"Rama?" batin Ria yang langsung mengangkat kepalanya yang berat saat mendengar nama murid pindahan itu disebut, dan benar saja saat Ria melihat seorang cowok tinggi yang berdiri di depan semua orang, dia memang benar-benar Rama yang Ria temui kemarin dan yang juga mengantarnya pulang sampai rumah.
Rama yang melihat Ria tengah menatapnya pun balas menatapnya sambil melempar senyum manisnya hanya pada Ria seorang.
"Buset! dia senyum manis banget gila! bener kan gue bilang, bener-bener dah cowok masa depan banget!" ucap Mita yang kebawa salting melihat Rama yang tiba-tiba tersenyum dan Seli yang duduk di sampingnya juga ikut-ikutan salting.
"Kira-kira kalo dibandingin sama Kevin mana yang lebih ganteng ya?" tanya Sena yang duduk tak jauh dari Ria pada Mita yang langsung memukul kakinya.
"Aduh! kenapa lo malah mukul gue sih” Sena mengaduh tidak terima.
"Lo kalo ngomong di filter dikit bisa nggak sih" bisik Mita hati-hati agar tidak terdengar yang lain termasuk cewek yang kini hanya menunduk di kursinya.
"Ups sorry..." Sena Pun langsung menyadari apa yang tak seharusnya tidak ia katakan.
"Pak! kok dia bisa masuk kelas kita sih? waktu itu aja kata bapak kelas kita udah cukup orang kelas samping kan masih bisa diisi lagi" tanya Raka mewakili satu kelas yang juga sedikit tidak terima kedatangan murid pindahan apalagi seorang cowok, kan cewek lebih baik kata batin para cowok jomblo.
"Itu gara-gara dulu Kevin masih masuk, sekarang dia kan nggak tahu kapan masuk lagi kali aja cuti sampe tahun depan" ucap pak Wanto yang memang ada benarnya juga.
"Iya juga ya, eh tapi kan pak kita udah kelas tiga tahun depan ya udah lulus lah pak" salah satu murid baru sadar membuat yang lainnya juga ikut-ikutan meributkan tentang Kevin, apalagi para crush Kevin.
"Udah-udah dia masih bisa bangun juga masih untung" ucap pak Wanto menenangkan seisi kelas.
"Nah Rama, duduk aja di kursi yang kosong" pak Wanto mempersilahkan Rama yang mengangguk lalu berjalan menuju kursi kosong yang ada di belakang Ria, satu-satu nya kursi kosong yang seharusnya tidak diisi oleh orang lain.
Seisi kelas yang melihat hal itu pun langsung melihat ke arah Rama yang sudah duduk di kursinya dengan tatapan terkejut dan tak percaya, apalagi melihat cewek yang ada di depan tempat duduk Rama hanya diam saja sambil terus menunduk.
"Ria, lo yakin nggak papa?" tanya Mita yang peka menyadarkan Ria yang sama sekali tidak peduli dengan orang yang duduk di kursi di belakangnya yang biasanya langsung ditendang pantatnya dari kursi itu.
Mendengar Mita berbisik padanya Ria baru tersadar dari lamunannya, menyadari seisi kelas tiba-tiba tengah menatapnya aneh. melihat Ria yang tengah kebingungan pun Mita menunjuk ke belakang Ria dengan dagunya. Ria pun langsung menoleh ke arah yang Mita tunjuk dan mendapati kursi di belakangnya sudah ada yang mendudukinya.
"Sip! pasti dia bakalan kena tendangan maut dari sang bidadari sekolah, rasain lo anak baru!" batin seisi kelas yang melihat Ria menoleh menatap Rama di belakangnya.
Dan tanpa ada yang menyadari Ria yang baru tersadar dari lamunannya melihat orang yang tengah duduk di belakangnya adalah orang yang selalu ia tunggu kehadirannya, dan itu membuatnya jadi ingin menangis saat itu juga.
"Hai Ria, kita satu kelas. Kedepannya kita tetep temenan ya" ucap Rama sambil tersenyum manis.
