Di ruangan kamar yang gelap gulita, seorang laki-laki dengan kaos pendek dan celana jins panjang tengah termenung di pinggir kasur yang langsung menghadap jendela kamar yang terbuka memperlihatkan langit malam dengan bulan sabit yang menyinari malam menembus jendela yang yang bisa dilihat oleh cahaya bulan.
"Cih! menyusahkan!"
Rama Riski Purnama, cowok yang beberapa hari yang lalu hendak bunuh diri itu tengah mengingat kembali awal mula keadaannya jadi seperti ini. Menjadi anak broken home sejak berumur 9 tahun membuat dirinya kehilangan segalanya. Malam itu malam yang sama seperti malam ini Rama terpaksa terus menjalani kehidupannya di dunia kejam ini karena orang berjubah putih yang datang di malam itu.
Saat itu malam hari dengan bulan sabit, di atap gedung 10 lantai Rama berdiri di atas pembatas besi bersiap untuk melompat menjemput ajalnya, hal gila yang pernah Rama lakukan dalam hidupnya yang sudah hancur tak bersisa.
"Anda yakin ingin melompat? anda akan menyesalinya jika melakukannya”
Tiba-tiba seseorang muncul tepat di belakang Rama, seorang laki-laki tua dengan jubah putih dan wajah yang bersinar penuh kedamaian.
Rama tersenyum kecut “ya seenggaknya gue nggak harus hidup di dunia yang kayak neraka ini”
"Benarkah? Saya rasa anda masih punya alasan untuk bertahan" ucap orang tua berjubah putih itu mencoba mengingatkan.
"Dan gue rasa, gue sama sekali nggak punya hal kayak gitu di dunia yang menyedihkan ini” Rama menoleh menatap orang tua berjubah putih itu yang ternyata tidak menapak sama sekali sambil tersenyum miris.
"Lalu, bagaimana dengan gadis kecil bernama Mika, saya rasa gadis kecil itu tengah berjuang dan butuh sosok kakak untuk menyemangatinya"
Mendengar nama yang tak asing itu, pikiran Rama pun langsung melayang ke sosok gadis kecil yang paling ia benci, wajahnya, suaranya, dan senyumnya yang selalu mengingatkannya tentang betapa menyedihkannya kehidupan ini.
"Dia bukan adikku" ucap Rama penuh penekanan.
"Gadis kecil yang malang. Padahal dia selalu menemanimu, selalu memberimu semangat dan penghargaan untuk kakak yang bahkan tidak mau melihat wajahnya, tapi itu tak mematahkan semangatnya untuk mendapat perhatian sang kakak” terangnya dengan maksud menyinggung.
"Kakak ayo main hujan!" Mika menghampiri kakaknya yang tengah menyendiri di kamarnya.
"Sedang hujan kita bisa menangis sepuasnya tanpa ada orang yang tahu kita sedang menangis" Mika menarik-narik tangan kakaknya yang langsung menepis tangan Mika dengan kasar.
"Pergi! gue nggak mau liat muka lo! gue benci lo!!" bentak Rama tanpa memperdulikan perasaan Mika yang sudah hampir menangis.
Mika yang selalu menghampiri nya hanya untuk main hujan agar ia bisa menangis sepuasnya, Mika yang tanpa lelah berusaha membujuk sang kakak yang sudah terlanjur membencinya. walaupun punya luka dan penderitaan yang sama sebagai anak broken home dari dua ibu yang berbeda Mika selalu punya caranya sendiri untuk mengutarakan kesedihan dan rasa sakitnya.
"Dia masih menunggu kakaknya datang, dia masih dan selalu menunggu sampai kakaknya mau menerimanya, sampai detik penghabisan dia akan selalu menunggu” orang tua itu kembali menyinggung.
"AAAAKH!!!"
Rama yang baru menyadari kebodohannya pun hanya bisa berteriak sambil menangis menyesali perbuatannya yang sama saja dengan orang tuanya yang melampiaskan kemarahan mereka pada nya begitu pula Rama yang melampiaskan kebenciannya pada Mika yang hanya ingin sosok kakak untuknya.
