CH-16

Nuri memasuki kamar Kak Kai, ia terlihat takut menatap mata Mammynya dan Kak Kai. Dokter Rian yang berada diruangan itu, segera pamit undurkan diri. Dia seperti ingin memberikan waktu untuk keluarga itu, karena dia sempat mendengar pembicaraan Kai dan Nuri tadi dikamar Kanaya. Setelah Dokter Rian keluar, Nuri bersimpuh kembali dibawah kaki Maria yang sedang duduk tepat disamping Kai. Kai yang sudah sadar dari pingsannya membelalakan matanya, ia begitu terkejud melihat adiknya yang manja, dan sedikit angkuh itu sedang duduk bersimpuh.

“Mam, Kak Kai, maafin Nuri sudah buat kalian kecewa. Hiksss.hikssss…” Nuri kembali terisak, ia begitu takut dimarahi oleh Mammynya.

Maria hanya diam saja. Matanya tertuju pada punggung anaknya yang sedang bersimpuh dikakinya, padangannya begitu kosong.

Kai yang mengerti dengan tatapan Mammynya pun mulai bersuara.

“Nuri. Sebaiknya kamu kasih kita waktu, kakak saja begitu kecewa dengan kamu, apalagi Mammy orang yang sudah lahirin kamu, setidaknya biarkan Mammy tenangin pikirannya dulu, nanti Mammy bakalan maafin kamu kok. Dan untuk kakak sendiri, kakak akan maafin kamu setelah lihat perilaku kamu, kalau kamu sudah merubah sifat kamu yang angkuh itu kakak janji akan maafin kamu. Sekarang, kamu bersihin wajah kamu dulu, setelah itu istirahat, biar Mammy urusan kakak.” Ucap Kai. Sekalipun Kai kecewa pada adiknya itu, dia tetap menyanyangi Nuri, salahnya dia memang karena selalu memanjakan adiknya itu, sehingga sifat angkuh itu muncul dengan sendirinya.

Nuri bangkit berdiri, ditatapnya Mammy nya yang masih diam membisu, dia begitu sedih melihat Mammynya, takut Mammy nya kenapa-kenapa. Ia bergegas kekamar mandi sesuai perintah Kak Kai, dia membersihkan wajahnya kemudian dia berbaring disofa yang sedikit jauh dari tempat tidur Kai, ia menenangkan pikirannya.

Sedangkan Kai berusaha mengajak Mammynya berbicara, agar tidak terlalu stress.

“Mammy ku…”Kata Kai dengan lembut sambil mengelus lengan Mammy Maria.

Maria menoleh pada Kai, ia tersenyum kecil dan mengusap kepala Kai dengan lembut.

“Are you oke Mam,” kata Kai. Dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Maria.

“Mammy sudah makan belum, kalau belum kita makan yah Mam. Kai sangat lapar sekali.” Kata Kai dengan menaruh tanggannya diatas perut seperti anak kecil yang mengadu kelaparan dan wajahnya dibuat-buat imut.

Dan benar saja Maria terkekeh melihat tingkah putra kesayangannya itu, dari dulu memang hanya Kaisar yang tak pernah membuat masalah dia selalu menuruti kemauan Mammynya membuat Mammnya sangat menyanyanginya. Maria berjalan mengambil bekal makanan yang diantar oleh pelayannya dari rumah. Kaisar tersenyum melihat Mammynya memberi reaksi tidak seperti tadi hanya diam membisu. Mereka pun makan dengan hikmat dengan Maria setia menyuapi putra kesayangannya itu karena Kai selalu pura-pura membuat wajah imutnya seperti anak kecil, rasa sakit ditubuhnya sudah tak terasa lagi karena bisa melihat Mammynya tertawa. Tawa Mammy Maria adalah obat penyemangat untuk Kaisar selalu.

Nuri yang sedari tadi berusaha menutup matanya, terusik mendengar tawa Mammynya yang sedang makan bersama dengan Kak Kai, ia juga sangat lapar tapi memilih menahannya, semua orang sedang kecewa dengannya.

“Dari dulu Kak Kai memang selalu bisa membuat Mammy bahagia, sedangkan aku hanya bisa menambah beban pikiran Mammy saja.” Ucap Nuri dalam hati, ia begitu merasa bersalah pada Mammynya serta cemburu pada Kak Kai yang selalu bisa merebut hati Mammynya. Ia pun kembali memaksa menutup matanya agar tertidur, matanya begitu perih Karena menangis.

Jakson memasuki kamar putranya, wajahnya sangat sulit diartikan. Kaisar melihat Daddynya yang memasuki kamar itupun menyapa.

“Dad” panggil Kai, membuat Maria menoleh kearah pintu masuk. Dan Jakson yang mendengar suara Kai tersadar dari lamunannya dan memaksa senyum.

