Bab 2

Wajah Alya menegang mendengar ucapan Vandra. Suara melengkingnya pecah di ruang tamu yang hening, “Maksudmu apa, Mas?”

Tatapannya menusuk, penuh tanda tanya sekaligus ketakutan yang mencabik. Vandra tercekat, bibirnya terbuka tapi tak ada suara yang keluar. Dia menatap lantai, seolah mencari jawaban di sela-sela keramik.

Erika yang sejak tadi hanya menunduk, tiba-tiba melirik ke arah Vandra. Napasnya berat, namun kata-kata meluncur tanpa jeda.

“Kita sudah menikah siri.”

“APA?!” pekik semua orang serentak, membuat ruangan bergetar oleh gema keterkejutan.

Dunia Alya runtuh seketika. Tubuhnya goyah, kedua kakinya bagai melayang, tak sanggup menopang beban kenyataan. Nyawanya serasa tercabut sebagian, membuatnya sulit bernapas.

Cinta yang selama ini dia rawat dengan pengorbanan dan doa, dalam satu detik berubah menjadi bara kebencian yang tak terpadamkan. “Tega kamu, Mas!” teriak Alya dengan suara pecah, penuh luka.

Pak Lukman buru-buru meraih bahu Alya, Bu Laila mendekap tubuh putrinya erat-erat. Mereka bisa merasakan getaran sakit di tubuh Alya, seolah denyut nadi gadis itu bergetar karena hancur.

Di waktu bersamaan, Zara menerima telepon. Dia menempelkan ponsel ke telinga dengan ekspresi murka.

“Ya, ada apa?” tanyanya cepat.

Dari seberang sana, suara Amara terdengar lantang. “Bajing an kakakmu itu, Zara! Dia sudah menikah siri sama si pelakor tiga hari yang lalu, setelah digerebek warga! Aku akan suruh Mbak Alya gugat dia!”

Zara langsung berdiri. “Apa?! Tiga hari lalu?!” Suaranya nyaring, membuat semua orang menoleh.

Mama Vany masih terperangah, wajahnya pucat. “Mana buktinya kalau kalian sudah menikah siri?” tanyanya dengan nada penuh ketidakpercayaan, meski hatinya sudah goyah.

Erika merogoh ponselnya dengan tangan gemetar. Ia membuka folder rahasia yang selama ini disembunyikan. Di layar terpampang video, Vandra duduk bersila di depannya seorang penghulu, suara ijab kabul terdengar jelas. Beberapa warga menjadi saksi, wajah mereka tampak gusar.

Papa Indera menutup mulut dengan tangan, tak percaya mata dan telinganya sendiri. Mama Vany menatap nanar, tubuhnya goyah seperti hendak roboh.

Pak Lukman mengambil ponsel itu, jemarinya bergetar. Matanya panas saat menatap wajah menantunya yang sedang melafalkan janji di depan penghulu. Dia ingin melempar benda itu, tetapi Alya menahan tangannya. Dengan sisa tenaga, Alya merebut ponsel itu. Tatapannya hampa, tapi genggaman tangannya erat.

“Pa, Ma.” Zara bersuara lantang, matanya berkilat. “Mereka menikah baru tiga hari lalu! Itu pun karena digerebek warga. Kak Vandra sering datang ke rumah Erika siang hari, saat jam istirahat. Mereka ketahuan lagi @#$—an sama orang depan rumahnya yang kebetulan terlihat dari jendela. Makanya mereka dinikahkan, kalau enggak mereka bakal diarak keliling komplek!”

Semua orang terperangah. Napas Alya tercekat.

“Gila kamu, Mas!” teriak Alya, matanya merah basah. “Tiga hari yang lalu kamu bilang lembur! Kamu bilang ada pekerjaan mendesak sampai harus menginap di kantor. Nyatanya? Kamu malam pengantinan sama gundikmu itu!”

Kata-kata Alya menampar keras hati Vandra. Namun, ia tetap diam karena semua yang keluar dari mulut Alya adalah kebenaran. Malam itu ia benar-benar tidur dengan Erika, malam penuh birahi setelah ijab kabul yang diliputi rasa malu.

Alya terisak, suaranya pecah. “Padahal waktu itu Axel sakit! Anak kita demam tinggi, sampai kejang-kejang! Aku panik, sendirian di rumah, tanpa kendaraan karena mobil kamu bawa. Aku telepon, aku menangis, tapi kamu tak datang. Ternyata kamu sibuk bercumbu dengan dia!”

Pak Lukman mengepalkan tangan, nadinya menonjol. Wajahnya merah padam, ingin sekali dia menghajar menantunya. Namun, Bu Laila memeluk lengannya erat, berusaha menahannya.

“Laki-laki bajingan seperti dia pantasnya masuk penjara!” Zara berseru lantang. “Mbak, laporkan saja! Biar dia tahu rasa!”

