CH-17

“Om” sapa Rangga yang sudah tiba dirumah Om Artono.

“Duduk Ga” ucap Artono sembari meletakkan korannya diatas meja.saat ini mereka sedang berada diruangan keluarga Artono. Artono memperhatikan raut wajah Rangga yang terlihat lelah. “Ga, apa kantor mu sedang bermasalah?” tanya Artono.

“Ah tidak masalah besar kok Om, hanya saja perusahaan cabang di Negara JP sedang tidak ada yang mengendalikan Om, aku lagi cari orang yang tepat buat aku tempatin disana, makanya untuk sementara waktu aku kirim Vino kesana untuk mengendalikan beberapa waktu.”

“Terus yang bantu kamu disini siapa?”

“Aku masih bisa handle sendiri kok Om”

“coba kamu bercermin sekarang lihat tuh muka kamu udah kayak pakaian kusut yang lama tidak disetrika.” Celetuk Artono.

“Ah ini, sebenarnya satu hari ini aku kurang istirahat Om, tadi sepulang kerja aku melihat Kanaya kecelakan, terus aku anterin kerumah sakit, ternyata dia kurang darah dan kebetulan darah kita cocok Om, jadi aku donorin darah aku ke dia. Habis itu aku pulang ganti pakaian, terus balik lagi kerumah sakit, Om telpon aku tadi itu pas lagi dirumah sakit jenguk Kanaya.” Jelas Rangga dengan cerewet, sikit pun tak ada yang dilewatkannya. Ia benar-benar selalu jujur dengan Om nya itu. Artono menyimak satu persatu kata-kata yang dilontarkan oleh Rangga.

“Kanaya? Siapa Kanaya?” tanya Jakson dengan wajah bingung sambil mengingat-ingat wanita yang pernah dekat dengan Rangga.

“Ah Om masa lupa, itu loh Om, gadis kecil yang dulu pernah rapat diruangan Om.” Ucap Rangga sambil berdecak.

“Gadis kecil, yang mana ya,” ucap Artono sambil menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal kemudian ia teringat sama sekretaris Pak Agung yang beberapa waktu lalu pernah ia bawa meeting diruangan kerjanya.

“Oh gadis yang rambutnya panjang wajah, terus wajahnya yang manis itu yah Ga.” Ucap Artono menebak dengan semangat.

“Yah Om benar.”

“Emangnya berhasil Ga dekatin dia,” tanya Artono. Rangga pun mulai menceritakan trik dia mendekati Kanaya, jelas saja itu membuat Artono ingin menggodanya.

“Hahahaha, Rangga, Rangga, kamu tuh seperti penguntit tau gak. Bagaimana kalo dia tau, bisa-bisa dia ketakutan berpikir kamu punya niatan jahat, bisa jadikan dia takut di apa-apain sama kamu.”

“Ah, Om gak usah nakutin deh, aku kan punya niat baik sih Om, mana mungkin aku apa-apain dia, kecuali nanti kalo dia udah jadi istri SAH aku baru aku apa-apain” ucap Rangga terkekeh, dengan menekankan kata ‘SAH’ membuat Artono ingin mencibir.

“Kamu itu menghayal ketinggian Ga, Nih yah kalo Kamu berhasil buat dia jadi istri kamu Perusahaan Om yang ada di Negara AS sama kamu deh,,” ucap Artono menantang Rangga.

“Oke. Aku akan buktiin sama Om” jawab Rangga bersemangat.

Kemudian mereka melanjutkan cerita mereka ditelpon tadi membahas tentang perusahaan, karena itu sudah kebiasaan Artono selalu memantau perkembangan perusahaan Rangga, Rangga pun dengan senang hati selalu berbagi dengan Om nya itu. bahkan Rangga akan menginap dirumah Om nya kalo sudah melaporkan perkembangan perusahaannya yang sempat bermasalah.

Hari semakin larut, Jakson bergegas meninggalkan kamar Kaisar, ia memilih berjaga diruangan Kanaya, berhubung ruangan Kai sudah ada Maria dan Nuri. Jakson memasuki kamar Kanaya.

Ceklekkkk.

Kanaya terbangun mendengar suara pintu terbuka, ia mengusap matanya yang sedikit kabur karena kelamaan tidur, ia memastikan siapa yang datang, berhubung seperti postur tubuhnya itu seorang pria paruh baya, pria itu semakin mendekat, Kanaya bergidik ngeri. Lama-lama wajah itu sudah terlihat jelas, Kanaya bertanya-tanya siapa pria paruh baya yang sedang tersenyum lembut itu.

“Paman siapa?” ucap Kanaya.

“Kamu sudah sadar Nak,” jawab Jakson dengan lembut kemudian duduk disamping Kanaya.

