Sudah satu minggu berlalu sejak Kiandra mulai bekerja di sini. Sungguh pengalaman yang berbeda mengurus anak yang memiliki temperamen buruk seperti ini. Para pelayan di rumah ini bahkan kagum padanya karena dia berhasil bertahan selama seminggu. Memang sulit sekali berurusan dengan bocah itu karena tempramennya yang buruk. Selalu cemberut setiap kali melihat Kiandra. Entah apa masalahnya, yang pasti Kiandra hanya melakukan pekerjaannya.
"Tuan Axton akan pulang untuk makan malam nanti. Jadi saya perlu memasak lebih awal. Tolong urus Tuan Muda ya." kata Helena.
"Baik, saya akan ke kamarnya sekarang." Bahkan saat menaiki tangga, Kiandra sudah terengah-engah. Memang tinggi sekali rumah ini. Ya sudahlah, hampir berusia dua puluh enam tahun juga dia, wajar saja. Kiandra mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kamar bocah itu. Sepertinya sedang tidur.
"Tuan Muda, kamu perlu mandi. Daddymu akan segera pulang." Tidak ada jawaban dari si bocah.
Kiandra berjalan menuju tempat tidurnya dan kakinya terpeleset di lantai. Tepat berlutut dan hidungnya menabrak meja kecil. Ternyata ada bedak bayi yang berserakan di lantai.
"Sakit ya, Kiandra jelek?! Hahahaha! Siapkan bajuku, aku mau mandi sekarang." Sepertinya bibirnya pecah. Hidungnya juga masih sakit. Dasar anak menyebalkan!
Kiandra pergi ke lemari pakaiannya untuk mengambil baju. Dia meletakkan pakaian si bocah di atas tempat tidur. Kemudian membersihkan bedak bayi yang berserakan di lantai. Takut ada orang lain yang terpeleset juga. Tiba-tiba dia merasakan air dingin disiram ke tubuhnya. Dia melihat si bocah tertawa.
"Kamu kelihatan berantakan, Kiandra jelek! Hahahaha!" Menyebalkan sekali! Tsk!
Setelah membantu si bocah berpakaian dan merapikannya, mereka langsung keluar dari kamar. Kiandra dan Helena saling bertatapan. Kiandra hanya memberikan isyarat okay. Mereka turun ke ruang makan. Kiandra meminta si bocah duduk terlebih dahulu. Dia perlu membersihkan dirinya juga. Kiandra bilang pada Helena untuk menjaga si bocah dulu selagi dia tidak ada. Helena mengatakan Tuan Axton akan segera tiba.
Kiandra mengeluarkan ingus dengan tisu. Tsk! Ada darahnya! Menyebalkan! Mungkin tulang hidungnya patah! Dia mengoleskan salep pada bibir yang pecah. Kiandra hanya mengganti pakaian sebelum keluar dari kamarnya. Dia berdiri di samping Helena.
Pintu utama mansion terbuka. Selama seminggu di sini, baru kali ini Kiandra melihat lagi Tuan Axton. Memang orang yang sibuk sekali. Sekarang dia mengerti mengapa anaknya berperilaku seperti itu.
"Selamat malam, Tuan Axton," sapa Bibi Widya.
"Kalian semua boleh pergi. Kecuali kamu, Kiandra." Mengapa dia yang harus tinggal? Tsk!
Mereka semua meninggalkan ruang makan hingga hanya Kiandra yang tersisa berdiri di samping.
"Bagaimana pekerjaanmu di sini, Kiandra?" Dia duduk berhadapan dengan anak nakalnya. Kiandra juga melihat si bocah menatapnya dengan tatapan buruk. Ada masalah apa lagi sekarang?
"Baik-baik saja, Tuan. Saya akan jujur, kelakuan anak Anda sangat buruk." jawab Kiandra dengan terus terang.
"Begitu ya. Apakah dia yang membuat luka di bibirmu?" Tatapan si bocah semakin buruk pada Kiandra.
"Ya, tapi tidak apa-apa Tuan. Saya bisa menanganinya."
"Pembohong! Kiandra jelek!" Kiandra terkejut mendengar teriakan si bocah.
