3. Simpulan

Ingatan semalam datang berkelebat, potongan-potongan yang membuat napas Kevia tercekat. Ia dipaksa dirias, dipakaikan gaun minim oleh ibu tiri dan saudara tirinya. Ia dibawa ke klub malam… dan di sana, nyaris dilecehkan. Sesosok pria, asing, bermasker, muncul di tengah kekacauan, menghajar habis-habisan lelaki paruh baya itu.

Dengan tangan gemetar, Kevia buru-buru menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

"Syukurlah…" gumamnya lirih. ia masih memakai pakaian lengkap. Helaan lega lolos dari bibirnya.

Matanya lalu tertuju pada sebuah paper bag di atas nakas. Dengan ragu ia meraihnya. Dari dalam, terlipat rapi sebuah dress sederhana, elegan, sopan, bahkan ada pakaian dalam baru.

Kevia menunduk, menatap gaun yang masih melekat di tubuhnya. Pipi dan hatinya sama-sama panas. "Gaun ini… terlalu memalukan."

Tanpa pikir panjang, ia meraih pakaian dari paper bag itu, lalu melangkah cepat ke kamar mandi.

Air dingin menyambut tubuhnya, namun ia tetap menggosok kulitnya keras-keras, seolah ingin menghapus jejak tangan kotor pria paruh baya yang semalam nyaris merenggut kehormatannya.

“Pria brengsek… mesum!” desisnya di sela-sela air yang mengucur deras.

Dalam samar ingatannya, bayangan lain muncul. Sosok tinggi, wajahnya tertutup masker. Lengan kokoh yang mengangkat dan membawanya keluar.

"Siapa dia…?" gumamnya dalam hati.

Usai mandi, tubuhnya terbalut pakaian bersih. Kevia menarik napas, memberanikan diri membuka pintu kamar. Tangannya gemetar, dadanya berdebar. Namun sebelum sempat memutar kenop, pintu itu terdorong dari luar.

“Cklek—”

Daun pintu terbuka perlahan.

Seorang petugas hotel wanita masuk dengan senyum ramah. “Pagi, Nona. Saya membawakan sarapan untuk Anda,” ucapnya lembut, lalu melangkah ke arah sofa untuk menaruh nampan.

Kevia buru-buru menghampirinya, wajahnya penuh cemas. “Kak… apa Kakak melihat pria bermasker itu semalam?” tanyanya hampir berbisik, seolah takut ada yang mendengar.

Petugas hotel itu masih tersenyum, sopan, tapi jelas-jelas tidak mengerti. “Maaf, Nona. Saya tidak tahu. Saya hanya diminta mengantar sarapan dan memastikan kondisi Nona baik-baik saja.”

Kevia mengernyit, kebingungan makin dalam. "Diminta? Oleh siapa…?"

Belum sempat ia bertanya lebih jauh, suara berat seorang pria terdengar dari ambang pintu.

“Nona, silakan sarapan dulu. Setelah itu, saya akan mengantar Nona pulang.”

Kevia menoleh cepat. Sosok pria bertubuh kekar berdiri di sana dengan sikap sopan, namun tubuhnya tegap seperti pasukan terlatih.

“A-anda siapa?” suara Kevia bergetar, sorot matanya penuh waspada.

Pria itu menunduk hormat. “Tuan kami yang menyelamatkan Nona semalam… memerintahkan kami mengantar Nona pulang dengan selamat.”

Kevia menegakkan tubuh, menatap pria tegap di hadapannya.

“Siapa nama Tuan kalian?” tanyanya lirih, ada harap sekaligus cemas dalam suara itu.

Pria bertubuh kekar itu menunduk sopan, sorot matanya teduh namun tertutup rapat dari jawaban yang Kevia inginkan.

“Maaf, Nona… kami tak punya hak untuk memberitahu, kecuali Tuan sendiri yang mengizinkan.”

Seakan dipukul pelan, bahu Kevia merosot. Ia menunduk, kecewa.

“Aku hanya ingin berterima kasih…” bisiknya hampir tak terdengar.

Pria itu menatapnya sejenak, lalu menjawab dengan tenang, “Akan kami sampaikan.”

Usai sarapan, Kevia mengikuti langkah mereka. Betapa asing rasanya ketika pintu mobil mewah berkilau itu dibukakan khusus untuknya. Cahaya pagi memantul di permukaannya, seakan mengejek dirinya yang bahkan dalam mimpi pun tak pernah berani membayangkan duduk di balik kursi elegan seperti itu.

Tangannya gemetar ketika menyentuh gagang pintu. Napasnya memburu. Mobil ini terlalu jauh dari dunianya. Dunia seorang gadis yang biasa berjalan kaki dengan sepatu murah.

Pintu menutup lembut. Kevia duduk di kursi belakang, tubuh mungilnya seperti tenggelam dalam balutan kulit jok yang wangi mahal. Dari kursi kemudi, pria bertubuh kekar itu menoleh perlahan. Tatapannya tenang, tapi menyelidik.

“Nona,” suaranya berat namun sopan, “kalau boleh tahu… mengapa semalam bisa berada di klub malam itu?”

Kevia tersentak. Dadanya menghentak cepat, wajahnya memucat. Jemarinya saling meremas di pangkuan, merobek sedikit kain tipis dress yang ia kenakan.

“A-aku… semalam dipaksa,” ucapnya terbata. “Dipaksa memakai gaun, sepatu, dan riasan… semua yang membuatku tak nyaman. Saudara tiriku… mengajakku ke pesta teman-teman sanggarnya. Tapi ternyata—” suaranya pecah, mata berkaca, “dia justru menyeretku ke klub… dan—dan hotel itu.”

Kedua bahunya bergetar, kepalanya menunduk dalam. Air matanya menitik, jatuh membasahi punggung tangannya sendiri.

“Dia sengaja meninggalkanku… dengan pria brengsek itu.”

Pria di depan memandang Kevia. Ada kegelisahan, ada trauma yang jelas terbaca. Ia berdeham pelan, berusaha menenangkan.

“Nona… jangan khawatir. Nona sudah selamat sekarang.”

Kevia mengangguk kecil, tapi wajahnya tetap tertunduk. Di balik getaran napasnya, pikiran lain justru mengamuk.

"Semalam… pria misterius itu telah menghajar pria brengsek itu. Bagaimana kalau dia melapor pada Riri? Gawat! Kalau aku pulang, aku pasti dihajar… dan Ibu—!

Lalu setelah semua ini… bagaimana kalau mereka benar-benar ingin menjualku lagi?"

Kevia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya makin gemetar. Di tengah kenyamanan yang berlebihan ini, ketakutan justru makin menjeratnya.

"Aku harus bagaimana?" batin Kevia, jemarinya bergetar di atas layar ponsel. Cahaya dari jendela mobil mewah itu terasa asing, terlalu terang untuk hati yang penuh ketakutan.

Dengan napas tersengal, ia mulai mengetik.

>Ayah… semalam aku hampir dijual. Tapi aku berhasil lolos. Ada seseorang yang menolongku. Tapi kalau aku sekarang pulang… Nyonya Rima pasti marah besar. Dan Ibu… Ayah, aku harus bagaimana?

Ia menekan tombol kirim. Layar ponsel berpendar sesaat, lalu sunyi kembali. Kevia memejamkan mata rapat-rapat, seolah berdoa agar pesan itu tidak sia-sia.

Di tempat lain, deru mesin kendaraan belum sepenuhnya padam ketika Ardi baru saja tiba di tempat kerjanya. Bunyi notifikasi singkat di ponselnya membuat langkahnya terhenti. Saat matanya membaca pesan itu, darahnya mendidih.

“Kevia…” desisnya, wajahnya tegang, jemarinya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

"Rima… kau benar-benar sudah melewati batas!"

Ardi menunduk, rahangnya mengeras. Selama ini ia hanya bisa menelan pahit, membiarkan dirinya dan keluarganya diinjak-injak demi satu hal, pengobatan istrinya, Kemala. Wanita yang sejak dulu selalu menjadi cintanya, satu-satunya alasan ia masih bertahan.

Ia menikahi Rima bukan karena cinta, melainkan karena terpaksa. Perempuan itu menanggung biaya pengobatan Kemala, tapi dengan harga yang kejam. Ardi dan keluarganya terkurung di bawah obsesinya.

Mereka tinggal seatap, tapi jarak di antara mereka terasa lebih kejam daripada jurang. Ia tak bisa menyentuh istri dan putrinya. Setiap pertemuan diam-diam, setiap tatapan penuh rindu, bisa berujung pada siksaan Rima yang murka.

Dan kini, setelah semua yang ia korbankan, perempuan itu berani menyentuh putrinya?

Ardi mengepalkan tangan lebih erat, dadanya bergetar menahan amarah.

“Tidak lagi…” gumamnya, tatapan matanya membara.

Selama ini Ardi sudah mencari celah untuk menghancurkan usaha Rima. Namun betapa sulitnya. Wanita itu selalu mengawasi setiap langkahnya, seakan mengetahui apa pun yang ia rencanakan. Ia sadar, menjatuhkan Rima berarti sekaligus menjatuhkan dirinya dan keluarganya sendiri.

Bayangan itu berputar dalam benaknya: Kemala terbaring lemah di rumah sakit, menunggu cuci darah dua minggu sekali. Semua itu hanya mungkin terlaksana selama ia masih berada dalam genggaman Rima. Lepas darinya, ia tak yakin bisa menanggung biaya pengobatan Kemala.

