.
Aaliya merebahkan dirinya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya dengan senyum cerah. Hatinya merasa berbunga-bunga, rasanya sudah sangat lama ia tak merasakan perasaan bahagia seperti ini.
Terakhir dia merasa sangat bahagia saat Ayahnya membelikannya baju baru sepulang dari kota. Aaliya yang masih berusia 7 tahun sangat gembira dan menari-nari memamerkan baju barunya. Namun tak lama kecelakaan itu terjadi, saat sang Ayah akan kembali ke kota.
Tak lama Ibunya juga ikut menyusul sang Ayah. Hatinya hancur, sakit tapi tak berdarah ketika orang yang kita sayangi pergi untuk selama-lamanya.
Kali ini dia merasakan kebahagiaan yang sama, hanya saja dalam wujud yang berbeda. Merasa bahagia dengan orang yang baru saja ia kenal, entah bahagia karena apa Aaliya sendiri tak mengerti dengan perasaannya. Mungkin dia harus banyak belajar kali ini.
.
.
Sementara di sisi lain Abian tidur di tempat yang ala kadarnya. Sebuah gedung bertingkat yang belum selesai pengerjaannya, salah satu lantainya dijadikan 'rumah' untuk para pekerjanya. beralas tikar dan pembatas kain seadanya.
Dia belum terlelap, menghadap langit-langit dengan kepala bertumpu pada tangannya, dia nampak memikirkan sesuatu.
Pria itu sedang mengingat sesuatu di masa lalunya, sesuatu yang menyakitkan dan membuatnya hingga berakhir di tempat seperti ini. Di usianya yang menginjak 26 tahun Abian pria yang cukup dewasa, dia serius dalam bekerja dan memilih untuk tak banyak bicara. Karakternya yang tenang dan sedikit bicara membuat teman-temannya segan padanya.
'Aku tak perlu menceritakan apapun tentang diriku, karena hidupku tidak tergantung pada pandangan mereka tentang diriku,' itu prinsip hidup Abian.
Pria itu semakin lama semakin terseret ke dalam alam bawah sadarnya. Tidur yang lelap, dalam dan menghanyutkan. Menghanyutkan semua kenangan dan nasib buruk pada dirinya. Apa yang akan dia dapatkan saat bangun nanti? Dia hanya berharap masih ada pelangi di sisa genangan air keruh di hatinya.
.
.
.
Pagi yang cerah, secerah hati Aaliya saat ini. Bahkan ketika dia membuka mata, untuk pertama kalinya yang dia ingat adalah Abian. Begitu cepatkah pria itu mengambil porsi di hatinya? Tak ada yang tahu tentang takdir.
Beruntung selama seminggu ini Aaliya mendapat giliran shift malam, sehingga dia memiliki banyak waktu di rumah pada siang hari. Mungkin ia akan berkeliling dengan sepedanya dan mencoba mencari sosok itu lagi. Sungguh aneh tingkahnya saat ini, tak seperti biasanya.
"Aaliya, tadi malam sepulang dari pasar malam kamu nampak senang, Ibu memanggilmu sampai kau tak menyahut," ucap Bu Fatma.
"Iya kah, bu?"
"Iya lah, kau ini!" Bu Fatma mencubit hidung Aaliya gemas, "Apa yang sudah terjadi, maukah kau menceritakannya padaku?" Tanya Bu Fatma penasaran.
Aaliya nampak berpikir, apakah ia harus menceritakan yang kini telah dirasakannya pada ibu angkatnya itu, ataukah menyimpannya untuk sendiri.
"Tidak ada apa-apa bu," akhirnya Aaliya memilih bungkam.
"Yakin?" Paksa Bu Fatma.
Sejujurnya selain Bu Fatma tidak ada lagi orang yang bisa mendengar keluh kesahnya, tapi ia malu jika harus jujur.
"Apa kamu habis menang lotre?" Tanya Bu Fatma asal.
Aaliya tertawa dengan keras, menurutnya ibu angkatnya ini sangat lucu, "Sepertinya Ibu terlalu banyak menonton telenovela."
"Lalu apa?"
"Hmm, Baiklah. Aku akan bercerita tapi ibu janji jangan menertawakanku."
"Tergantung," ledeknya.
"Ya sudah aku tidak jadi bercerita," Aaliya merajuk.
"Iya, iya. Ibu hanya bercanda sayang," Bu Fatma merangkul pundak Aaliya lalu melanjutkan, "Nah, sekarang ceritakan, Ibu akan mendengarkan dengan baik."
Aaliya mendudukkan dirinya dengan nyaman di sofa, memandang teduh wajah Bu Fatma.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments