Aku tak bisa bicara waktu semobil dengannya. Tiba-tiba saja terasa canggung. Ken yang selalu kuanggap sahabat tiba-tiba harus berstatus pacar dalam semalam.
“Kau diam sekali?” Aku kaget saat Ken tiba-tiba bertanya.
“Tidak hanya... terasa aneh saja. Bukan apa-apa.” Dia menghela napas.
“Senin aku belum pulang, tak bisa menemanimu bertemu Herman, bawa assisten bersamamu.”
“Itu pertemuan konsultasi pribadi, aku tak bisa membawa siapapun. Itu charge satu atau dua jam tergantung lamanya konsultasi.”
“Kau akan baik-baik saja?”
“Tentu saja aku akan baik-baik saja...”
“Kau tahu apa masalahmu? Kenapa kau masih teringat pada mantanmu begitu lama...” Aku menoleh padanya.
“Kenapa...”
“Itu karena dia satu-satunya bagimu! Cuma dia yang pernah kau ingat, kau tak pernah membiarkan orang lain meninggalkan jejak baik untukmu. Karena kau sendiri menutup diri untuk siapapun, kau tak punya pembanding yang lebih baik dan yang lebih bodoh kau membiarkan pengalaman burukmu menentukan nasibmu. Kau membiarkan dia yang tak pernah memikirkanmu mempengaruhimu selama bertahun-tahun. Well, baiklah mungkin ada bagian lain yang tak kutahu, kau pernah cerita kau dibesarkan oleh Ibumu sendirian. Mungkin itu entah bagaimana membentuk pikiranmu. Tapi kau tahu apa yang dialami oleh orang lain, tidak menentukan bagaimana kau berakhir. Kenapa kau begitu negative menerima sesuatu.”
Kalimat panjang lebar itu membuka mataku. Iya benar, mungkin karena dia satu-satunya yang bisa kuingat selama bertahun-tahun. Ada beberapa tapi itu cuma cinta monyet, tak serius, terlalu bodoh untuk diingat, sama tak rasionalnya, dan sama berakhir tidak baik. Semua cerita cintaku berakhir tidak baik,entahlah mungkin dari dalam hatiku aku juga tak percaya pada cinta.
“Aku tak tahu Ken, mungkin kau sepenuhnya benar, aku bodoh. Atau aku hanya melindungi diriku sendiri. Sendiri lebih tenang selama ini, tapi aku tak tahu saat dia muncul aku masih terpengaruh setelah sekian lama... ” Diam kemudian. Sama-sama berpikir apa yang kami jalani,tapi kemudian aku teringat aku harus membuat pengaturan soal pacaran ini.
“Ken, kau tak usah menghabiskan waktumu bersamaku. Aku serius... kemarin hanya dorongan perasaan sesaat, setelah ini aku akan baik-baik saja.”
“Aku tak menghabiskan waktu. Kau pikir aku main-main?” Dia mengemudi tapi menoleh padaku sebentar.
“Kau punya banyak pilihan lebih baik dariku. Kenapa kau harus menghabiskan waktumu bersamaku?”
“Yang menentukan lebih baik atau buruk itu dari sisiku, bukan pandanganmu. Sudah kubilang beri saja aku 6 bulan untuk jadi kekasihmu. Setelah itu kau boleh memutuskan kita akan lanjut atau tidak.”
“Ken,...” Aku masih berusaha mengubah pikirannya.
“Setelah enam bulan Kay. Jangan mencoba mengubah kesepakatannya...” Dia memotongku langsung dengan menekan perkataannya. “Setelah enam bulan jika kau tak mau lanjut aku kita akan jadi teman biasa lagi. Ini 15 Desember, 15 Juni kau bisa memutuskan.”
Dia tak memberiku kesempatan dan tak ada yang bisa kukatakan lagi.
“Ini sangat aneh...”
“Nanti kau akan terbiasa. Sebenarnya kau sudah terbiasa denganku. Kita sahabat baik selama enam tahun ini, ini hanya setingkat lebih serius saja.” Dia tertawa kecil, aku heran, sebenarnya apa yang ada dalam pikirannya.
“Kau akan menyesal membuang waktumu...”
“Kita lihat saja nanti. Ini baru hari pertama kan. Jangan buru-buru menyimpulkan.” Dia tersenyum kecil dan membuat kedipan kecil dimatanya.
Aku tak tahu dia bisa begitu penggoda, sebenarnya aku tak pernah membayangkan sisi romantisnya. Dia tampan siapapun tahu, tapi entah kenapa aku begitu tak pernah memperhatikannya. Mungkin karena dia terlalu baik padaku dari awal. Entah kenapa aku malah tidak menggangap orang yang terlalu baik menarik. Kurang sisi misteriusnya mungkin.