Suara Rama pun berhasil menghilangkan halusinasi Ria yang sudah sangat bahagia, menyadari kalau yang tengah duduk di kursi itu bukan Kevin yang jelas-jelas tidak mungkin datang ke sekolah lagi, melihat Rama yang tengah tersenyum pada Ria justru malah membuatnya seakan tertampar berkali-kali oleh kenyataan yang tak menginginkannya membayangkan sosok itu.
"Oke semuanya sekarang buka pekerjaan rumah kalian dan kumpulkan ke depan!" pak wanto pun langsung mengontrol kelas yang seketika mengeluh bersamaan, selain karena pak Wanto yang mengingatkan tentang pekerjaan rumah tapi juga karena Ria yang langsung membuang muka dan tidak melakukan apapun pada Rama yang duduk di belakangnya.
"Lah... nggak seru ah, nggak ada acara tendang pantat" seru para murid laki-laki dengan kecewa.
Sementara itu Rama yang sudah tidak jadi pusat perhatian lagi kini menatap punggung Ria yang ada di depannya dengan tatapan serius, dan sedikit kecewa menyadari perubahan wajah Ria yang sudah Rama pahami sejak menelusuri tentang kehidupan Ria, dan hal itu membuatnya semakin membulatkan tekadnya untuk terus menjalani tugasnya yang sekarang.
***
Jam istirahat…
"Hei Rama! lo mau ikut kita makan siang ke kantin nggak?" tanya Raka mengajak Rama saat yang lain mulai keluar setelah bel istirahat berbunyi.
Rama menatap Raka bersama Mita dan Seli yang mengajaknya ke kantin bersama, tentu ia senang bisa diajak oleh teman pertamanya di sekolah baru.
"Ya boleh" Rama mengiyakan. Saat tiba-tiba Roy datang dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana abunya sambil menatap Rama seperti menatap kotoran di pinggir jalan.
"Si Roy udah mulai masang muka itu lagi, alamat ini mah" Raka dan yang lainnya pun langsung mundur selangkah karena tak ingin berurusan dengan sang kapten basket sekolah yang paling disegani.
Roy masih menatap Rama tanpa mengatakan apapun, sementara itu yang ditatap tak kalah serius menatap sang kapten basket dengan tatapan yang seakan menantang.
"Gue tunggu di lapangan basket. Itupun kalo lo bisa main basket" setelah mengatakan itu Roy pun berlalu pergi meninggalkan kelas.
"Gue rasa itu ancaman serius deh" ujar Raka masih mengamati pintu kelas takut-takut Roy tiba-tiba datang lagi.
"Apaan sih Roy pake acara nantang-nantang kek gitu? syirik aja si dia. Wajar aja kan dia punya saingan lagi" ujar Mita tidak terima.
"Udah Rama nggak usah di pikirin, lo juga nggak perlu ngeladenin orang kayak dia" lanjutnya, Mita membujuk Rama.
"Gue rasa... seru juga bisa main basket lagi" ujar Rama sambil tersenyum senang.
"Eh? entar, lo serius mau nerima tantangan Roy?" tanya Seli terkejut dengan jawaban Rama yang dengan entengnya menerima tantangan Roy seperti menerima tantangan dari anak kecil.
"Denger ya Rama, lo nggak mungkin bisa ngalahin Roy si kapten basket, bahkan satu sekolah pun belum ada yang bisa menyaingi kemampuan Roy, walaupun muka dia itu agak konyol tapi kalo lo sampe berurusan sama dia, udah kayak iblis basket" terang Raka yang sedikit mendramatisir.
"Kayak iblis ya…" gumam Rama hampir tidak terdengar.
"Heh Rama! lo denger nggak sih?"
"Kayaknya menarik" sambil memasang senyum smirk, seakan tidak mendengar peringatan apapun dari Raka, Mita, dan Seli, ia membayangkan apa yang akan terjadi jika yang dikatakan Raka itu memang benar.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments