Hati Yang Tersakiti
Senja mulai menampakkan dirinya, bersamaan dengan riuhnya orang-orang yang selesai dari aktifitasnya sejak pagi hari. Berlalu lalang dengan pikirannya masing-masing, menuju ke peraduannya.
Sebuah Bus yang mengangkut puluhan karyawan berhenti di tepi jalan raya kawasan padat penduduk. Tepat di sisi jalan terdapat sebuah bangunan besar yang memiliki empat lantai dengan puluhan pintu yang langsung menghadap jalan.
Seorang wanita turun dari bus. Wajah lelah serta langkah kaki yang berat menandakan betapa beratnya hari yang harus ia lalui. Ia menaiki tangga menuju lantai ketiga, menyeret langkahnya untuk segera meraih pintu kelima setelah ujung tangga.
'Bruukkk' gadis itu merebahkan diri di sebuah sofa panjang.
Mata indah gadis itu semakin lama semakin terpejam dengan nafas yang mulai teratur. Masih dengan pakaian kerja yang lengkap dengan tas punggung kecil yang ada di atas perutnya.
Aaliya, nama gadis itu. Tubuhnya tinggi semampai dan berisi, memiliki kaki yang jenjang dan kulit putih bersih serta mata indah dan hidung yang mancung, bibirnya merah dengan dagu yg lancip, rambut hitam panjang, serta senyum yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya terpesona.
Kesempurnaan fisiknya tak sebanding dengan kehidupan yang harus ia lalui. Jangan bayangkan gadis itu bekerja sebagai model, atau sebagai sekertaris di sebuah perusahaan ternama, apalagi menjadi simpanan om-om.
Tidak, Aaliya bekerja disebuah pabrik elektronik yang berada disalah satu kawasan industri di Penang, Malaysia. Posisinya hanya seorang operator produksi, yang memiliki shift pagi dan malam dengan durasi selama 12 jam di setiap shiftnya.
Gadis itu mulai mengerjapkan matanya setelah 30 menit berada di alam mimpi.
Aaliya bangun dan merasakan seluruh tubuhnya remuk dan sulit untuk digerakkan. Perlahan ia bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari sisa-sisa peluh yang menempel di tubuhnya.
Beberapa menit kemudian ia telah selesai mandi, dengan handuk yang masih melilit di rambutnya, Aaliya mengeluarkan sebuah bungkusan makanan dari dalam tasnya. Ia melahap makanan yang telah dibelinya usai pulang kerja itu seorang diri.
setelah mengisi perut ia lalu menonton televisi, hanya sekedar mengisi waktu sebelum beranjak ke tempat tidur. menghilangkan segala penat dan mengumpulkan tenaga lagi untuk esok hari.
Begitulah hidupnya, hanya kesendirian yang ada. Sunyi, sepi sendiri yang ia rasakan dalam kesehariannya. Sosoknya yang tak banyak bicara membuat hidupnya seolah jalan ditempat. Ia tak mudah untuk dekat dengan orang lain, dan menikmati kesendiriannya begitu saja.
Udara malam di kota itu semakin dingin, gadis itu menarik selimut dan terlelap dalam tidur yang panjang. Hanya ditemani malam yang sunyi, entah apa yang dimimpikan gadis cantik itu dalam lelapnya, tak ada yang tau.
Akankah ada pangeran yang menjemputnya dari kesepian?
Tak ada yang tahu takdir akan berbuat apa pada hidupnya.
***
Matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, fajar pagi masih enggan beranjak dari langit bumi. Sebagian orang masih terlelap dalam selimut yang hangat, seolah tak mau beradu dengan embun yang begitu dingin.
Tapi tidak dengan gadis itu, pagi buta ia sudah terbangun dan bersiap untuk mandi. Guyuran air di tengah dinginnya udara pagi selalu membuatnya sadar bahwa ia harus tetap semangat, yakin dan optimis dalam menjalani hari-harinya. Meskipun hanya untuk dirinya sendiri.
Tak ada kata, tak ada percakapan dalam rumah susun itu sejak ia pulang di sore hari dan berangkat lagi di pagi harinya. Dengan siapa ia akan bercengkrama? sedangkan keluarga saja ia tak punya.
Pukul 05.00 pagi, Aaliya telah siap dengan setelan kerjanya. Bukan rok mini dengan blouse yg seksi, bukan. Hanya kaos lengan panjang dan celana jeans, tas punggung kecil yang berisi dompet dan telepon genggam saja. Dia bukan gadis yang suka bersolek, cantiknya alami tanpa dipoles make up. Rambutnya yang dikuncir kuda semakin memperlihatkan dagu nya yang runcing dan lehernya yg jenjang.
