Sore itu Kirana baru pulang dari kampusnya. Padatnya kegiatan kampus dan butik membuat dirinya tiga hari ini lalai menjenguk sang kakak.
"Ma, kakak mana?"
Kirana memeluk mamanya yang sibuk di dapur. Matanya beralih ke potongan buah yang tertata diatas piring. Seperti anak kecil ia mencomot satu potong apel lalu mengulumnya sambil tersenyum kearah mamanya yang melotot.
"Duh anak ini main comot aja. Mana cuci tangan nggak. Itu buah buat kakakmu. Tadi dia minta buah. Beberapa hari ini kakakmu kehilangan nafsu makan. Kasihan." keluh Sarah.
"Seingatku sudah beberapa kali dokter datang ke rumah... Kenapa keadaannya masih tidak membaik...??" gumam Kirana
Kirana tahu apa yang di hadapi kakaknya tidaklah mudah. Walaupun dirinya belum pernah mengalaminya tapi dia tahu kalau kakaknya sangat terpukul dan menderita. Perempuan mana yang tak terluka hati dan jiwanya disaat ijab qobul beberapa orang polisi datang menggrebeg tempat akad. Sedangkan mempelai laki-laki tidak menampakkan batang hidungnya.
"Kenapa nggak di rawat di rumah sakit sih? Kasihan kakak."
"Kamu tahu sendiri kakakmu nggak mau. Setiap di bawa ke rumah sakit dia selalu berontak, teriak-teriak. Mama nggak tega."
"Sini buahnya biar Kirana yang bawain ke kamar kakak." Kirana mengambil nampan dari pegangan mamanya.
"Ajak kakakmu ngobrol. Dia juga pasti kangen sama kamu. Kamu akhir-akhir ini sibuk terus di luar." omel mamanya
"Kirana tuh di luar ngurus butik, ngurus kuliah, ngurusin panti. Kirana nggak main-main mama ku sayang." sahut Kirana memutar mata malas.
"Cepetan bawa buahnya." Sarah menoel hidung putrinya.
"Iya mama ku sayang." Kirana naik ke lantai dua menuju kamar Sonia. Kirana memutar knop pintu dan mendorong pintu dengan punggungnya.
"Kakak, aku masuk. Aku bawain buah kesukaan kakak nih. Manis-manis kayak aku loh, kak." ucap Kirana dengan suara sok di imut-imutin *padahal dia emang imut sih😁
"Aku juga mau curhat masalah magang, masalah Jun, masalah butik. Kakak buruan sembuh dong biar aku ada teman main. Capek tahu kak ngurusin semua sendiri." Kirana yang sedari tadi mengoceh merasa heran dengan kamar kakaknya yang sangat gelap. Kirana mencium bau anyir. Perasaannya mulai tak karuan.
"Kakak masih tidur? Kak ngomong dong! kamar kakak gelap banget sih macam rumah hantu aja?"
Sonia bungkam, ia tak bergerak. Kirana yang tidak mendapat tanggapan dari kakaknya lalu menyalakan lampu kamar. Mata gadis itu terbelalak, nampan yang ia bawa sontak ia lempar ke sembarang arah.
"Kakak!!!" pekiknya. Tanpa sadar dia meloncat naik ke atas ranjang Sonia. Di rengkuhnya tubuh sang kakak yang terkulai bersimbah darah. Darah yang mengalir dari sayatan di pergelangan tangan Sonia berceceran menodai seprai dan lantai. Wajah Sonia memutih, bibirnya membiru. Jari telunjuk Kirana yang tertempel di hidung Sonia bergetar hebat tatkala ia tak merasakan adanya aliran nafas.
"Mama! Papa! Tolong!" Kirana berteriak histeris.
Orang-orang yang berada di lantai bawah, berlarian menuju kamar Sonia. Melihat kondisi putru sulungnya Sarah Pramulya langsung tak sadarkan diri. Mbak Inah dengan sigap memegangi tubuh nyonyanya itu. Bi Surti tertegun, menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Wijayanto Pramulya dan pak Mul berlari ke arah Sonia.
"Sonia, sayang. Anak papa bangun, nak. Sadar, nak." Wijayanto Pramulya mengoyang-goyang tubuh Sonia. Lekas ia bopong tubuh anak sulungnya dan berlarian ke luar rumah. Pak Mul cepat-cepat membuka pintu mobil dan pagar. Ia pun melajukan mobil sekencang-kencangnya menuju rumah sakit terdekat.