Namun hari ini ia tiba pada simpulan: "Lebih baik aku menikmati sisa waktuku bersama Kemala dalam kesusahan… daripada terus hidup bersama Rima, tapi putriku yang menjadi tumbal."

Dada Ardi bergemuruh hebat, darahnya berdesir liar. Kemarahan yang ia pendam meledak begitu membaca pesan dari Kevia.

Jari-jarinya bergetar saat mengetik balasan, tapi tekadnya sudah bulat.

>Pagi ini mereka pergi ke spa. Kamu cepat pulang. Bereskan barang-barang kita diam-diam. Sebentar lagi Ayah akan pulang.

Kevia menatap layar ponselnya lama sekali. Hatinya mencelos. Ia tahu sulit lolos dari rumah itu. Berbahaya. Tapi ia tak sanggup melawan keputusan ayahnya. Meski satu bayangan terus menghantui.

Jika mereka pergi, siapa yang akan membiayai cuci darah Ibunya?

Air matanya menetes tanpa suara, namun ia menghapusnya cepat. Ia harus percaya pada ayahnya. Dan diam-diam ia bertekad.

"Apa pun yang terjadi, aku akan mencari uang sendiri. Aku akan berusaha demi nyawa Ibu."

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

Rima baru saja menutup matanya, menikmati pijatan hangat di spa, ketika ponselnya berdering. Suara panik terdengar dari seberang.

“Bu… g-gudang terbakar!”

Matanya langsung terbuka lebar. "Apa?! Gudang terbakar?!"

To be continued

Terpopuler

Comments

anonim

anonim

Setelah bangun tidur Kevia melihat ada paper bag di atas nakas - di dalam ada dress sederhana, elegan, sopan dan pakaian dalam baru.
Kevia mandi - sarapan - lalu di antar anak buah pria bermasker untuk pulang. Sang pengantar menanyai Kevia kenapa bisa berada di klub malam - Kevia menceritakan apa yang terjadi.
Dalam perjalanan pulang Kevia mengirim pesan kepada ayahnya. Begitu membaca pesan Kevia - kemarahan Ardi yang ia pendam meledak - Kevia di suruh cepat pulang untuk membereskan barang-barang mereka - Ardi segera pulang.

2025-09-05

2

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Si Om itu dulu sudah dua kali menolong Kevia dan saat di Club Malam nolong lagi Kevia ..masa iya si Om ga kenal dengan wajah Kevia yang sudah dua kali ia selamatkan...siapa sebenarnya Pria misterius itu nan baik hati...

Ayo Ardi buru² kabur bawa keluargamu ke tempat aman

2025-09-05

5

Siti Jumiati

Siti Jumiati

selamat menikmati kehancuran mu Rima,apa yang kamu tanam itu yang akan kamu tuai.

bersamaan dengan kebakaran itu, semoga Ardi bisa membawa Kemala dan kevia pergi dari rumah Rima.

semoga ini awal yang baik untuk keluarga Ardi dengan Kemala.

semangat lanjut kak Nana.