"Tentu saja dia masih menunggu kakaknya sebelum di operasi" ucap laki-laki berjubah putih itu mengingatkan.
Benar, hari ini adalah hari di mana Mika akan di operasi usus buntu. Tak banyak tanya Rama langsung berlari menuju rumah sakit dimana Mika di rawat. Dan benar saja Mika masih belum mau dioperasi sebelum melihat wajah kakaknya walau itu untuk yang terakhir kalinya.
Setelah berhasil membujuk Mika, operasi pun akhirnya bisa dilaksanakan tanpa halangan.
"Apa lo udah selesai setelah ncegah gue bunuh diri?" tanya Rama pada sosok berjubah putih yang masih mengikutinya sampai rumah sakit.
"Sebenarnya tujuan saya menemui anda bukan hanya itu saja”
Angin malam berhembus kencang menyapu segala yang dilewatinya, begitupula dengan bulan yang mulai tertutupi oleh awan di gelapnya malam. Rama sedikit merinding saat merasakan angin berhembus menyapu tengkuknya yang tidak tertutup apapun, seperti ada aura yang tidak mengenakkan disekelilingnya tengah mengarah padanya dari penjuru arah.
Rama pun berbalik menghadap sosok yang ada di belakangnya, melihatnya tidak bisa dilihat orang lain dan kakinya yang tidak menapak tanah masih saja membuatnya merinding. Tubuh yang cukup tinggi dibalut jubah putih panjang tanpa noda, dan topi lebar dari anyaman yang dibalut dengan kain putih sebagai pengikatnya. Dilihat dari sisi manapun dia tetap hantu di matanya.
"Saya ingin anda membunuh iblis yang datang ke dunia ini untuk menghancurkan dunia ini"
***
"Hei semuanya...! kalian tahu nggak hari ini kelas kita kedatangan murid pindahan loh" ucap Mita tiba-tiba datang dengan kabar gosip paginya.
"Hah! beneran lo Mit?"
"Murid pindahan dari mana?"
"Tahu dari mana lo Mit? jangan-jangan lo salah kabar lagi"
"Iya, kemaren aja murid pindahan dari sekolah sebelah nggak bisa dipindahin ke kelas kita gara-gara kelas kita udah cukup orang"
"Palingan dia di pindah ke kelas sebelah"
Satu kelas pun dibuat riuh oleh kabar dari Mita sang ratu gosip
"Iya juga sih kalo dipikir-pikir kelas kita udah kepenuhan orang, tapi katanya dia masuk kelas ini kok" ucap Mita meyakinkan.
"Cowok apa cewek Mit?” tanya Seli mengabaikan teman-teman nya yang masih memperdebatkan kabar dari Mita.
"Cowok Sel, tinggi, putih, sopan lagi, bener-bener cowok idaman banget lah" Mita menjawab dengan penuh semangat dan mata yang sudah berbinar-binar membayangkan cowok yang ia temui di lorong kelas tadi.
Sementara itu Ria yang dari tadi hanya melamun di bangkunya memperhatikan teman-temannya yang sedang ribut tentang murid pindahan yang Mita bicarakan itu, jiwanya seperti tidak ada di tempatnya.
"Eh Ria lo abis nangis?" tanya Raka yang menyadari raut muka Ria yang memang sedikit lebih gelap hari ini. Mita, Seli, dan Roy yang mendengar pertanyaan Raka pun menoleh pada Ria.
"Wah bener tuh Ri muka lo udah kayak awan mendung ajah, lo nggak pake sunscreen apa?" Mita memperhatikan wajah Ria dari dekat saat menyadari wajah Ria yang sedikit tidak terawat akhir-akhir ini.
"Lo nggak lagi sakit kan?" tanya Levi yang masih terlihat santai saat yang lainnya mengkhawatirkan Ria.
"Nggak kok gue nggak apa-apa semalem gue nonton sinetron sampe tengah malem" jawab Ria berbohong sambil tersenyum.
"Lo_" ucapan Roy pun terpotong saat tiba-tiba salah satu teman kelasnya yang kerjaannya suka mengamati luar kelas berteriak heboh.
"Weh guru udah dateng weh! tiarap-tiarap!" tanpa aba-aba semua orang langsung bergegas duduk ke kursi masing-masing.
"Weh! lo ngapa tiarap beneran conge!" tegur Raka pada Bima teman sebangkunya yang malah beneran tiarap di atas lantai.
"Hehe… sorry, typo"
Kelas pun sudah rapi saat guru masuk, dan kali ini pak Wanto tidak datang sendirian.
"Sebelumnya Bapak ingin memperkenalkan pada kalian murid pindahan yang akan belajar bersama kalian di kelas ini"
Satu kelas pun langsung riuh oleh tebak-tebakan siapa kira-kira murid pindahan yang pak Wanto maksud. Tak lama seseorang masuk ke kelas, murid pindahan yang pak Wanto bawa, dan benar saja seperti yang Mita katakan tentang murid pindahan itu, satu kelas pun langsung menoleh menatap Mita yang tengah melipat tangan sambil menampilkan wajah bangganya.
"Hai semua, nama gue Rama Riski Purnama, kalian bisa panggil gue Rama aja” ucap Rama memperkenalkan diri.
"Rama?" batin Ria yang langsung mengangkat kepalanya yang berat saat mendengar nama murid pindahan itu, dan benar saja saat Ria melihat seorang cowok tinggi yang berdiri di depan sana, dia memang benar-benar Rama yang Ria temui kemarin dan yang juga mengantarnya pulang sampai rumah.
Rama yang melihat Ria tengah menatapnya pun balas menatapnya sambil melempar senyum manisnya hanya pada Ria seorang.
"Buset! dia senyum manis banget gila! bener kan gue bilang, bener-bener dah cowok masa depan banget!" ucap Mita yang kebawa salting melihat Rama yang tiba-tiba tersenyum dan Seli yang duduk di sampingnya juga ikut-ikutan salting.
"Kira-kira kalo dibandingin sama Kevin mana yang lebih ganteng ya?" tanya Sena yang duduk tak jauh dari Ria pada Mita yang langsung memukul kakinya.
"Aduh! kenapa lo malah mukul gue sih" Sena mengaduh tidak terima.
"Lo kalo ngomong di filter dikit bisa nggak sih" bisik Mita hati-hati agar tidak terdengar yang lain termasuk cewek di belakangnya yang kini hanya menunduk di kursinya.
"Ups sorry...” Sena Pun langsung menyadari apa yang tak seharusnya tidak ia katakan.
"Pak! kok dia bisa masuk kelas kita sih? waktu itu aja kata bapak kelas kita udah cukup orang kelas samping kan masih bisa diisi lagi!" tanya Raka mewakili satu kelas yang juga sedikit tidak terima kedatangan murid pindahan apalagi seorang cowok, kan cewek lebih baik kata batin para cowok jomblo.
"Itu gara-gara dulu Kevin masih masuk, sekarang dia kan nggak tahu kapan masuk lagi kali aja cuti sampe tahun depan" ucap pak Wanto yang memang ada benarnya juga.
"Iya juga ya, eh tapi kan pak kita udah kelas tiga tahun depan ya udah lulus lah pak" salah satu murid baru sadar membuat yang lainnya juga ikut-ikutan meributkan tentang Kevin, apalagi para crush Kevin.
"Udah-udah, dia masih bisa bangun juga masih untung” ucap pak Wanto menenangkan seisi kelas.
"Nah Rama, duduk aja di kursi yang kosong" pak Wanto mempersilahkan Rama yang mengangguk lalu berjalan menuju kursi kosong yang ada di belakang Ria, satu-satu nya kursi kosong yang seharusnya tidak bisa diisi oleh orang lain selain pemiliknya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments