***
Abian menatap gadis di hadapannya yang nampak terkesima dengan cerita yang baru saja ia sampaikan. Dia menghela nafas panjang, lega rasanya seakan beban berat di pundaknya telah luruh. Dia sudah terlanjur menceritakan segala keburukan dirinya sendiri, kini ia harus siap jika teman yang baru beberapa hari ini dikenalnya pergi meninggalkannya.
Sementara Aaliya tak tahu harus menanggapi apa, dia membuang tatapannya ke arah lain.
"Sepertinya sudah cukup larut, besok aku sift pagi," ucap Aaliya memecah keheningan.
"Aku akan mengantarmu pulang."
Mereka berjalan menuju rumah susun Aaliya dalam hening, tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan kata.
"Terima kasih sudah mau mendengar cerita kelamku," ucap Abian saat Aaliya hendak naik tangga.
"Sama-sama."
Aaliya melangkah naik, namun tiba-tiba Abian menghentikannya.
"Aaliya" Serunya.
"Ya," Aaliya menoleh.
"Hutangku sudah lunas kan?"
Aaliya tersenyum manis dan mengangguk dengan mantap. Ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Abian tersenyum menatap punggung Aaliya yang semakin menjauh dari pandangannya. Dia berbalik, berlalu meninggalkan tempat itu. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, entah kenapa ia dengan mudah menceritakan masa lalunya dengan gadis manis itu. Ia pun melangkah dengan senyuman penuh arti.
Di sisi lain, Aaliya telah berada di kamarnya. Kesegaran tubuhnya yang baru saja selesai mandi tak sesegar otaknya. Gadis itu memikirkan banyak hal, pria yang selama ini bersarang di pikirannya ternyata sudah pernah menikah, status hubungan mereka kini belum jelas, kemudian bagaimana dengan anaknya?
Ingin sekali rasanya tadi ia menanyakan banyak hal pada Abian, namun lidahnya kelu. Terlalu kaget mendengar kisah hidupnya, Aaliya sampai tak mampu berkata-kata lagi.
Dia menghembuskan nafas kasar, berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasur, membodohi diri yang tak bisa terlelap karena terus memikirkan pria itu.
Aaliya gusar dan gelisah, perasaan macam apa yang menggerogoti hatinya kini. Nafasnya terasa sesak mendengar Abian telah menikah, lalu cerita kelamnya, lalu perlakuan buruknya pada istrinya dulu. Masihkah pria itu mengharapkan anak dan istrinya kembali? Jika iya, maka sudah tak ada lagi harapan untuknya.
'Aaaargh… kenapa aku berpikiran sejauh itu,' teriaknya dalam hati.
Gadis itu memaksakan matanya untuk terpejam, sekedar mengistirahatkan otaknya yang kini keruh akan cerita tentang Abian.
***
Purnama meninggi di tengah kesunyian malam, sinarnya tetap yang paling terang walau cahaya kehidupan modern terus mendominasi. Aaliya berdiri di teras depan rumahnya, tatapannya nyalang seperti hendak berbicara pada bulan di atasnya.
Sudah seminggu ini Aaliya tidak menemui Abian, ada rasa kosong di hatinya. Namun ia harus menghindarinya, tak mau gadis itu merasakan sakit sebelum bercinta. Ah, sebenarnya mereka hanya berteman kan, sepertinya gadis itu terlalu berlebihan.
'Sebenarnya aku begitu khawatir, aku begitu takut perasaanku tak terbalas. Pengalaman pertamaku jatuh cinta kenapa harus berlabuh pada pria seperti dia? Apa yang harus aku lakukan? Salahkah jika aku ragu padanya, bahkan sebelum dimulai aku sudah menyerah,' gumam Aaliya dalam hati.
Dan benar, Aaliya benar-benar tak menemui Abian di hari-hari berikutnya hingga sebulan lamanya. Sungguh jahat, Aaliya mengacuhkannya begitu saja setelah Abian dengan rela menceritakan keburukannya sendiri.
Namun semakin kuat ia berusaha menghapus pikiran tentang Abian, justru wajahnya terus menari-nari di pikirannya. Dia harus menentukan, antara mengabaikan atau menerima.
'Baiklah, aku memutuskan untuk menerimamu dalam hatiku, Abian. Karena butuh perjuangan jika aku ingin mengabaikanmu. Sejujurnya kerinduan ini sudah sangat dalam, raga ini merindukan sosokmu, aku akan menemuimu, akan ku penuhi rindu ini esok,'
Aaliya menghela nafas dalam, berusaha menetralkan kerja jantungnya. Dia akan mempersiapkan diri untuk esok hari.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments