5. Bebas

Pintu kamar terbuka. Dua bodyguard Rima, Joni dan Janto, masuk begitu saja. Tepat saat Ardi baru saja menutup pintu kamar mandi.

Di ranjang, Kemala memejamkan mata rapat-rapat, berpura-pura tidur. Tapi dadanya naik-turun cepat, jantungnya berdetak begitu kencang seolah hendak melompat keluar.

"Tuhan, tolong kami..." Tak ada yang bisa ia lakukan selain memanjatkan doa.

“Coba periksa kamar mandi,” ujar Joni curiga.

Janto mengangguk, melangkah ke arah pintu.

Sementara itu, di balik pintu kamar mandi yang terkunci, Ardi dan Kevia berdiri rapat. Jantung keduanya berpacu gila-gilaan, napas mereka tertahan.

Klek!

Janto memutar kenop pintu, tapi terkunci.

Duk! Duk! Duk!

Janto menggedor pintu kamar mandi kasar.

“Siapa di dalam?!” suaranya tajam penuh curiga.

Kevia spontan menjawab, berusaha menutupi kegugupannya. “Aku… Kevia.”

“Buka pintunya!” bentak Janto.

Dari ranjang, Kemala pura-pura baru terbangun. Dengan suara lemah ia bertanya, “A-apa yang kalian lakukan di kamarku…?”

Namun bodyguard itu tak menggubris, terus saja mendesak. “Cepat buka pintu!”

Di balik pintu, Kevia menoleh pada ayahnya. Wajahnya tegang, matanya penuh kecemasan. Ardi menggeleng samar, lalu mengisyaratkan dengan tangannya: “Tenang… ikuti saja. Buka perlahan.”

Kevia menggigit bibirnya. Tangannya yang gemetar meraih gagang pintu. Jantungnya terasa hampir meledak saat ia memutar kunci dengan bunyi kecil yang seolah menggema di seluruh ruangan.

Perlahan, pintu kamar mandi terbuka beberapa senti.

Ardi berdiri di baliknya, rahangnya mengeras, tubuhnya menegang siap meledak kapan saja. Ia seperti bayangan gelap yang menunggu waktu.

"Kalian mau apa?" tanya Kevia waspada.

Janto menoleh, alisnya terangkat. Joni ikut menyeringai. Pandangan keduanya menyapu tubuh Kevia dari atas ke bawah, jelas-jelas dengan tatapan mesum.

“Kamu manis sekali…” Joni mendekat, suaranya setengah berbisik, setengah menggoda.

“Pantas Bu Rima protektif. Cantik begini… jangan-jangan semalam sudah ditemani om-om, ya?” tawa kasar mereka pecah.

"Pergi kalian dari kamarku!" seru Kemala dengan suara lemah tapi tajam. Ia mengepalkan tangannya di sisi tubuh, wajahnya menegang menahan amarah. Di balik pintu kamar mandi, rahang Ardi mengeras, tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

“Pergi, atau aku bilang pada Nyonya Rima!” gertak Kevia, suaranya serak tapi penuh tekad.

Janto justru terkekeh. “Kau pikir nyonya Rima percaya? Hm?”

Dengan sengaja ia merangsek ke arah kamar mandi. Kevia berusaha menutupnya, tapi Janto menahannya.

"Jangan masuk!." Tubuh Kevia menegang, panik menahan pintu.

"Pergi kalian!" seru Kemala dengan suara lemah, panik. Ia berusaha bangun dan duduk.

Janto terus mendorong pintu hingga Kevia terhuyung mundur dan akhirnya berhasil masuk.

Tepat saat itu—

Brak!

Ardi menyelinap dari balik pintu, mengayunkan tangannya sekencang tenaga ke arah tengkuk Janto. Seketika tubuh besar itu ambruk, pingsan tanpa sempat bersuara, apalagi melawan.

“Janto?!” Joni terkejut. Ia langsung melangkah masuk, tapi Kevia dengan reflek menendang tulang keringnya keras-keras. Joni meringis kesakitan, kehilangan fokus sepersekian detik.

Kesempatan itu tak disia-siakan. Ardi kembali maju, menghantam tengkuk Joni dengan presisi. Tubuhnya pun limbung, jatuh tak sadarkan diri di lantai.

Keheningan mencekam menyelimuti kamar. Napas mereka bertiga terengah-engah. Kevia menutup mulutnya sendiri, hampir tak percaya pada apa yang barusan terjadi. Kemala menyandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang, mengatur napasnya.