“Hai Nak, bagaimana keadaan Mu nak, sudah enakan? Makan banyak Dokter Kai biar cepat sembuhnya. Masa seorang Dokter dirawat oleh Dokter lain juga, yaahhh Daddy jadi malu dong.” Jawab Jakson yang memandang istri dan putranya sedang makan dalam keadaan ceria, ia tak mau menghilangkan keceriaan itu dan mulai membuat candaan, menggoda anaknya. Kai yang digoda oleh sang Daddy cengengesan malu. Maria yang tak tahan melihat wajah putranya mencubit pipi Kai seperti mencubit seorang bayi. Jakson pun tergelak tawa. Mendengar itu Membuat Nuri semakin tidak bisa tidur, ia melirik menatap keluarganya yang saling menggoda itu, ia sangat sesak, ingin sekali dia bergabung tapi apalah daya. Dia tak mau merusak suasana, ia pun kembali menangis dalam diam.

Rangga yang berada didalam kamar Kanaya, masih terdiam menatap tubuh wanitanya yang masih belum sadarkan diri. Sudah hampir 5 jam Kanaya tertidur, dan belum sadarkan diri juga. Rangga mendekati tubuh Kanaya, dan duduk disampingnya, ia menggengam tangan Kanaya.

“Hai Kanaya, sampai kapan kamu tertidur. Apa kamu tak ingin menatap mata ini secepatnya. Apa kamu tak ingin tau ada aku yang sedang mengharapkan kamu.” Rangga mencium tangan Kanaya berulang kali. Kemudian meletakkan kepalanya diatas tempat tidur kanaya dan menaruh tangan Kanaya diatas wajahnya, sambil ia mengusap-usap punggung tangan Kanaya, Rangga memejamkan matanya.

Tak lama Kanaya tersadar, Kanaya mulai membuka matanya, melirik keseluruh ruangan itu, kemudian pandangannya jatuh pada wajah pria yang tepat disampingnya, sambil menggengam matanya. Ingin sekali ia menarik tangannya karena merasa risih digenggam oleh orang asing. Namun seketika ponsel Rangga berbunyi, Kanaya terkejud dan kembali pura-pura menutup matanya.

Rangga terbangun karena suara ponselnya, ia melepaskan genggamanya pada tangan Kanaya. Kemudian meraih ponsel yang ada disaku celana dan menjawabnya.

“Halo Om” kata Rangga, Karena nama orang yang menghubungi ponsel Rangga adalah Om Artono.

"…………."

“Oh oke Om, Rangga akan segera kesana.” Jawab Rangga sambil mematikan ponselnya.

Kemudian matanya tertuju pada Kanaya yang menurutnya belum sadarkan diri. Di genggamnya kembali tangan Kanaya, Kanaya yang sudah sadar rasanya ingin bangun dan menampar laki-laki yang sudah berani lancang memegang tangannya, namun ditahannya .

“Kanaya, aku pergi dulu yah, kamu cepat sadar, jangan terlalu lama tidur, ada aku disini yang mengharapkan kamu, aku janji akan menjaga kamu, melindungi kamu.” Ucap Rangga sambil mencium tangan Kanaya berulang kali, kemudian matanya beralih pada kening Kanaya yang sedang berbalut perban itu, ia mencium kening Kanaya sangat lama sambil memejamkan mata. Kemudian ia berjalan meninggalkan Kanaya, sebelum ia meraih daun pintu ia membalikkan tubuhnya sesaat memandangi Kanaya yang terbaring, dan ia berlalu meninggalkan Kanaya seorang diri didalam kamar.

Mendengar suara pintu sudah tertutup Kanaya membuka matanya. Ia merasa gerah dengan tingkah laki-laki tadi.

“Siapa laki-laki itu, lancang sekali dia mencium kening ku, dan tangan ku ini sudah berapa kali dia cium, ah tangan ku sudah ternoda olehnya.” Ucap Kanaya sambil mengusap-usap tangan dan keningnya yang dicium oleh Rangga.

“Dan apa katanya tadi, mengharapkan ku? ingin menjaga dan melindungi ku? memangnya siapa dia.” Kanaya berbicara sendiri dengan sangat kesal

“kalau tidak salah tadi dia sebut, namanya Rangga. Siapa Rangga? Apa mungkin Pak Rangga ? ah tidak-tidak aku tak sedekat itu dengannya. Lalu siapa? Aku tak punya kenalan nama Rangga selain Pak Rangga. Aneh sekali” kata Kanaya. Ia pun kemudian mulai mengingat-ingat kejadian yang dialaminya beberapa saat lalu, namun kepalanya sangat sakit mengingatnya, dan ia pun memilih memejamkan matanya kembali.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!