02. Lepas perawan

Sinar matahari masuk menembus tirai kamar besar keluarga Pramudya. Barra sudah berdiri di depan cermin, rapi dengan jas kerjanya yang elegan. Wajahnya tegas, sama sekali tak menunjukkan bekas dari malam panjang yang baru saja terjadi.

Di ranjang, Aluna baru saja membuka mata. Tubuhnya masih terasa lemah, kepalanya berat karena kelelahan. Ia tersenyum tipis melihat sosok suaminya, berharap pagi itu berbeda, berharap Barra akan menyapanya dengan lembut untuk pertama kalinya.

Namun yang terdengar justru suara dingin, menusuk hati.

“Pergilah ke apotek, minta obat kontrasepsi darurat. Aku tidak ingin kau hamil.”

Aluna terdiam, senyum di wajahnya lenyap seketika, berganti dengan sorot mata yang berkaca-kaca.

“Barra…” suaranya bergetar, “apa arti selama setahun kita bersama? Apa aku benar-benar tak bisa membuatmu jatuh cinta padaku, walau sedikit saja?”

Barra menoleh, matanya tajam dan dingin.

“Aluna, sejak awal aku sudah bilang di hari pertama pernikahan kita. Aku tidak mencintaimu. Aku mencintai Miska.”

Ia mendekat, suaranya semakin rendah tapi menusuk, “Kalau saja kakekmu tidak mengirim Miska ke Inggris, mungkin aku sudah bersamanya. Kehidupannya di sana tidak baik … dan aku yakin itu ulahmu.”

Aluna terperanjat, darahnya berdesir.

'Dia menuduhku?' kedua tangan Aluna terkepal erat.

Tawa getir lolos dari bibirnya, lalu berganti dengan senyum sinis. Ia turun dari ranjang, berdiri di hadapan Barra dengan tatapan tajam.

“Tak perlu takut aku akan hamil, Barra. Aku tidak akan pernah hamil anak darimu.”

Barra terdiam, wajahnya tetap dingin. Tepat saat itu ponselnya berdering. Ia melirik layar, nama Miska terpampang jelas.

[Kak Barra…] suara lembut gadis itu terdengar di ujung sana, [aku sakit lagi … lambungku kambuh. Bisa temani aku ke rumah sakit?]

Tanpa berkata sepatah pun pada Aluna, Barra mengambil kunci mobilnya, lalu berbalik menuju pintu.

“Barra! Jangan pergi! Aku masih ingin bicara denganmu!” Aluna berteriak, suaranya pecah, penuh amarah sekaligus putus asa. Namun Barra tetap melangkah, pintu kamar terbanting, langkah kakinya terdengar semakin jauh. Dari balkon lantai dua, Aluna melihat mobil hitam Barra meluncur keluar. Cleo, asisten setia pria itu, sudah menunggu di kursi depan.

Aluna berdiri kaku, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, giginya bergemeletuk menahan sakit hati. Air matanya jatuh, bercampur dengan api kemarahan yang mulai membara.

'Baiklah, Barra. Jika hatimu hanya untuk Miska, maka aku akan membuatmu menyesal telah meremehkanku.'

Rumah sakit swasta itu terasa tenang dengan aroma antiseptik yang khas. Barra berjalan cepat di lorong, jasnya masih rapi, wajahnya penuh kecemasan. Di dalam ruang perawatan VIP, Miska sudah berbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat namun tetap cantik dengan balutan rambut panjang yang tergerai di bantal putih.

Begitu pintu terbuka, Miska menoleh. Senyum tipis muncul di bibirnya meski tubuhnya gemetar menahan sakit.

“Kak Barra … kamu datang,” bisiknya lirih.

Barra segera menghampiri, menarik kursi dan duduk di sampingnya. Tangannya menggenggam jemari Miska dengan hati-hati.

“Tentu saja aku datang. Kau sudah minum obat?” suaranya lembut, berbeda seratus delapan puluh derajat dari cara ia berbicara pada Aluna di rumah tadi pagi.

Miska menggeleng pelan. “Aku menunggu kamu, Kak … aku takut sendirian.”

Sorot mata Barra melembut. Ia merapikan selimut yang menutupi tubuh Miska, lalu mengusap pelipis gadis itu dengan penuh perhatian.

“Kau tidak sendiri, Miska. Aku ada di sini. Aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi.”

Miska menatapnya dengan mata berkaca-kaca, memainkan peran gadis lemah tak berdaya yang selalu berhasil menyentuh hati pria.

“Kak Barra … kamu tahu, sejak dulu aku … hanya ingin bersamamu. Tapi semuanya terasa sulit. Kakak...” ia berhenti, menggigit bibir, pura-pura ragu untuk menyebut nama Aluna.

Barra menghela napas panjang. “Aku tahu, semua ini rumit ... tapi percayalah, jika bukan karena perjanjian keluarga, aku tak akan pernah menikah dengan Aluna.”

Miska tersenyum samar, hatinya puas. Ia tahu Barra sudah sepenuhnya ada di pihaknya. Suster masuk membawa obat, namun Barra sendiri yang membantu Miska duduk dan meminum obatnya dengan sabar. Bahkan setelahnya, ia menyuapi segelas air hangat dengan telaten.

“Tidurlah, aku akan tetap di sini menemanimu sampai siang nanti kita pulang," ucap Barra lembut. Miska memejamkan mata, senyum kemenangan masih tersungging di bibirnya.

Saat ini di rumah besar keluarga Wijaya siang itu terasa hangat. Aluna baru saja tiba, disambut hangat oleh Kakek Haryanto. Wajah tua pria itu tampak cerah melihat cucunya.

“Aluna, cucuku … akhirnya kau sempat datang. Kakek senang sekali melihatmu,” ucapnya sembari menggenggam tangan Aluna dengan penuh kasih. Aluna tersenyum lembut, menunduk hormat pada sang kakek. “Aku selalu ingin pulang, Kek. Rumah ini tetap rumahku.”

Belum lama mereka berbincang, suara mobil terdengar berhenti di halaman. Semua mata menoleh, dan tak lama sosok Barra masuk bersama Miska yang berjalan di sampingnya. Suasana ruang tamu seketika berubah. Tuan Haris, ayah Aluna, serta Tuti ibu Miska langsung menyambut keduanya dengan senyum lebar.

“Oh, Tuan Barra … kau benar-benar menantu yang baik,” puji Tuti dengan penuh arti. “Peduli sekali dengan adiknya Aluna, selalu menemaninya di mana pun.”

Aluna yang berdiri di sisi kakeknya hanya tersenyum getir. Bibirnya melengkung tipis, seakan setuju dengan ucapan itu, padahal hatinya penuh luka.

“Iya … suamiku memang sangat perhatian,” katanya lirih, namun cukup jelas untuk terdengar semua orang. Seketika Barra menoleh sekilas ke arah istrinya. Tatapannya datar, namun Aluna tidak gentar. Hari ini ia memang sengaja mengenakan gaun dengan potongan leher rendah. Bekas merah samar di kulitnya masih terlihat, tanda malam panjang yang mereka lalui.

Miska yang melihatnya membelalak kecil, rahangnya mengeras. Matanya memancarkan api cemburu yang ditahannya dengan susah payah. Di depan keluarga, ia tak bisa berbuat apa-apa. Aluna tersenyum sinis melihat reaksi adik tirinya. Perlahan ia berjalan mendekat, lalu dengan penuh kelembutan merangkul lengan Barra.

“Barra,” ucapnya manja, “bagaimana kalau kita makan siang bersama di sini? Aku ingin sekali duduk di meja makan dengan keluarga.”

Semua orang menatap mereka dengan senyum bahagia, seakan pernikahan itu penuh keharmonisan. Namun hanya Miska yang merasakan jarum menusuk hatinya, melihat Barra pria yang seharusnya untuknya berdiri dirangkul oleh kakak tirinya yang sejak dulu selalu merebut segalanya.

'Heh, panas kau kan?' Aluna melirik Miska sembari tersenyum penuh kemenangan.

"Ayo ... ayo, makan siang bersama," ajak Haryanto kepada semua orang. Aluna merangkul lengan suaminya dengan mesra dan membuat Miska begitu cemburu.

Terpopuler

Comments

IbuNa RaKean

IbuNa RaKean

Ga cinta,terpaksa..
giliran begituan mau,barra😡😡

2025-09-05

1

ken darsihk

ken darsihk

Jadi Aluna dan Miska saudara tiri , dan kedua nya mencintai pria yng sama
Lanjut nyimak thor