Ardi buru-buru menarik putrinya dan menggendong Kemala. Mereka bertiga bergerak cepat keluar dari kamar, lalu dari luar mengunci dua bodyguard itu dalam kamar rapat-rapat.

Kini, hanya ada satu hal di benak Ardi, melarikan istri dan anaknya, sebelum semuanya terlambat.

Mobil hitam milik Rima berhenti di tepi jalan. Ardi turun, menutup pintu dengan tegas, lalu meninggalkan kendaraan itu begitu saja bersama anak dan istrinya. Ia berjalan di samping putrinya, menggendong Kemala yang lemah. Mereka berjalan menyusuri jalanan, hingga akhirnya memilih beristirahat di bawah rindang pohon tua.

Di kursi beton sederhana, Ardi duduk terengah. Napasnya masih berat setelah menahan semua tegang dan bahaya yang barusan terjadi. Kevia menaruh tas di sampingnya, lalu mengusap peluh di kening ibunya.

“Ayah masih ada uang,” ucap Ardi pelan, menatap dua wanita yang paling ia cintai. “Kemarin malam ayah pulang terlambat, belum sempat menyerahkan pendapatan ke Rima. Kita pakai itu dulu. Untuk biaya hidup… dan mencari kontrakan sementara. Ayah akan cari kerja.”

“Aku juga akan ikut bekerja, Yah,” sahut Kevia mantap.

Kemala menoleh, suaranya lirih. “Bukankah kau sudah mendaftar kuliah, Nak?”

Ardi ikut menimpali, suaranya tegas namun lembut, “Sayang, kamu harus melanjutkan pendidikanmu.”

Hening sejenak. Kevia tersenyum tulus, meski matanya berkaca-kaca. “Aku bisa kok kuliah sambil bekerja. Jangan khawatir, Yah, Bu.”

Ardi menunduk, jemarinya di atas paha meremas kain celananya sendiri. Suaranya pecah, penuh sesal. “Maafkan ayah… Ayah sudah membuat kalian menderita. Ayah ini kepala keluarga yang gagal.”

Kemala dan Kevia saling pandang, lalu serentak menggenggam kedua tangan Ardi. Hangat. Kuat. Menolak melepaskannya.

“Bagi Via,” Kevia menatap lurus ke mata ayahnya, senyum tulus terukir di bibirnya, “ayah tetaplah yang terbaik.”

Kemala menambahkan, meski tubuhnya lemah, suaranya penuh cinta, “Kamu sudah berusaha semampumu, Ardi. Jangan salahkan dirimu sendiri. Akulah yang membebani kalian.”

Ardi tercekat.

Kevia menggeleng cepat. "Ibu bukan beban kami."

Dengan cepat Ardi memeluk Kemala, lalu meraih Kevia, mendekap keduanya erat-erat seolah takut kehilangan lagi. Suaranya bergetar, namun penuh keteguhan.

“Kau dan Kevia adalah tanggung jawabku, bukan bebanku. Aku mencintai kalian. Kalianlah alasan aku bertahan sampai detik ini.”

Di tepi jalan sederhana itu, tanpa rumah, tanpa kepastian, mereka saling berpegangan. Dan justru di sanalah, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, mereka merasa benar-benar bebas. Meski mereka tahu, yang akan mereka hadapi di depan tidaklah mudah.

***

PRANGG!

Gelas kristal yang tadi di genggaman Rima menghantam lantai, pecah berkeping-keping. Suara benturannya menggema, membuat dua bodyguard di hadapannya menunduk makin dalam.

“Menjaga perempuan penyakitan saja nggak becus!” suara Rima tajam, menusuk telinga. “Percuma badan kalian kekar, aku gaji mahal, kalau melawan seorang pria, gadis kecil, dan wanita sekarat saja kalian tumbang!”

Joni dan Janto berdiam diri, wajah tegang, menunduk tanpa berani menatap majikan mereka.

“Cari mereka sampai ketemu!” bentak Rima, jemarinya menunjuk tajam. “Kalau tidak, jangan harap kalian akan aku gaji bulan ini!”

“Baik, Nyonya,” jawab keduanya serempak, lalu berbalik meninggalkan ruangan.

Rima menggertakkan gigi. “Sial! Ardi benar-benar nekat.”

Ia menghela napas panjang, lalu menyeringai tipis. “Baiklah… aku ingin lihat, berapa lama mereka bisa bertahan di luar sana. Perempuan penyakitan itu… akan segera mati kalau tidak cuci darah.”

Tangannya meraih ponsel, cepat ia menghubungi salah satu karyawan. “Sudah tahu penyebab kebakaran?” tanyanya dingin.

