencium tangan wanita itu—“ Amel menutup mulutnya, terkejut dengan tindakan suaminya.
“Emangnya harus pakai acara cium-cium kayak gitu?” batin Amel, merasa tidak percaya.
Baru Amel akan maju, tiba-tiba seseorang menumpahkan minuman ke bajunya. “Sorry!” ujar wanita itu, yang berpakaian agak terbuka.
Amel kaget, bajunya yang kekecilan itu kini basah terkena minuman berwarna merah. Dia yang tadinya akan mendatangi suaminya akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. “Ish, Mbak, lain kali hati-hati dong!” tegur Amel pada wanita itu.
Namun, wanita itu hanya menatap Amel dengan remeh. “Saya yang hati-hati? Kebalik kali, Bu. Harusnya Ibu yang parkir jangan sembarangan. Makanya kepalanya dipasangin kaca spion, biar tahu di belakang itu ada orang!” ucap wanita itu sambil pergi meninggalkan Amel.
Amel menoleh ke panggung, ternyata suaminya sudah tidak ada. “Sshh, aku harus mengeringkan dulu pakaian ini,” batin Amel. Dia segera pergi ke toilet untuk membersihkan dan mengeringkan bajunya.
Namun, langkah Amel terhenti saat dia melihat pemandangan tak terduga di lorong toilet gedung. Dia melihat seseorang yang tidak asing, dan terkejut melihat Nanda bersama wanita itu.
“Makasih ya! Kamu udah nemenin saya naik ke panggung...” “Iya, tentu saja... kaya sama siapa aja...” ucap wanita itu sambil menyentuh pundak Nanda, Amel terkejut melihat keduanya saling berbagi ciuman di depan matanya. "Mas Nanda!" seru Amel dengan nada marah sambil mengepalkan tangannya. Dia tidak percaya apa yang dia lihat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Fiqri Skuy Skuy
Menarik perhatian.
2025-10-01
1