Malam Panas

Eleanor meraih meja di sampingnya untuk menjaga keseimbangan. Gelas di tangannya nyaris terlepas, tapi ia berhasil meletakkannya sebelum pecah. Napasnya berat, bibirnya bergetar saat ia mencoba menarik udara ke paru-paru yang serasa penuh asap.

Langkah kaki berat terdengar mendekat. “Kau minum terlalu banyak,” katanya rendah.

Eleanor tertawa pendek, hampir seperti cegukan. “Bukan urusanmu.” Ia mencoba menegakkan bahu, tapi tubuhnya bergoyang lagi sehingga membuatnya harus kembali bersandar ke meja.

“Kau selalu percaya bisa mengendalikan diri. Padahal…”

“Diam.” Eleanor menatapnya, matanya kabur tapi masih menyala dengan sisa perlawanan. “Aku tidak… butuh kau.”

Nicholas mencondongkan tubuh, jaraknya begitu dekat hingga Eleanor bisa mencium aroma cologne yang pekat bercampur dengan sesuatu yang lebih dalam yaitu aroma tubuhnya sendiri. Eleanor membuka mulut untuk bicara, tapi kata-kata hanya keluar sebagai gumaman tak jelas. Kepalanya terasa terlalu berat.

Nicholas menggenggamnya tangannya, tulang jarinya mengunci erat tanpa celah. Eleanor meronta pelan, langkahnya terseret mengikuti gerakan mantap pria itu menembus kerumunan dansa.

“Lepaskan aku,” bisiknya keras, tapi suaranya tenggelam oleh musik jazz yang semakin riuh.

Nicholas tidak menoleh, ia hanya berjalan lurus.

Eleanor merasakan panas merambat ke pipinya. Ia mencoba menghentikan langkah, tapi Nicholas hanya menoleh singkat dengan sorot matanya yang tajam, peringatan diam yang membuat kakinya kembali bergerak tanpa sadar.

Ia benci dirinya sendiri karena mengikuti.

Ketika mereka melewati sisi ballroom, seorang wanita bergaun merah menatap Eleanor dengan pandangan menyelidik. Senyum tipis menghias bibirnya, senyum yang membuat Eleanor ingin berteriak. Nicholas menatapnya tajam. Hanya itu, tapi cukup untuk membuat si wanita buru-buru mengalihkan pandangannya.

Ketika akhirnya mereka mencapai pintu samping ballroom, Eleanor menarik tangannya lebih keras. “Nicholas, aku bilang lepaskan!”

Nicholas berhenti. Ia menoleh dan menatapnya dalam. “Kau benar-benar ingin aku melepaskan?”

Dan sebelum Eleanor sempat membalas, Nicholas mendorong pintu keluar ballroom, menyeretnya masuk ke lorong hotel yang lebih sepi. Eleanor terhuyung sedikit, tapi Nicholas menahan tubuhnya tanpa ragu.

“Lepaskan, Nicholas. Aku ingin pulang,” bisiknya dengan nada memohon, kali ini lebih lemah daripada sebelumnya.

Nicholas menghentikan langkah. Ia berbalik, lalu perlahan mendorong tubuh Eleanor ke dinding. Dinginnya marmer merambat ke punggungnya. Eleanor menelan ludah, mendongak menatap wajah pria itu yang kini hanya berjarak beberapa inci.

Nicholas mengangkat tangannya, menelusuri garis rahang Eleanor dengan ujung jarinya lalu berhenti di dagu. Ia mengangkat wajahnya sedikit, memaksa Eleanor menatap langsung ke matanya. Nicholas menunduk, bibirnya hanya beberapa senti dari bibir Eleanor.

Jantung Eleanor berdetak liar, kepalanya berputar.  Ia ingin berteriak dan menampar Nicholas. Tapi tangannya terlalu lemas, kepalanya terlampau pusing.

Pintu lift terbuka dengan bunyi lembut ding, cahaya keemasan dari dalamnya memantul di marmer koridor. Nicholas menggendong Eleanor masuk.

Begitu pintu tertutup, Nicholas melangkah mendekat. Ia menunduk, menatap Eleanor yang berusaha menghindar.

“Jangan berpura-pura,” katanya tenang, namun nada suaranya tajam.

Eleanor mengangkat wajah, memaksakan keberanian. “Aku tidak berpura-pura. Aku…”

Nicholas tiba-tiba meraih dagunya, jemarinya kokoh menahan agar ia tidak bisa menoleh. Tatapan matanya menancap, dingin sekaligus membakar.

“Kau masih sama,” bisiknya. “Kau selalu gemetar saat mencoba berbohong padaku.”