Suara di seberang terdengar gugup. “M-mungkin korslet listrik, Bu.”

“Mungkin?” Nada suara Rima meninggi. “Beberapa hari ini, terutama pagi tadi, apa Ardi terlihat mencurigakan?”

“Pak Ardi seperti biasa, Bu. Saat kami sampai, beliau sedang membantu membersihkan lantai yang tergenang air karena keran bocor. Tadi waktu kebakaran juga panik, ikut mengarahkan kami menyelamatkan barang.” Suara karyawan itu terhenti sejenak, lalu terdengar ragu. “Ibu… apa mencurigai Pak Ardi?”

Tatapan Rima menyipit. “Dia selalu datang lebih pagi dari kalian, 'kan?”

“I-iya, Bu,” jawabnya takut-takut. “Tapi saya tidak melihat hal mencurigakan. Semua berjalan normal.”

Hening sejenak, lalu suara di seberang kembali lirih. “Tapi, Bu… pemilik paket sudah menuntut ganti rugi. Nilainya… fantastis. Banyak paket bernilai tinggi yang terbakar di gudang.”

“Brengsek!” Rima menghantam meja dengan telapak tangannya. “Sialan!”

Belum sempat amarahnya reda, suara nyaring terdengar dari luar.

“Bu! Buuu!”

Pintu ruangannya terbuka dengan kasar. Riri masuk tergesa, wajahnya panik, suaranya bergetar.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

semoga ini awal kehancuran Rima,biar bangkrut gak punya uang lagi,gak bisa semena mena lagi ma Ardi, Kemala dan Kevia

2025-09-06

6

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Syukurlah Ardi berhasil melawan dua Bodyguard itu dan bisa keluar dari rumah neraka membawa Kemala dan Kevia,,Bebas dari si Wanita Iblis,,semoga ada anak Buahnya si Om misterius yang mengawasi Kevia..,dan tahu kalo Kevia sudah pergi dari rumah iblis itu,,secara kebetulan Om misterius lewat di mana Keluarga Kevia sedang beristirahat dan meteka di bawa ke rumah ato Apartenent si Om...ayo Om Ganteng selamatkan mereka keluarga Kevia

2025-09-06

2

anonim

anonim

bagus Ardi, Kemala dan Kevia sudah bisa keluar dari rumah Rima - rumah serasa neraka.
Semoga Joni dan Janto tak bisa menemukan Ardi dan keluarganya.
Riri kenapa itu terlihat panik.

2025-09-06

1

lihat semua
Episodes
1 1. Dijual
2 2. Memastikan
3 3. Simpulan
4 4. Nekat
5 5. Bebas
6 6. Yoga
7 7. Tamu
8 8. Putus Asa
9 9. Tawar Menawar
10 10. Menikah?
11 11. Bagaimana Bisa?
12 12. Pertemuan
13 13. Kakak Ketemu Gede
14 14. Dua Sosok Berbeda
15 15. Pendekatan Halus
16 16. Kembali Hadir
17 17. Sulit Menghindar
18 18. Membela
19 19. Kembali Ditolak
20 20. Sinting
21 21. Perasaan Aneh
22 22. Antara Mimpi dan Nyata
23 23. Mimpi atau Nyata?
24 24. Hati yang Goyah
25 25. Amburadul
26 26. Diremehkan
27 27. Rasa Tak Rela
28 28. Takut Kehilangan
29 29. Ambil Saja
30 30. Usil
31 31. Terluka
32 32. Tempat yang Telah Terisi
33 33. Jangan Sombong
34 34. Diikuti
35 35. Misi Sukses
36 36. Menjemput
37 37. Perkelahian
38 38. Harga Diri Luluh Lantah
39 39. Antara Ngeri dan Lega
40 40. Ditangkap
41 41. Paket misterius
42 42. Pengagum Rahasia
43 43. Sorotan
44 44. Kehadiran Tak Terduga
45 45. Kehilangan Jejak
46 46. Frustrasi
47 47. Menyerah
48 48. Dilema
49 49. Tetap Misteri
50 50. Teka-teki
51 51. Jujur
52 52. Merebut
53 53. Tak Menyangka
54 54. Manis
55 55. Tak Tahu Apapun
56 56. SKSD
57 57. Berubah Drastis
58 58. Bimbang
59 59. Memulai dari Awal
60 60. Menemukan Pola
61 61. Beda Jauh
62 62. Konspirasi
63 63. Bukti
64 64. Porak Poranda
65 65. Sulit Menahan Diri
66 66. Menghasut
67 67. Lost Control
68 68. Harusnya Takut
69 69. Foto
70 70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71 71. Bukan Tak Cinta
72 72. Viral
73 73. Satu Minggu
74 74. Bukti
75 75. Berpengaruh
76 76. Pengumuman
77 77. Mengelak
78 78. Keputusan
79 79. Keputusan terakhir
80 80. Ingin Membatalkan
81 81. Terlalu Mirip
82 82. Dua Nama
83 83. Sensitif
84 84. Drop
85 85. Terguncang
86 86. Permintaan
87 87. Kebenaran yang Diungkap
88 88. Tak Bisa Menolak
89 89. Takut Berpaling
90 90. Undangan
91 91. Cemburu
92 92. Takut
93 93. Marah dan Kecewa
94 94. Amarah yang Belum Reda
95 95. Meski Ngambek
96 96. Nama Lain dari Cinta
97 97. Tak Percaya
98 98. Sisi Lain
99 99. Tak Sesuai Skenario
100 100. Menekan
101 101. Sudah Terlambat
102 102. Interogasi
103 103. Pemusnahan Terstruktur
104 104. Tak Ada Keringanan
105 105. ISTRIKU BADAS
106 106. Bahagia Itu Sederhana
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Dijual
2
2. Memastikan
3
3. Simpulan
4
4. Nekat
5
5. Bebas
6
6. Yoga
7
7. Tamu
8
8. Putus Asa
9
9. Tawar Menawar
10
10. Menikah?
11
11. Bagaimana Bisa?
12
12. Pertemuan
13
13. Kakak Ketemu Gede
14
14. Dua Sosok Berbeda
15
15. Pendekatan Halus
16
16. Kembali Hadir
17
17. Sulit Menghindar
18
18. Membela
19
19. Kembali Ditolak
20
20. Sinting
21
21. Perasaan Aneh
22
22. Antara Mimpi dan Nyata
23
23. Mimpi atau Nyata?
24
24. Hati yang Goyah
25
25. Amburadul
26
26. Diremehkan
27
27. Rasa Tak Rela
28
28. Takut Kehilangan
29
29. Ambil Saja
30
30. Usil
31
31. Terluka
32
32. Tempat yang Telah Terisi
33
33. Jangan Sombong
34
34. Diikuti
35
35. Misi Sukses
36
36. Menjemput
37
37. Perkelahian
38
38. Harga Diri Luluh Lantah
39
39. Antara Ngeri dan Lega
40
40. Ditangkap
41
41. Paket misterius
42
42. Pengagum Rahasia
43
43. Sorotan
44
44. Kehadiran Tak Terduga
45
45. Kehilangan Jejak
46
46. Frustrasi
47
47. Menyerah
48
48. Dilema
49
49. Tetap Misteri
50
50. Teka-teki
51
51. Jujur
52
52. Merebut
53
53. Tak Menyangka
54
54. Manis
55
55. Tak Tahu Apapun
56
56. SKSD
57
57. Berubah Drastis
58
58. Bimbang
59
59. Memulai dari Awal
60
60. Menemukan Pola
61
61. Beda Jauh
62
62. Konspirasi
63
63. Bukti
64
64. Porak Poranda
65
65. Sulit Menahan Diri
66
66. Menghasut
67
67. Lost Control
68
68. Harusnya Takut
69
69. Foto
70
70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71
71. Bukan Tak Cinta
72
72. Viral
73
73. Satu Minggu
74
74. Bukti
75
75. Berpengaruh
76
76. Pengumuman
77
77. Mengelak
78
78. Keputusan
79
79. Keputusan terakhir
80
80. Ingin Membatalkan
81
81. Terlalu Mirip
82
82. Dua Nama
83
83. Sensitif
84
84. Drop
85
85. Terguncang
86
86. Permintaan
87
87. Kebenaran yang Diungkap
88
88. Tak Bisa Menolak
89
89. Takut Berpaling
90
90. Undangan
91
91. Cemburu
92
92. Takut
93
93. Marah dan Kecewa
94
94. Amarah yang Belum Reda
95
95. Meski Ngambek
96
96. Nama Lain dari Cinta
97
97. Tak Percaya
98
98. Sisi Lain
99
99. Tak Sesuai Skenario
100
100. Menekan
101
101. Sudah Terlambat
102
102. Interogasi
103
103. Pemusnahan Terstruktur
104
104. Tak Ada Keringanan
105
105. ISTRIKU BADAS
106
106. Bahagia Itu Sederhana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!