“Hentikan ayang-ayangan padaku.”
“Lalu mau dipanggil apa?”
“Kay, namaku jelas. Bukan Ayang.”
“Sebenarnya hanya dirimu yang kupanggil Ayang.”Aku mendelik rayuan macam apa pula ini.
“Gak percaya, cewemu banyak.”
“Aku hanya memberi panggilan jika aku nyaman dengan seseorang, itu kenyataannya. Terserah padamu mau percaya atau tidak.”
“Terus lu mau ngakuin pacar lu di kantor?”
“Ya iyalah.”
“Selama ini kamu susah banget ngakuin orang jadi pacar. Kok bisa sama gue dalam satu hari udah pasti.” Dia diem sekarang. Lama dia gak jawab.
“Kay, kita jalan aja oke. Jangan ngomongin hal yang terlalu jelimet sekarang. Yang pasti lu harus inget lu pacar gue, gak ada cerita lu bisa main mata sama mantan. Dia 6 tahun gak sekalipun nelepon atau hubungi kamu.”
“Emang engga...” Aku menjawab pelan. Karena kenyataannya mungkin aku ingin mengobrol dengan Herman lagi walau aku juga sempat menyangkalnya. Ingin mendengar tawa dan cerita serunya lagi. Sekarang aku tahu aku sama sekali tak bisa melupakan Herman. Tapi bisakah Ken membuatku melupakannya...
“Gimana jika Papamu tahu kita pacaran.”
“Dia pasti denger, tapi selama aku belum ngasih tahu resmi, belum bawa orangnya ke depan dia, dia gak akan nanya.”
“Ohh...” Papanya jarang muncul dikantor, jika muncul pun biasanya beliau hanya melayani sesi konsultasi para partner.
“Kenapa mau langsung dikenalin resmi. Tandatangan catatan sipil langsung juga boleh kalo mau?”
“Apaan sih? Lu tuh ya, yakin banget sama gue. Gak takut gue jadi nyebelin terus kita berantem.”
“Ohh, kamu lupa kita udah 6 taon sobatan. Kita sobatan jujur, marahnya lu, resenya lu, plus batunya lu gue udah tahu,...apalagi?” Dia bicara begitu yakin, tapi kenapa aku benar-benar seperti masih menganggapnya teman.
“Sok yakin...”
“Terserah Ayang...Pokoknya Abang yakin.”
“Ayang-ayangan lagi.” Dia ketawa.
“Ken, bagaimana jika diakhir aku tidak ingin melanjutkan. Apa kau akan membenciku.”
“Kita lihat saja nanti. Dan tidak aku tak akan membencimu jika kita tidak berhasil.”
Bertepatan kami sampai ke mall tempat biasa kami makan.
“Ayo,...” Dia meminta mengandeng tanganku. Kali ini aku membiarkannya, kurasa dia tidak berniat buruk, mungkin aku hanya harus mencoba. Karena tidak ada pilihan lain selain ini. Dia benar-benar membuatku terpojok.
“Aku pergi.” Dia mengantarku kembali ke lobby kantor dan aku bersiap-siap turun
“Byee. Hati-hatilah. Aku pulang oke.”
“Tunggu dulu?” Dia memegang tanganku.
“Apa?”
“Cium pipi,...”
“Ken!” Aku langsung protes. Dia tertawa, dan tanpa disangka dia menarik tanganku. Memeluk pinggangku dari samping dan satu ciuman mampir di pipiku membuatku terbelalak. Aku langsung memegang pipiku. Kami terlalu dekat.
“Jangan nakal waktu aku tak ada.” Dan dia tak melepasku saat mengatakan itu. “Janji, atau kucium sekali lagi.”
“Janji...” Aku terpaksa mengatakan itu sebagian karena terlalu terkejut.
“Itu untuk membuatmu memikirkanku malam ini. Mungkin kau sedikit tak bisa tidur tapi itu normal. Pulanglah...” Dan dia melepas pelukannya. Dan aku tak bisa bicara sesaat karena terlalu terkejut oleh tindakan tiba-tibanya.
“Aku pulang,...” Dan aku keluar dengan cepat tanpa menoleh lagi, aku harus meredakan debaran jantungku sekarang.
Aku meringis. Malam ini mungkin sepertinya benar katanya aku tak bisa tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 360 Episodes
Comments
Zuraida Zuraida
buat apa membuang waktu sia sia memikirkan orang yang tak pernah perduli
2023-04-25
0
Yuyun Yuliani
aduuhh... jadi ada pengetahuan lagi ttg seorang pengacara dan urutan level nya🥰
2023-04-12
0
Tinna Augustinna
cieee mulai Ade debaran
2023-01-11
0