"Kenric! Hentikan. Jangan kasar. Kita sedang di depan makanan!" tegur Daddynya dengan penuh wibawa.
"Kalian semua sama saja! Nenek benar, kamu bukan Daddy yang baik! Pergi ke neraka!" Sungguh intens! Si bocah nakal bahkan berjalan keluar dengan marah. Tuan Axton hendak bangkit untuk menyusulnya tapi Kiandra mencegahnya.
"Biar saya saja, Tuan." Kiandra menyusul si bocah. Ternyata dia mengunci pintu kamarnya.
"Buka pintunya, Tuan Muda. Jangan seperti itu di depan Daddy-mu." Kiandra melihat Helena yang menyusulnya.
"Ini kunci pintunya." Helena pergi setelah memberikan kunci pada Kiandra.
"Tinggalkan aku sendiri!" Kiandra membuka pintu dengan kunci. Dia menghindar dari sandal yang terbang saat membuka pintu. "Kubilang tinggalkan aku sendiri! Kamu bodoh sekali, Kiandra jelek! Pergi ke neraka! Kalian semua!" Kiandra mendekat dan mencegahnya melempar sepasang sandal lainnya.
"Sudah cukup! Jangan seperti itu, Tuan Muda. Itu bukan perilaku yang baik!" Si bocah menggerak-gerakkan tangannya untuk melepaskan genggaman Kiandra.
"Jangan ikut campur! Kamu tidak tahu apa-apa! Kamu hanya pengasuh bodoh!" teriaknya.
"Ya, kamu benar! Tapi saya masih lebih tua darimu! Jadi jangan bersikap tidak sopan padaku! Kalau pada Daddy-mu kamu bisa berbuat seperti itu, tapi pada saya tidak bisa! Tunjukkan rasa hormat, anak kecil! Kamu punya segalanya tapi tidak punya adab!" Kiandra benar-benar marah sekarang. Dia tahu ini masih anak kecil. Tapi kesabarannya sudah habis.
"Jangan mengaturku! Kamu bukan Mommy-ku Kalau dia ada di sini, aku tidak akan menderita seperti ini! Aku tidak akan berada dalam asuhan Daddy yang tidak berguna! Jadi kalian semua tidak layak mendapat hormatku! Keluar dari sini!" Kiandra hanya memejamkan mata. Dia butuh kesabaran yang panjang.
"Apakah dia marah lagi?" Kiandra terkejut karena ternyata Tuan Axton sudah ada di sana saat dia keluar dari kamar anaknya.
"Anak Anda sangat marah pada dunia, Tuan. Jangan masuk dulu. Dia butuh waktu untuk sendiri. Bisa-bisa dia mengatakan hal-hal yang tidak baik pada Anda lagi." Axton bersandar di samping pintu.
"Dia marah padaku. Jadi untukmu, jangan menyerah padanya. Kamu satu-satunya yang bertahan dengannya selama seminggu. Sebagai atasanmu, pertahankan kerja yang baik." Dia berbalik dan pergi.
Dia tampan. Eh tunggu! Apa yang sedang dipikirkan Kiandra?!
"Baru dipuji sedikit sudah berdebar-debar? Baru seminggu lebih pisah dengan mantan. Hapus. Hapus. Dia itu bosmu, Kiandra," gumamnya.
Kiandra langsung menuju kamarnya. Hari yang panjang dan melelahkan. Banyak yang terjadi. Dugaannya benar. Bocah itu menyimpan dendam pada Daddy-nya. Rasanya dia mencari perhatian. Dia butuh itu, karena Daddy-nya orang yang sangat sibuk. Mungkin si bocah tidak merasakannya.
Kiandra menerima pesan dari ayahnya.
Ayahnya hanya menanyakan kabar. Katanya jangan terlalu mengkhawatirkan mereka di sana. Mereka baik-baik saja. Selama seminggu di sini, beban perasaan Kiandra mulai berkurang. Kadang dia bahkan tidak memikirkan bahwa dia telah dibohongi oleh mantan pacarnya. Stres di sini membantu agar dia tidak memikirkan mereka. Semoga semuanya kembali normal. Tidak ada lagi rasa sakit. Dia ingin menyembuhkan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments