Melampiaskannya pada Sampanye

Eleanor menempel pada lingkaran kecil tamu pesta yang sedang membicarakan galeri seni terbaru di arrondissement ketujuh. Tawa mereka melayang ringan, percakapan penuh nama-nama pelukis Prancis yang asing baginya. Eleanor tersenyum tipis, menyelipkan komentar kecil sekadar agar tidak terlihat seperti orang luar.

Tapi arah matanya, tetap sesekali melirik ke arah seberang ruangan. Lagi dan lagi mata mereka bertemu. Tatapannya seolah menelanjangi Eleanor hingga kulit di tengkuknya meremang. Pria itu tidak berbaur, tidak bicara panjang dengan siapa pun. Ia hanya berdiri santai, gelas sampanye di tangannya.

Ia buru-buru mengalihkan pandangan, tertawa kecil pada lelucon salah satu tamu. Tangannya meremas gelas lebih keras, mencoba menyalurkan kegelisahan ke dalam genggaman. Percakapan di sekitarnya terus berjalan, tapi di telinga Eleanor hanya ada dentum musik jazz dan detak jantungnya sendiri.

Eleanor menutup mata sebentar mencoba untuk berpikir jernih. Dalam sekejap ia menyadari, ini konyol. Ia hanya sedang menghadapi Nicholas, pria yang berani muncul lagi di hadapannya seolah tanpa dosa. Kendalikan diri, Eleanor. Kau bukan wanita dua puluhan lagi. Kau sudah berbeda, kau bisa menghadapinya.

Menjelang tengah malam, musik berganti lagi. Denting piano melambat, saksofon mengulur nada panjang, dan tiba-tiba suasana ballroom berubah lebih intim. Pasangan-pasangan mulai melangkah ke tengah ruangan, tubuh mereka saling merapat dalam irama lambat. Lampu kristal di atas kepala berkilau lembut, memantulkan warna keemasan di wajah-wajah yang berputar.

Eleanor menunduk, seolah meneliti isi gelasnya. Jangan ikut, jangan menarik perhatian.

Tapi suara itu datang sebelum ia sempat berpaling.

“Eleanor.”

Nicholas sudah berdiri di sampingnya. Ia tidak tahu kapan pria itu bergerak, hanya tahu bahwa kini ia berdiri terlalu dekat.

Nicholas menundukkan kepala sedikit, mengulurkan tangan. “Menari denganku?”

Otot-otot di leher Eleanor tiba-tiba kaku. Ia bisa saja menolak, tapi tatapan orang-orang di sekeliling membuat penolakan itu terasa kasar. Ia bahkan menangkap pandangan William sekilas di seberang ruangan, sibuk mengobrol, tapi matanya sempat melirik ke arah mereka dengan senyum tipis di bibirnya.

“Tidak, terima kasih,” Eleanor berusaha terdengar tegas, namun suaranya keluar terlalu pelan.

Nicholas tidak menarik tangannya. Ia hanya menunggu dengan tatapan matanya yang tak bergeming. Penolakan Eleanor tak ada artinya baginya. Eleanor memindai sekeliling, semua orang melihat ke arah mereka. Ia menghela napas panjang lalu akhirnya meletakkan jemarinya di telapak tangannya.

Nicholas menariknya masuk ke lingkaran dansa. Gerakannya mantap, penuh kendali dan tidak memberi ruang untuk Eleanor mundur.

Tubuh mereka berhadapan. Tangan Nicholas menempel di punggung bawahnya, menuntunnya lebih dekat dari yang ia harapkan. Eleanor berusaha menjaga jarak dengan menegakkan lengan, tapi Nicholas menunduk sedikit untuk mengatur irama langkah mereka.

“Kau masih sama,” katanya pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam musik.

Eleanor menegakkan dagunya. “Tidak ada yang sama, Nicholas.”

Senyum tipis muncul di bibirnya. “Kau boleh pura-pura, tapi tubuhmu selalu jujur.”

Eleanor mendesis, menatapnya tajam. “Aku hanya menari untuk kesopanan, itu saja. Jangan berpikir terlalu jauh, Tuan.”

Nicholas menunduk, jarak wajah mereka begitu dekat sehingga Eleanor bisa merasakan hangat napasnya. “Kalau hanya menari… kenapa jantungmu berdetak sekeras itu?”

Langkah Eleanor goyah sejenak, tapi Nicholas menahannya dengan genggaman kuat di pinggang. Ia nyaris tidak bisa bergerak ke arah lain, hanya bisa mengikuti arah yang ditentukan Nicholas.