Alya menatap layar ponsel di tangannya dengan mata membelalak. Jemarinya gemetar, napasnya memburu. Semula ia hanya ingin memastikan kebenaran ucapan Erika, tetapi ternyata layar itu menampilkan sesuatu yang lebih kejam dari sekadar bukti pernikahan siri.

Video itu berisi dirinya—suaminya—Vandra, bersama wanita itu, Erika. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Puluhan, bahkan ratusan file berjejer rapi di folder rahasia.

Satu per satu ia buka, seolah tubuhnya bergerak sendiri tanpa kendali. Dan setiap detik rekaman yang diputar, hatinya seperti dihantam palu besar. Suara tawa Vandra yang dulu membuatnya jatuh cinta, kini terdengar menjijikkan ketika bercampur desah syahwat bersama wanita lain. Senyum mesra yang dulu hanya untuknya, kini ia saksikan diberikan kepada orang yang merebut rumah tangganya.

Tubuh Alya bergetar hebat, tangisnya pecah tanpa bisa ditahan. “Astaghfirullah, Ya Allah, tega sekali kalian!” suaranya melengking, penuh rasa terhina. “Biadab! Rupanya sejak enam bulan lalu kalian tidur bersama, bahkan kalian merekam semua itu seakan bangga dengan dosa kalian!”

Mata Alya melebar. Napasnya terhenti. Ia menggulir layar, jantungnya serasa dicengkeram. Ada puluhan, bahkan ratusan video. Wajah Vandra dan Erika ada di dalamnya, bersentuhan, berpelukan, bercumbu, berhubungan layaknya pasangan sah.

Air mata Alya mengucur deras, seakan tidak ada habisnya. Wanita berjilbab bunga itu memegang kepalanya. Denyut sakit menyerang, kepalanya berat, tubuhnya lemah. Dia merasa seperti berada di jurang paling dalam. Cinta yang ia jaga, keluarga yang ia lindungi, semuanya hancur dalam sekejap.

Vandra terdiam. Tidak ada pembelaan. Tidak ada kalimat pembenaran. Semua bukti terpampang jelas. Setiap detik rekaman itu seperti menelanjangi harga dirinya di depan keluarga.

Erika, di sisi lain, merunduk. Wajahnya pucat pasi, tangan dingin, matanya berkaca-kaca. Namun, ia terlalu takut untuk bersuara. Setiap tatapan dari orang-orang di ruangan itu menancap seperti belati, membuatnya semakin ciut.

Alya terhuyung, hampir terjatuh, jika tidak segera dipeluk Bu Laila. “Sakit… hatiku sakit, Bu…” lirihnya di antara tangis. “Aku tidak sanggup lagi melihat ini…”

Dengan sisa tenaga, Alya mengirim seluruh video itu ke email pribadinya. Bukan karena ia ingin menyimpannya, tapi sebagai bukti kelak jika Vandra berani menyangkal. Ia tahu, setelah ini, hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Perlahan Alya mengangkat kepala. Mata basah, wajah pucat, namun sorot matanya tajam penuh kebencian. Tatapannya menghujam langsung ke arah Vandra dan Erika.

Alya terus menangis. Suaranya melengking, nyaring, memecah ruangan. “Kalian kejam! Kalian bukan hanya menghancurkan rumah tanggaku, tapi juga kehormatanku! Apa salahku, Mas? Apa aku kurang baik? Kurang setia? Kurang melayani?”

Tak ada jawaban dari mulut Vandra. Dia hanya diam dan bagi Alya itu lebih menyakitkan daripada seribu pisau.

“Kalian bukan hanya merampas suamiku.” Suara Alya lirih tapi menusuk, “kalian juga merampas kehormatanku, harga diriku, bahkan masa depan anak-anakku. Aku tidak akan pernah lupa, Mas. Tidak akan pernah.”

Vandra terdiam membisu, sementara Erika menunduk semakin dalam, menahan air mata.

Suasana hening. Hanya suara isak Alya dan tangisan lirih Bu Laila yang terdengar, seolah seluruh dunia berhenti menyaksikan kehancuran seorang istri yang dikhianati.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

tapi namanya manusia sudah ga punya moral dan rasa malu, sempat" nya mereka merekam saat sedang berhubungan donk dan bukan hanya satu, bahkan banyak video ternyata,,,memang pasangan sakit sih😡😡😡🤬

2025-10-01

1

Esther Lestari

Esther Lestari

nyesek....
gila emang pasangan selingkuh ini.
sakit banget pasti Alya....anak sakit bukannya pulang malah asik dgn wanita lain.

2025-09-28

1

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

hadir thor... tp langsung nyesek seorang istri yg terluka terlalu dlm krn penghianatan suami...

2025-09-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!