Tubuh Eleanor menegang. Ia hendak membantah, tapi Nicholas mendekat lebih jauh, hingga hanya beberapa sentimeter yang memisahkan bibir mereka.

“Cukup katakan satu kali,” suaranya rendah, hampir seperti desahan. “Katakan kau tidak menginginkanku. Aku akan berhenti.”

Eleanor terdiam dengan napas memburu. Kata-kata itu tak mau keluar, lidahnya terllau kelu untuk sekadar berkata tidak.

Nicholas menunggu, senyum tipis muncul di bibirnya ketika hening yang panjang tidak juga terpecahkan.

Eleanor memejamkan mata, kepalanya bersandar pada panel lift. Kesadarannya kabur, tubuhnya terasa ringan sekaligus terbakar. Ia membenci dirinya sendiri karena tidak bisa menjawab, membenci bagaimana Nicholas masih bisa mengendalikannya hanya dengan tatapan.

Bunyi ding kembali terdengar saat pintu lift terbuka.

“Waktunya naik,” kata Nicholas singkat, lalu menarik Eleanor keluar tanpa memberi kesempatan untuk mundur.

Begitu pintu kamar terbuka, Nicholas mendorongnya masuk lebih dulu dan Eleanor hampir terhuyung karena langkahnya goyah. Ia menoleh ke belakang, Nicholas sudah menutup pintu di belakang mereka.

Ruangan itu luas, diterangi cahaya lampu meja berwarna kuning keemasan.

Eleanor bersandar pada dinding. “Aku tidak… aku tidak seharusnya di sini.”

Nicholas mendekat, langkahnya mantap. Eleanor bergeser ke samping, tapi punggungnya malah menempel pada sofa panjang di tengah ruangan.

Dalam sekejap Nicholas menunduk, bibirnya melumat bibir Eleanor dengan kasar.

Ciuman itu bukan undangan, melainkan pernyataan. Agresif, dalam, seakan hendak merenggut sesuatu yang sudah lama jadi miliknya. Eleanor mengerang kecil, tangannya sempat mendorong dada Nicholas. Tapi dorongan itu lemah, terlalu goyah dan… terlalu terlambat.

Nicholas menekan lebih dalam, tangannya meraih pinggang Eleanor dan menariknya rapat ke tubuhnya. Tubuh Eleanor merespons meski pikirannya masih berontak. Panas menyebar di kulitnya, setiap desahan membuatnya semakin terjerat.

Ketika Nicholas akhirnya melepaskan bibirnya, Eleanor terengah. Sudut matanya basah, bibirnya bergetar tak karuan. “Kau bajingan…”

Nicholas tersenyum tipis, jarinya menyusuri garis wajahnya. “Mungkin.”

Eleanor masih terengah ketika Nicholas kembali mendekat. Bibirnya menekan lagi bibir Eleanor, lebih panas dan mendesak. Eleanor sempat memutar wajahnya tapi Nicholas mengejarnya, menutup ruang hingga akhirnya ia menyerah.

Tangannya menempel di dada Nicholas, awalnya sebagai perlawanan tapi perlahan berubah menjadi pegangan.

Nicholas menariknya lebih rapat, tubuh mereka menempel tanpa jarak. Jemarinya menelusuri sisi tubuh Eleanor, membuatnya terjaga sekaligus bergetar. Eleanor mencoba berkata berhenti, tapi yang keluar hanya desahan.

Ciuman itu berhenti sebentar untuk mengambil napas.

Eleanor bergumam pelan, “Kau… kau sudah punya wanita lain. Bagaimana kalau…”

Nicholas menatapnya dalam, matanya menggelap. “Tidak ada wanita lain, hanya kau.”

Ia meraih pinggang Eleanor lalu dengan sekali gerakan mengangkatnya hingga terdorong ke ranjang.

“Nicholas… ” suaranya tercekat.

Tangan Nicholas menahan tubuhnya agar tidak sepenuhnya menindih. Wajahnya begitu dekat, napasnya panas di leher Eleanor.

“Aku tidak pernah berhenti menginginkanmu,” bisiknya.

Eleanor menutup mata, air matanya hampir jatuh. “Aku benci kau…”

Tapi tubuhnya melengkung ketika bibir Nicholas menemukan kulit lehernya, membakar jalur yang membuatnya gemetar. Jemarinya mencengkeram seprai, tubuhnya bergetar keras.

Gaunnya melorot, disentuh dan ditarik oleh gerakan yang tak sabar. Eleanor mencoba menahannya, tapi perlawanan itu rapuh. Tangannya akhirnya jatuh di bahu Nicholas, bukan untuk mendorong melainkan untuk berpegangan.

Malam merambat penuh desahan, ciuman yang tak lagi tertahan dan panas tubuh yang bertabrakan. Eleanor tak tahu kapan tepatnya ia berhenti melawan. Kesadarannya kabur, tubuhnya terjerat, dan hanya satu hal yang pasti, ia tak bisa lagi mengendalikan dirinya.

Semua runtuh, dan ia terseret ke dalamnya tanpa bisa menolak.

Terpopuler

Comments

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

/Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/

2025-10-27

0

Uthie

Uthie

,😁🤩🤩

2025-10-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bangun di Sebelahnya
2 Kilas Balik di Pesta
3 Melampiaskannya pada Sampanye
4 Malam Panas
5 Lupakan Malam Itu
6 Bertemu Lagi
7 Undangan Makan Malam
8 Tidak Terpengaruh
9 Tidak lagi
10 Flashback
11 Luka Itu Masih Ada
12 Happy Sweet Seventeen
13 Personal Matter
14 Lagi-lagi Bertemu
15 Tidak Menyerah
16 Demi Elio
17 Tidak Akan Menyerah
18 Proyek Tirai Bambu
19 Mencari Tahu
20 Siapa Elio?
21 Tak Disangka
22 Hampir saja
23 Menerima Keadaan
24 Bersama di Trotoar
25 Pregnant?
26 Couvade Syndrome
27 Menggunakan Kuasa
28 Menekan Elio
29 Konfrontasi Awal
30 Hiii
31 Puncak Konfrontasi
32 Why
33 Nicholas POV - Luka Masa Lalu
34 Nicholas POV - Luka Masa Lalu 2
35 Nicholas POV - Luka Masa Lalu 3
36 Pria Paling Bodoh
37 17 Years Without U
38 Elio’s Feelings
39 Terbiasa Berdua
40 Bertemu Lagi
41 Tidak Ada Tempat Untukmu
42 Diam-diam
43 Mencari Dalang
44 Tidak Ingin Mengulang Masa Lalu
45 Tawaran Kerjasama
46 “Maison du Soleil”
47 Masih Tanda Tanya
48 Bukan Sekadar Laoban
49 Membuka Kunci
50 Campur Tangan Elio
51 Keras Kepala
52 Dimana Uncle William
53 Membuka Password
54 Perlahan Terbuka
55 Dimana Eleanor Chen?
56 90%
57 Guangzhou
58 Kosong
59 Menemukan Eleanor
60 Harus Baik-baik Saja
61 Losing a Little Angel
62 A Little Angel Has Gone to Heaven
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Bangun di Sebelahnya
2
Kilas Balik di Pesta
3
Melampiaskannya pada Sampanye
4
Malam Panas
5
Lupakan Malam Itu
6
Bertemu Lagi
7
Undangan Makan Malam
8
Tidak Terpengaruh
9
Tidak lagi
10
Flashback
11
Luka Itu Masih Ada
12
Happy Sweet Seventeen
13
Personal Matter
14
Lagi-lagi Bertemu
15
Tidak Menyerah
16
Demi Elio
17
Tidak Akan Menyerah
18
Proyek Tirai Bambu
19
Mencari Tahu
20
Siapa Elio?
21
Tak Disangka
22
Hampir saja
23
Menerima Keadaan
24
Bersama di Trotoar
25
Pregnant?
26
Couvade Syndrome
27
Menggunakan Kuasa
28
Menekan Elio
29
Konfrontasi Awal
30
Hiii
31
Puncak Konfrontasi
32
Why
33
Nicholas POV - Luka Masa Lalu
34
Nicholas POV - Luka Masa Lalu 2
35
Nicholas POV - Luka Masa Lalu 3
36
Pria Paling Bodoh
37
17 Years Without U
38
Elio’s Feelings
39
Terbiasa Berdua
40
Bertemu Lagi
41
Tidak Ada Tempat Untukmu
42
Diam-diam
43
Mencari Dalang
44
Tidak Ingin Mengulang Masa Lalu
45
Tawaran Kerjasama
46
“Maison du Soleil”
47
Masih Tanda Tanya
48
Bukan Sekadar Laoban
49
Membuka Kunci
50
Campur Tangan Elio
51
Keras Kepala
52
Dimana Uncle William
53
Membuka Password
54
Perlahan Terbuka
55
Dimana Eleanor Chen?
56
90%
57
Guangzhou
58
Kosong
59
Menemukan Eleanor
60
Harus Baik-baik Saja
61
Losing a Little Angel
62
A Little Angel Has Gone to Heaven

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!