Ia mencoba melempar tatapan dingin meski matanya berkilat gugup. “Aku sudah lama tidak olahraga. Gerakan kecil bisa membuat jantungku berdetak lebih cepat. Tidak ada yang istimewa, jangan terlalu percaya diri.”

Nicholas membalas dengan senyum menyeringai. “Tidak… aku hanya tahu apa yang selalu jadi milikku.”

Eleanor mengeraskan rahangnya, menoleh cepat ke samping berusaha menghindari tatapannya. Tapi tangan Nicholas menuntun dagunya dengan halus namun pasti, memaksanya kembali menatap lurus ke matanya.

Sekeliling mereka berputar dalam cahaya emas dan musik yang semakin melambat. Tangan Nicholas dipinggang Eleanor semakin mencengram erat. Lebih dekat dan lebih intens. Nicholas menurunkan kepalanya berbisik persis di telinganya. “Tujuh belas tahun… dan kau masih tidak berubah.”

Eleanor menahan napas, lalu tertawa pendek. “Kau salah, aku berubah banyak.”

Nicholas membiarkan jeda panjang, seolah menikmati penyangkalannya. “Sungguh?”

Eleanor menggigit bibir, “Kau tidak tahu apa-apa tentangku. Tidak usah sok tahu”

Nicholas menoleh sedikit, wajahnya nyaris menyentuh pipinya. “Aku tahu bagaimana kau berhenti bicara ketika marah. Aku tahu jemarimu selalu meremas sesuatu saat gugup.” Ia menurunkan pandangan sekilas ke tangannya yang menggenggam batang gelas tadi, lalu kembali menatapnya. “Dan aku tahu, meski bibirmu bisa berkata ‘tidak’… tubuhmu tidak pernah benar-benar menolak aku.”

Tubuh Eleanor menegang tapi hanya sebentar. Ia menatap tajam tajam. “Kau terlalu sibuk dengan wanita lain, Nicholas. Jangan bertingkah seolah kau masih mengenalku.”

Tatapan Nicholas menggelap. Sebuah senyum tipis melintas, namun lebih dingin daripada sebelumnya. “Ah, jadi kau masih mengingat itu.”

“Bagaimana mungkin aku lupa?” Eleanor mendesis, suaranya rendah namun bergetar.

Nicholas menundukkan kepalanya lebih dekat, hampir menyentuh keningnya. “Kalau begitu, mari kita buktikan apakah luka lama itu masih sakit… atau justru masih hidup.”

Eleanor terperangkap dalam tatapannya. Matanya membara, marah sekaligus goyah. Musik di sekeliling mereka terus berputar, tapi Eleanor merasa seolah mereka hanya berdua di ruangan itu menyisakan ketegangan yang menyesakkan.

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu tiba-tiba melepaskan diri dari tarian itu. Ia menyingkir dari kerumunan. Dadanya naik turun, bibirnya masih bergetar oleh sisa ketegangan. Ia meraih gelas sampanye pertama yang terlihat di meja terdekat, meneguknya dalam sekali minum.

Gelombang tawa para tamu, denting kristal, musik jazz yang berubah lebih liar… semuanya bercampur menjadi riuh yang memusingkan. Eleanor meraih gelas kedua, lalu ketiga.

“Pelan saja, Madame.” Seorang pelayan hotel menatapnya ragu, tapi Eleanor mengabaikannya, meneguk setengah gelas sekaligus.

Matanya menyapu ruangan, mencari-cari William. Ia menemukannya di sudut, sibuk berbincang dan tertawa lebar dengan rekan-rekannya.

Eleanor mendengus pendek. Bodoh sekali aku ikut kemari.

Tangannya meraih gelas keempat. Saat ia menenggaknya, musik di sekeliling terasa makin berat. Lampu kristal di atas kepala seolah berputar lebih cepat dari seharusnya.

Ia tertawa kecil tanpa alasan. Langkahnya goyah ketika mencoba bergerak menjauh dari meja. Gaun panjangnya terseret sedikit, hampir membuatnya tersandung.

Sekilas pandangannya menangkap sosok Nicholas di kejauhan. Ia masih di tempatnya dengan tegap dan tenang. Tatapannya tajam, menusuk, membuat Eleanor merasa telanjang meski ia sudah berpaling. Eleanor menggelengkan kepala keras-keras, berusaha mengusir bayangan itu. Tapi goyangan itu justru membuat pandangannya semakin kabur.

Ia menepuk pelan pipinya sendiri, mencoba mengembalikan fokus. “Kendalikan diri…” gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Namun tubuhnya tak lagi mau patuh.

Terpopuler

Comments

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

/Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/

2025-10-27

0

Uthie

Uthie

Eleanor kenapa itu??

2025-10-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bangun di Sebelahnya
2 Kilas Balik di Pesta
3 Melampiaskannya pada Sampanye
4 Malam Panas
5 Lupakan Malam Itu
6 Bertemu Lagi
7 Undangan Makan Malam
8 Tidak Terpengaruh
9 Tidak lagi
10 Flashback
11 Luka Itu Masih Ada
12 Happy Sweet Seventeen
13 Personal Matter
14 Lagi-lagi Bertemu
15 Tidak Menyerah
16 Demi Elio
17 Tidak Akan Menyerah
18 Proyek Tirai Bambu
19 Mencari Tahu
20 Siapa Elio?
21 Tak Disangka
22 Hampir saja
23 Menerima Keadaan
24 Bersama di Trotoar
25 Pregnant?
26 Couvade Syndrome
27 Menggunakan Kuasa
28 Menekan Elio
29 Konfrontasi Awal
30 Hiii
31 Puncak Konfrontasi
32 Why
33 Nicholas POV - Luka Masa Lalu
34 Nicholas POV - Luka Masa Lalu 2
35 Nicholas POV - Luka Masa Lalu 3
36 Pria Paling Bodoh
37 17 Years Without U
38 Elio’s Feelings
39 Terbiasa Berdua
40 Bertemu Lagi
41 Tidak Ada Tempat Untukmu
42 Diam-diam
43 Mencari Dalang
44 Tidak Ingin Mengulang Masa Lalu
45 Tawaran Kerjasama
46 “Maison du Soleil”
47 Masih Tanda Tanya
48 Bukan Sekadar Laoban
49 Membuka Kunci
50 Campur Tangan Elio
51 Keras Kepala
52 Dimana Uncle William
53 Membuka Password
54 Perlahan Terbuka
55 Dimana Eleanor Chen?
56 90%
57 Guangzhou
58 Kosong
59 Menemukan Eleanor
60 Harus Baik-baik Saja
61 Losing a Little Angel
62 A Little Angel Has Gone to Heaven
63 Slowly
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bangun di Sebelahnya
2
Kilas Balik di Pesta
3
Melampiaskannya pada Sampanye
4
Malam Panas
5
Lupakan Malam Itu
6
Bertemu Lagi
7
Undangan Makan Malam
8
Tidak Terpengaruh
9
Tidak lagi
10
Flashback
11
Luka Itu Masih Ada
12
Happy Sweet Seventeen
13
Personal Matter
14
Lagi-lagi Bertemu
15
Tidak Menyerah
16
Demi Elio
17
Tidak Akan Menyerah
18
Proyek Tirai Bambu
19
Mencari Tahu
20
Siapa Elio?
21
Tak Disangka
22
Hampir saja
23
Menerima Keadaan
24
Bersama di Trotoar
25
Pregnant?
26
Couvade Syndrome
27
Menggunakan Kuasa
28
Menekan Elio
29
Konfrontasi Awal
30
Hiii
31
Puncak Konfrontasi
32
Why
33
Nicholas POV - Luka Masa Lalu
34
Nicholas POV - Luka Masa Lalu 2
35
Nicholas POV - Luka Masa Lalu 3
36
Pria Paling Bodoh
37
17 Years Without U
38
Elio’s Feelings
39
Terbiasa Berdua
40
Bertemu Lagi
41
Tidak Ada Tempat Untukmu
42
Diam-diam
43
Mencari Dalang
44
Tidak Ingin Mengulang Masa Lalu
45
Tawaran Kerjasama
46
“Maison du Soleil”
47
Masih Tanda Tanya
48
Bukan Sekadar Laoban
49
Membuka Kunci
50
Campur Tangan Elio
51
Keras Kepala
52
Dimana Uncle William
53
Membuka Password
54
Perlahan Terbuka
55
Dimana Eleanor Chen?
56
90%
57
Guangzhou
58
Kosong
59
Menemukan Eleanor
60
Harus Baik-baik Saja
61
Losing a Little Angel
62
A Little Angel Has Gone to Heaven
63
Slowly

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!