2025-09-05

3

lihat semua
Episodes
1 1. Dijual
2 2. Memastikan
3 3. Simpulan
4 4. Nekat
5 5. Bebas
6 6. Yoga
7 7. Tamu
8 8. Putus Asa
9 9. Tawar Menawar
10 10. Menikah?
11 11. Bagaimana Bisa?
12 12. Pertemuan
13 13. Kakak Ketemu Gede
14 14. Dua Sosok Berbeda
15 15. Pendekatan Halus
16 16. Kembali Hadir
17 17. Sulit Menghindar
18 18. Membela
19 19. Kembali Ditolak
20 20. Sinting
21 21. Perasaan Aneh
22 22. Antara Mimpi dan Nyata
23 23. Mimpi atau Nyata?
24 24. Hati yang Goyah
25 25. Amburadul
26 26. Diremehkan
27 27. Rasa Tak Rela
28 28. Takut Kehilangan
29 29. Ambil Saja
30 30. Usil
31 31. Terluka
32 32. Tempat yang Telah Terisi
33 33. Jangan Sombong
34 34. Diikuti
35 35. Misi Sukses
36 36. Menjemput
37 37. Perkelahian
38 38. Harga Diri Luluh Lantah
39 39. Antara Ngeri dan Lega
40 40. Ditangkap
41 41. Paket misterius
42 42. Pengagum Rahasia
43 43. Sorotan
44 44. Kehadiran Tak Terduga
45 45. Kehilangan Jejak
46 46. Frustrasi
47 47. Menyerah
48 48. Dilema
49 49. Tetap Misteri
50 50. Teka-teki
51 51. Jujur
52 52. Merebut
53 53. Tak Menyangka
54 54. Manis
55 55. Tak Tahu Apapun
56 56. SKSD
57 57. Berubah Drastis
58 58. Bimbang
59 59. Memulai dari Awal
60 60. Menemukan Pola
61 61. Beda Jauh
62 62. Konspirasi
63 63. Bukti
64 64. Porak Poranda
65 65. Sulit Menahan Diri
66 66. Menghasut
67 67. Lost Control
68 68. Harusnya Takut
69 69. Foto
70 70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71 71. Bukan Tak Cinta
72 72. Viral
73 73. Satu Minggu
74 74. Bukti
75 75. Berpengaruh
76 76. Pengumuman
77 77. Mengelak
78 78. Keputusan
79 79. Keputusan terakhir
80 80. Ingin Membatalkan
81 81. Terlalu Mirip
82 82. Dua Nama
83 83. Sensitif
84 84. Drop
85 85. Terguncang
86 86. Permintaan
87 87. Kebenaran yang Diungkap
88 88. Tak Bisa Menolak
89 89. Takut Berpaling
90 90. Undangan
91 91. Cemburu
92 92. Takut
93 93. Marah dan Kecewa
94 94. Amarah yang Belum Reda
95 95. Meski Ngambek
96 96. Nama Lain dari Cinta
97 97. Tak Percaya
98 98. Sisi Lain
99 99. Tak Sesuai Skenario
100 100. Menekan
101 101. Sudah Terlambat
102 102. Interogasi
103 103. Pemusnahan Terstruktur
104 104. Tak Ada Keringanan
105 105. ISTRIKU BADAS
106 106. Bahagia Itu Sederhana
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Dijual
2
2. Memastikan
3
3. Simpulan
4
4. Nekat
5
5. Bebas
6
6. Yoga
7
7. Tamu
8
8. Putus Asa
9
9. Tawar Menawar
10
10. Menikah?
11
11. Bagaimana Bisa?
12
12. Pertemuan
13
13. Kakak Ketemu Gede
14
14. Dua Sosok Berbeda
15
15. Pendekatan Halus
16
16. Kembali Hadir
17
17. Sulit Menghindar
18
18. Membela
19
19. Kembali Ditolak
20
20. Sinting
21
21. Perasaan Aneh
22
22. Antara Mimpi dan Nyata
23
23. Mimpi atau Nyata?
24
24. Hati yang Goyah
25
25. Amburadul
26
26. Diremehkan
27
27. Rasa Tak Rela
28
28. Takut Kehilangan
29
29. Ambil Saja
30
30. Usil
31
31. Terluka
32
32. Tempat yang Telah Terisi
33
33. Jangan Sombong
34
34. Diikuti
35
35. Misi Sukses
36
36. Menjemput
37
37. Perkelahian
38
38. Harga Diri Luluh Lantah
39
39. Antara Ngeri dan Lega
40
40. Ditangkap
41
41. Paket misterius
42
42. Pengagum Rahasia
43
43. Sorotan
44
44. Kehadiran Tak Terduga
45
45. Kehilangan Jejak
46
46. Frustrasi
47
47. Menyerah
48
48. Dilema
49
49. Tetap Misteri
50
50. Teka-teki
51
51. Jujur
52
52. Merebut
53
53. Tak Menyangka
54
54. Manis
55
55. Tak Tahu Apapun
56
56. SKSD
57
57. Berubah Drastis
58
58. Bimbang
59
59. Memulai dari Awal
60
60. Menemukan Pola
61
61. Beda Jauh
62
62. Konspirasi
63
63. Bukti
64
64. Porak Poranda
65
65. Sulit Menahan Diri
66
66. Menghasut
67
67. Lost Control
68
68. Harusnya Takut
69
69. Foto
70
70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71
71. Bukan Tak Cinta
72
72. Viral
73
73. Satu Minggu
74
74. Bukti
75
75. Berpengaruh
76
76. Pengumuman
77
77. Mengelak
78
78. Keputusan
79
79. Keputusan terakhir
80
80. Ingin Membatalkan
81
81. Terlalu Mirip
82
82. Dua Nama
83
83. Sensitif
84
84. Drop
85
85. Terguncang
86
86. Permintaan
87
87. Kebenaran yang Diungkap
88
88. Tak Bisa Menolak
89
89. Takut Berpaling
90
90. Undangan
91
91. Cemburu
92
92. Takut
93
93. Marah dan Kecewa
94
94. Amarah yang Belum Reda
95
95. Meski Ngambek
96
96. Nama Lain dari Cinta
97
97. Tak Percaya
98
98. Sisi Lain
99
99. Tak Sesuai Skenario
100
100. Menekan
101
101. Sudah Terlambat
102
102. Interogasi
103
103. Pemusnahan Terstruktur
104
104. Tak Ada Keringanan
105
105. ISTRIKU BADAS
106
106. Bahagia Itu Sederhana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!