Aaliya menuruni tangga dengan tenang, sikapnya memang selalu tenang seperti itu. Di usianya yang masih 21 tahun, ia cukup dewasa dalam membawa diri.
"Nak, kau melupakan sesuatu!" Seru seorang wanita tua ketika Aaliya sudah ada di lantai dasar rumah susun.
Gadis itu menoleh ke arah sumber suara
"Bu Fatma."
Wanita itu mendekat seraya berkata, "Kenapa kau buru-buru, apa kau sudah melupakan ku hingga berjalan begitu saja tanpa mau berpamitan denganku?"
"Bukan seperti itu," Aaliya melanjutkan, "Aku hanya tidak ingin mengganggu istirahatmu, bu."
"Kau tidak pernah menggangguku, sayang. Sekalipun tidak pernah," Bu Fatma melembutkan suaranya, "Aku merasa sangat bahagia jika kau bisa menganggapku seperti ibumu sendiri."
"Dengan senang hati, Ibu," jawab Aaliya diikuti dengan pelukan hangat keduanya.
Bu Fatma sama seperti Aaliya, beliau juga salah satu penghuni rumah susun. Dengan dalih tidak mau membebani anak-anaknya, beliau lebih memilih tinggal seorang diri di sini. Sesekali anak-anaknya akan berkunjung membawa serta keluarganya.
Kehadiran Aaliya membuat Bu Fatma merasa tidak kesepian lagi, ia sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Apalagi semua keempat anaknya laki-laki, membuat beliau semakin menyayangi Aaliya.
"Ibu sudah membuatkan bekal untukmu, Nak. Biar ibu ambilkan dulu," kata bu Fatma setelah melepas pelukannya.
Beliau masuk dan tak berapa lama sudah membawa kotak makan beserta botol minumnya, "Nah, bawalah," Aaliya menerimanya disertai dengan anggukan kepala, "Makanlah yang banyak, aku akan bahagia jika melihatmu sehat dan bahagia juga," kata bu Fatma lagi.
"Terima kasih banyak bu, aku pasti akan menghabiskannya" gadis itu tersenyum dan melanjutkan, "Aku pamit dulu, sebentar lagi busnya datang."
"Baiklah, hati-hati saat bekerja. Tetap semangat dan bahagia," pesan bu Fatma pada Aaliya yang dijawab dengan senyuman manis pertanda mengiyakan.
Bu Fatma memandang punggung Aaliya yang mulai berjalan menjauh, menatapnya dengan penuh kelembutan, layaknya seorang ibu yang mengantar anaknya untuk bekerja. Ada harapan tulus dalam hatinya, agar gadis itu mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
Sepuluh menit menunggu di tepi jalan, bus yang biasa mengangkut karyawan pun datang. Aaliya naik dan tampak beberapa orang sudah berada disana, bus pun melanjutkan perjalanannya untuk menjemput karyawan di titik jemput yang lain sebelum akhirnya sampai titik akhir di kawasan industri.
Aaliya duduk sambil memandangi jalanan yang masih menyisakan embun pagi. Pandangannya tenang, setenang hatinya yang selalu berdamai dengan kesunyian. Ia sudah siap dengan rutinitas kerja yang akan dihadapi beberapa jam lagi, bisingnya suara mesin pabrik dan hiruk pikuk karyawan yang berjibaku melawan kecepatan mesin-mesin produksi.
Ah, tidak ada yang spesial dari rutinitas kerjanya. Ia melewati hari-harinya begitu saja, sore ke pagi, pagi ke sore, begitu seterusnya, tak ada yg spesial.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Sunnyta Mukherji
kayak aku dulu 🤭
2021-12-04
0
Lia Eka Pratama
mamoir
2021-02-08
0
Dwi Iput Hariyadi
Assalamu'alaikum.
Saya barua baca di part ini ya, Mega.
Menurut saya masih ada beberapa kesalahan dalam penulisan kata. Masih banyak pengulangan kata "itu". Penggunaan huruf kapital juga masih ada beberapa yang belum tepat. Penggunaan kat "di" juga masih perlu belajar. Perbanyak kata ganti, agar tidak monoton.
Maaf, bukan menggurui. Tapi kita bisa sama-sama belajar.😊😊
2021-01-17
1