2. Memastikan

“Siapa kau?!” bentak pria paruh baya itu, wajahnya memerah karena marah. “Beraninya kau masuk seenaknya! Kau tahu siapa aku?!”

Kevia tersentak. Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar di ranjang. “Tolong… tolong aku…” suaranya parau, penuh harap, sambil berusaha merangkak turun.

Namun pria paruh baya itu sigap. Tangannya menjulur, meraih pinggang Kevia dan menyeretnya kembali dalam pelukan kasar. “Kau tak akan ke mana-mana, manis…”

“Lepaskan! Tolong!” pekik Kevia, suaranya pecah di antara rasa panik dan pusing yang kian menghantam kepalanya.

BUGH!

Tinju mendarat telak di wajah pria paruh baya itu. Belum sempat ia bangkit, hantaman kedua, ketiga, menghujani dengan brutal.

BUGH! BUGH!

Kevia tersentak, buru-buru merayap menjauh, tubuhnya gemetar hebat. Tapi panas menyengat tubuhnya, keringat dingin bercucuran, kepalanya seakan dihantam ribuan palu. “Panas… pa…nas…” gumamnya, suara nyaris tak terdengar.

Pria paruh baya itu terhuyung, darah menetes dari sudut bibirnya. “Kau… beraninya kau memukulku!” bentaknya, meski sorot matanya jelas menyimpan ketakutan.

Pria bermasker itu berdiri kaku. Sorot matanya dingin, menusuk, seolah bisa membekukan udara di kamar itu. Suaranya keluar berat, dingin, nyaris seperti bisikan setan.

“Kau… Dasar tua bangka. Bajingan mesum.”

Langkahnya kembali maju. Tinju lain melayang, menghantam rahang pria paruh baya itu hingga terdorong ke dinding.

DUAK!

Suara benturan kayu meja ikut pecah.

Kevia meringkuk di sudut, tubuhnya bergetar. Pandangannya buram, tapi ia masih bisa melihat sosok tinggi itu berdiri di hadapan pria paruh baya, penuh aura gelap.

Napas pria bermasker itu terdengar berat, teratur, seperti predator yang baru mengincar mangsanya. Sementara Kevia, di ambang kesadaran, hanya sempat berbisik dalam hati.

"Tuhan… siapa dia?"

Pria paruh baya itu akhirnya terkapar. Wajahnya babak belur, napasnya tersengal di lantai.

Pria bermasker berdiri tegak, sorot matanya dingin menusuk. Dengan gerakan tangan sederhana, ia memberi isyarat.

Dua pria kekar segera masuk.

“Bereskan dia,” ucap pria bermasker, suaranya berat, dingin, tak menyisakan ruang untuk bantahan.

“Baik, Bos.”

Pria paruh baya itu terbelalak, berusaha bangkit. “Lepaskan! Kalian akan menyesal memperlakukan aku seperti ini! Kalian tahu siapa aku?!” teriaknya, namun tak ada yang peduli. Tubuhnya diseret kasar keluar kamar, suaranya makin menjauh, tenggelam ditelan lorong hotel.

Hening sejenak.

Di ranjang, Kevia tergeletak dengan wajah pucat. Tubuhnya panas dingin, tangannya gemetar berusaha meraih tali dress-nya. “Pa…nas… panas…” gumamnya, matanya berkabut, nyaris tak sadar.

Pria bermasker itu refleks melangkah cepat. Ia menarik selimut dari ujung ranjang, menyelubungkannya ke tubuh Kevia sebelum gadis itu sempat menyingkap pakaiannya lebih jauh. Dengan satu gerakan kokoh, ia mengangkat Kevia ke dalam gendongannya.

“Panggil dokter.” Suaranya rendah, tapi tegas.

“Baik!” Anak buahnya segera berlari.

Langkah pria bermasker itu panjang dan mantap, keluar dari kamar penuh dosa itu, membawa Kevia erat dalam dekapan.

Sesampainya di kamar hotel lain, ia merebahkan Kevia di ranjang bersih. Gadis itu meringis, tubuhnya bergeliat tak terkendali, seperti cacing kepanasan.

"Pa..pa..nas.."

“Tenanglah…” gumamnya lirih di balik masker, meski suaranya tetap dingin.

Namun Kevia justru meraih lengannya dengan kasar. Jemarinya yang panas mencengkeram, lalu menarik tubuh pria bermasker itu mendekat. Napasnya berat, dadanya naik turun, matanya setengah terpejam namun penuh kilatan liar akibat obat.

“To.. tolong.. aku…” suaranya parau, namun begitu dekat, begitu menggoda dalam keadaan rapuh itu.

Pria bermasker membeku.

Kevia makin meronta, tangannya berusaha meraih kerah bajunya, bibirnya nyaris menyentuh masker hitam yang menutupi wajah pria itu. Tubuhnya yang panas merapat, memaksa jarak menghilang.

Pria bermasker merasakan seluruh nadinya bergejolak. Napasnya terhenti sesaat, jemarinya mengepal keras di udara. Sekejap, kendalinya nyaris runtuh.

Ia menunduk, mata tajamnya menatap wajah Kevia yang begitu dekat. Aroma samar parfum bercampur keringat dingin menyeruak, menekan batinnya.

Lalu—

BRAK!

Ia menghantam meja di samping ranjang dengan tinjunya, kayunya retak. Sorot matanya membara, suara geramnya tercekat di tenggorokan.