“sudah. Paman ini siapa yah.” Ucap Kanaya, ia begitu samar mengingat wajah yang didepannya ini.

“Ini Paman Jakson Nak, yang dulu pernah menolong kamu “ jawab Jakson sambil tersenyum.

“Benarkah, maaf Paman saya hampir lupa wajah paman,” ucap Kanaya, kemudian ia mengingat sosok Kaisar yang bersama dengan dia tadi didalam mobil. “Paman bagaimana keadaan Mas Kai.”

“dia baik-baik saja, kamu tak perlu khawatir Nak, sekarang istirahatlah, Paman akan berjaga disini,”

“kalo Paman berjaga disini, lalu siapa yang akan menjaga Mas Kai ?”

“Disana sudah ada Bibi Maria dan adiknya Nuri yang menjaga, sedangkan kamu tidak ada. Kamu tidak perlu takut, Paman akan selalu ada menjaga kamu Nak,” ucap Jakson mengusap kepala Kanaya begitu lembut, dari sorot matanya timbul curahan kasih sayang seperti kasih sayang seorang ayah pada putrinya. Kanaya yang selalu merasa tidak aman didekat laki-laki begitu dekat, sangat berbeda saat ini. Bersama Pak Agung dia bisa dekat karena ingin bersikap professional, lagipula selama ini Pak Agung tak pernah bersikap buruk padanya, walau terkadang omogannya sedikit kasar itu hal yang wajar menurut Kanaya antara Bos dan bawahan. Bersama Paman Jakson dia merasakan adanya kasih sayang yang dipancarkan oleh laki-laki paruh baya itu pada dirinya, dia merasa sangat nyaman.

“Paman, sebenarnya aku sangat lapar,” ucap Kanaya sedikit malu, memang benar semenjak ia sadar belum ada makanan masuk kedalam perutnya.

“Astaga, benarkah. Kalau begitu kamu tunggu disini yah Nak, Paman akan belikan sesuatu untuk kamu makan.” Ucap Jakson hendak berdiri.

“Paman, terimakasih banyak. maafkan aku sudah merepotkan Paman.” Ucap Kanaya merasa tidak enak karena sudah merepotkan.”

“Kamu tidak usah sungkan Nak, Paman ikhlas kok melakukannya. Kamu sudah Paman anggap sebagai anak sendiri. Jadi kamu juga boleh anggap Paman sebagai Papa kamu.” Ucap Jakson menepuk kepala Kanaya dengan lembut.

Kanaya yang mendengar kata “Papa” menjadi meneteskan air matanya. Setiap kali ia mendengar kata “Papa” hatinya begitu terluka, ia tidak pernah mendapatkan sedikitpun rasa kasih sayang dari Papa nya. Sebab, Papa nya selalu berbuat kasar padanya dan Mamanya. Ia pun menjadi menangis terisak mengingat Mamanya yang selalu kesakitan setiap kali disiksa oleh Papanya. Ia tidak bisa menolong Mamanya, karena setiap kali Mamanya disiksa, ia akan dikurung dikamar. Jakson yang melihat Kanaya menangis menjadi merasa bersalah, ia sudah tahu kalau Papa Kanaya sangatlah buruk, ia pun kembali menenangkan Kanaya.

“Nak mengapa kamu menangis. Maafkan Paman kalau sudah menyinggung hati kamu Nak.” Ucap Jakson mengusap tangan Kanaya dan kembali duduk disampingnya.

“Tidak Paman, Paman jangan meminta maaf. Aku hanya rindu pada Mama saja Paman.” Ucap Kanaya sambil mengusap air matanya. Jakson mendengar kata ‘Mama’ semakin paham apa yang dirasakan Kanaya. Kemudian ia pun pamit untuk membeli makanan.

“Yasudah kalau begitu Paman pergi beli makanan untuk kamu dulu yah Nak.” Ucap Jakson sambil berjalan meninggalkan Kanaya, setelah Kanaya menganggukan kepalanya.

Beberapa saat Jakson pergi meninggalkan Kanaya, dua orang Pria berpakaian Hitam dengan wajah yang ditutupi masuk menerobos ruangan Kanaya. Kanaya terkejud melihat yang datang bukan Paman Jakson, ia Pun berteriak ketika dua orang berpakaian hitam itu memaksa membawanya.

“Kalian Siapaaaaaaa” ucap Kanaya ketakutan.

Terpopuler

Comments

Jodira

Jodira

keren thor. lanjut

2020-10-21

2

Umi Yan

Umi Yan

Semangat kak..., ditunggu lagi up terbarunya😊

Salam dari "Cinta Sang Desainer" terimakasih🙏

2020-10-20

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!