Bi Surti memanggil Pak Joko untuk memapah nyonyanya yang pingsan kedalam mobil dan membawanya menyusul mobil tuannya.
Kirana masih terduduk di atas ranjang, menekuk kakinya, memegangi kepalanya dengan tangan yang penuh darah. Tubuhnya gemetar, nafasnya tercekat. Air matanya tak berhenti mengalir. Pikirannya kosong seolah-olah raganya sudah tak ada di sana. Dia berusaha menelaah apa yang baru saja terjadi tapi otaknya seakan berhenti bekerja.
"Kakak. Kakak." suaranya serak memanggil-manggil sang kakak.
"Nona Kirana ayo kita menyusul ke rumah sakit." Mbak Inah kebingungan melihat kondisi Kirana. Gadis itu sangat syok.
"Kakak, mbak. Kakak." cuma kata-kata itu yang keluar dari bibir Kirana.
"Iya kakak dibawa ke rumah sakit. Ayo kita kesana." Mbak Inah memeluk erat tubuh Kirana. Kirana menatap mbak Inah menerawang.
Wijayanto Pamulya menunggu petugas medis menangani putrinya. Laki-laki paruh baya itu jatuh lemas beberapa kali. Untung ada pak Mul yang setia berada disisinya, menguatkannya. Sebagai manusia ia hanya bisa pasrah, berdoa meminta keajaiban pada Sang Khaliq. Takdir berkata lain. Nyawa Sonia tidak dapat diselamatkan. Kondisinya tak tertolong lagi, robek pada nadinya terlalu dalam dan gadis itu kehilangan banyak darah. Dokter pun memastikan jika Sonia sepertinya sudah meninggal setengah jam sebelum dibawa ke rumah sakit.
Hantaman berat itu merobohkan tubuh Wijayanto Pramulya. Putri sulung yang di sayanginya pergi mendahuluinya. Dunianya hancur berkeping-keping. Belum sempat dirinya membalas sakit hati putrinya, pria yang meninggalkan dan mempermalukan putrinya itu tewas dibunuh. Pelakunya tak lain orang-orang yang ia bawa kabur uangnya.
Sore itu menjadi sore terburuk, sore terberat dan tak terlupakan seumur hidup Kirana dan keluarganya. Sonia Larasati Pramulya berpulang ke rahmatullah dengan cara tragis. Kejadian itu memporak porandakan mental Kirana. Gadis itu seperti orang linglung.
"Hueeeeek. hueeeeek. hueeeeek." Kirana muntah-muntah hebat. Sarah yang mendampingi Kirana dibuat kebingungan dengan keadaan putrinya itu.
Perasaan Kirana menolak menerima kematian kakaknya. Kematian Sonia berdampak buruk pada mentalnya. Psikologis gadis itu benar-benar memperihatinkan. Selama dua belas hari di rumah sakit yang di lakukannya hanya muntah, tidur, menangis, meracau, dan mengigau, begitu seterusnya. Keluarga yang masih berduka tak sanggup melihatnya. Kondisi kejiwaan Kirana membuat orang tuanya mendatangkan tenaga psikiater.
Tiga hari Kirana tetap enggan bicara namun lambat laun kondisi fisiknya mulai membaik. Hanya fisiknya saja. Kejiwaannya masih labil, masih butuh pantauan psikiater.
Keluar dari rumah sakit Kirana sama sekali belum menginjakkan kakinya di makam sang kakak. Tidak ada satupun yang berani mengingatkannya tentang hal itu. Mereka takut gadis itu akan kumat lagi seperti sebelumnya.
Alam bawah sadar Kirana belum sepenuhnya menerima kenyataan bahwa Sonia sudah tiada. Kirana benar-benar tidak bisa mengungkapkan bagaimana hancur lebur hatinya. Ia kehilangan sosok yang sangat berarti baginya.
.
.
.
Bersambung...
Selesai membaca tolong tinggalkan jejakmu ya...😊
Tolong Like, komen dan vote.
Terima Kasih*** 😘❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Edah J
Kak bagus lho ceritanya 👍👍👍
2024-06-23
0
Emonee
like untukmu Thor🧡🧡🧡🧡🧡🌟🌟🌟🌟🌟
mohon dukungan
Istriku Dokter Cintaku
My Lovely Gea
2021-04-28
0