2025-09-06

0

A.M.G

A.M.G

ada yang panas tapi bukan api

2025-09-07

1

lihat semua
Episodes
1 01. Satu Tahun berlalu
2 02. Lepas perawan
3 03. Kapan aku bisa melihat cinta dimatamu?
4 04. Mencari perhatian suami
5 05. aku atau adik tiriku?
6 06. satu atap sama calon pelakor
7 07. Bunga Sakura di atas ranting
8 08. Cinta Dibalas Rasa sakit
9 09. Cinta yang kukejar terus berlari
10 10. Bagaikan langit yang terus merindukan bumi.
11 11. Mari bercerai
12 12. satu bulan telah berlalu
13 13. Dia pergi karena sikapku sendiri
14 14. 6 Tahun Kemudian.
15 15. Negara yang sama tapi hati tak lagi sama.
16 16. Siapa ayah dari anak ini?
17 17. Aku yang membuangmu dalam jurang luka yang sama.
18 18. Apa mungkin dia anakku?
19 19. Menyesal tiada gunanya.
20 20. Biarkan dia kembali padaku, aku akan memperbaiki semuanya.
21 21. Wajah memang sama, tetapi tekad yang berbeda.
22 22. karma
23 23. Meski kau kejar dia takkan kembali
24 24. ingin merebut kembali
25 25. Kita dianggap keluarga kalau menguntungkan
26 26. Perusahan Pramudya
27 27. Ulang Tahun Kakek Haryanto
28 28. tunggu giliranmu Miska!
29 29. Hancurkan semua orang yang menyentuh istriku
30 30. Titik terakhir!
31 31. Sampah
32 32. hukuman itu belum cukup.
33 33. sakit yang paling dalam, ketika seorang ayah tak bisa mengakui anaknya.
34 34. Karma itu datang sesuai perbuatannya
35 35. Dua bulan telah berlalu.
36 36. Ayah kamu melewati batas
37 37. Aku membencinya tapi aku tak ingin membunuhnya.
38 38. Miska, Tuti karma mu sedang menghampirimu.
39 39. Beberapa hari kemudian
40 40. Hanya ada aku, Raka dan Daddynya.
41 41. ulang tahun Raka
42 42. Aku menyakitimu setahun, kau membalasnya dengan 6 tahun.
43 43. Kau tidak boleh mati secepat itu, kau belum cukup menebus kesalahanmu.
44 44. Siapa yang meninggal?
45 45. Aluna
46 46. Raka
47 47. Om Barra itu siapanya Mommy?
48 48. Izinkan aku bermain dengan anakku.
49 49. Pernikahan Andra
50 50. Permintaan itu sulit dipenuhi
51 51. Kenapa kau berbohong?
52 52. Kau dan Raka rumahku!
53 53. Aku menyesal...
54 54. Adakah kesempatan itu untuknya?
55 55. Karena dia ayah kandungmu!
56 56. Jangan pergi Daddy!
57 57. Daddy, janji ya jangan tinggalin kami.
58 58. Ikhlas
59 59. Siapa dia?
60 60. Senja terakhir menutup Cerita ini.
Episodes

Updated 60 Episodes

1
01. Satu Tahun berlalu
2
02. Lepas perawan
3
03. Kapan aku bisa melihat cinta dimatamu?
4
04. Mencari perhatian suami
5
05. aku atau adik tiriku?
6
06. satu atap sama calon pelakor
7
07. Bunga Sakura di atas ranting
8
08. Cinta Dibalas Rasa sakit
9
09. Cinta yang kukejar terus berlari
10
10. Bagaikan langit yang terus merindukan bumi.
11
11. Mari bercerai
12
12. satu bulan telah berlalu
13
13. Dia pergi karena sikapku sendiri
14
14. 6 Tahun Kemudian.
15
15. Negara yang sama tapi hati tak lagi sama.
16
16. Siapa ayah dari anak ini?
17
17. Aku yang membuangmu dalam jurang luka yang sama.
18
18. Apa mungkin dia anakku?
19
19. Menyesal tiada gunanya.
20
20. Biarkan dia kembali padaku, aku akan memperbaiki semuanya.
21
21. Wajah memang sama, tetapi tekad yang berbeda.
22
22. karma
23
23. Meski kau kejar dia takkan kembali
24
24. ingin merebut kembali
25
25. Kita dianggap keluarga kalau menguntungkan
26
26. Perusahan Pramudya
27
27. Ulang Tahun Kakek Haryanto
28
28. tunggu giliranmu Miska!
29
29. Hancurkan semua orang yang menyentuh istriku
30
30. Titik terakhir!
31
31. Sampah
32
32. hukuman itu belum cukup.
33
33. sakit yang paling dalam, ketika seorang ayah tak bisa mengakui anaknya.
34
34. Karma itu datang sesuai perbuatannya
35
35. Dua bulan telah berlalu.
36
36. Ayah kamu melewati batas
37
37. Aku membencinya tapi aku tak ingin membunuhnya.
38
38. Miska, Tuti karma mu sedang menghampirimu.
39
39. Beberapa hari kemudian
40
40. Hanya ada aku, Raka dan Daddynya.
41
41. ulang tahun Raka
42
42. Aku menyakitimu setahun, kau membalasnya dengan 6 tahun.
43
43. Kau tidak boleh mati secepat itu, kau belum cukup menebus kesalahanmu.
44
44. Siapa yang meninggal?
45
45. Aluna
46
46. Raka
47
47. Om Barra itu siapanya Mommy?
48
48. Izinkan aku bermain dengan anakku.
49
49. Pernikahan Andra
50
50. Permintaan itu sulit dipenuhi
51
51. Kenapa kau berbohong?
52
52. Kau dan Raka rumahku!
53
53. Aku menyesal...
54
54. Adakah kesempatan itu untuknya?
55
55. Karena dia ayah kandungmu!
56
56. Jangan pergi Daddy!
57
57. Daddy, janji ya jangan tinggalin kami.
58
58. Ikhlas
59
59. Siapa dia?
60
60. Senja terakhir menutup Cerita ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!