“Bertahanlah…” ucapnya parau, dingin bercampur getir. Dengan kasar ia menarik kembali selimut, menutupi tubuh Kevia rapat-rapat.

Ia berdiri tegak, menarik napas panjang, berusaha menguasai gejolak yang hampir menelan dirinya barusan.

Kevia bergumam lemah, “Jangan… pergi…” sebelum akhirnya tubuhnya merosot tak berdaya, tenggelam dalam separuh pingsan.

Pria bermasker itu menatapnya lama, tangan terangkat seolah ingin menyentuh wajah pucat itu, namun ia urungkan. Ia hanya mengepalkan jemari, memalingkan wajah.

Di luar pintu, suara langkah dokter mulai terdengar.

Pria bermasker bergumam rendah, seolah bicara pada dirinya sendiri.

“Hampir saja… aku kehilangan kendali.”

Ketukan langkah tergesa terdengar, lalu pintu kamar terbuka. Seorang dokter paruh baya masuk dengan wajah cemas, menenteng tas medis.

“Cepat obati dia.” suara berat pria bermasker itu terdengar, dingin namun tertekan.

Dokter segera memeriksa Kevia yang terkulai lemah. Tubuh gadis itu gemetar dengan napas memburu.

Dokter melirik pria bermasker sekilas. “Detak jantungnya tak stabil… sepertinya ia mendapat dosis obat perangsang yang berlebihan. Saya akan memberinya suntikan penenang.”

Jarum menusuk kulit pucat Kevia, cairan bening mengalir masuk. Beberapa detik kemudian, gadis itu mengerang lirih, lalu perlahan tubuhnya mereda. Wajahnya tetap panas, tapi napasnya mulai teratur.

“Ia akan tertidur… mungkin sampai pagi,” ujar dokter pelan, menutup kotak suntikannya.

Pria bermasker mengangguk. “Ambil sampel darahnya.”

Dokter menatapnya heran, tapi tak membantah. Dengan cekatan, ia mengambil sampel darah dari lengan Kevia.

Setelah mengambil sampel darah Kevia, dokter berhenti sejenak ketika pria bermasker itu bersuara.

“Pastikan kau periksa detail darahnya. Kalau perlu… cocokkan dengan identitas melalui analisis DNA sederhana.”

Dokter menatapnya kaget, kerutan bingung terbit di dahi. “DNA? Untuk apa—”

Tatapan dingin pria bermasker memotong pertanyaan itu. “Cukup lakukan. Aku butuh kepastian.”

Terdiam, dokter hanya mengangguk. “Hasilnya akan saya kabarkan nanti.” Ia menyimpan vial kecil berisi darah Kevia ke dalam wadah pendingin khusus, lalu berlalu dengan tergesa, meninggalkan suasana berat di ruangan itu.

Setelah dokter keluar, kesunyian menelan kamar itu.

Pria bermasker duduk di tepi ranjang. Tatapannya jatuh pada wajah Kevia yang tampak begitu rapuh di balik tidur lelahnya. Sesuatu bergetar dalam hatinya, perasaan hangat. Ia menunduk, jemarinya ragu, sebelum akhirnya menyentuh tangan mungil yang terkulai di samping tubuh Kevia.

Saat menggenggamnya, dada pria itu berdegup keras, seolah tubuhnya mengenali sesuatu yang pikirannya masih enggan percaya.

Golongan darah… analisis DNA… semua itu hanya alat. Yang ia butuhkan sebenarnya hanyalah kepastian, bahwa perasaan samar yang sejak tadi menghantuinya bukan ilusi belaka.

Ia mengepalkan tangan itu perlahan, seakan ingin memastikan… seakan mencari jawaban dari ingatan samar yang terus menghantuinya. Napasnya berat, matanya memejam sesaat.

Tangan itu hangat. Begitu nyata.

"Tangan ini… apakah sama dengan tangan itu?"

Kelopak matanya terbuka kembali. “Apakah itu… kau?” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.

Namun Kevia sudah tenggelam dalam tidur dalam akibat suntikan penenang, napasnya teratur meski wajahnya masih sedikit pucat.

Dengan gerakan lembut yang kontras dengan sosok dinginnya, ia menyelimuti tubuh Kevia. Tangannya terangkat tanpa sadar, merapikan helai-helai yang jatuh menutupi wajah. Tatapannya, yang biasanya dingin membeku, kini menghangat, berbahaya sekaligus menenangkan.

Ia menghela napas panjang, lalu berdiri. Menarik kursi di dekat ranjang, namun akhirnya ia memilih sofa di pojok ruangan. Tubuhnya direbahkan, namun matanya enggan tertutup. Ia masih menatap gadis itu dari jauh, seakan takut kehilangan momen keberadaannya.

Dalam sunyi, hanya suara napas Kevia yang terdengar. Sementara di dada pria bermasker yang berdetak keras, rahasia besar bergemuruh, menunggu saatnya untuk terungkap.

***

Pagi menyingkap tirai malam dengan cahaya lembut yang masuk melalui sela gorden.

Kevia membuka mata perlahan. Kepalanya berat, pusing berdenyut, seolah baru keluar dari mimpi buruk. Namun detik berikutnya ia terperanjat. Ini… bukan kamarnya.

“Di mana ini? Kenapa aku di sini?” bisiknya, panik.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Siti Jumiati

Siti Jumiati

Alhamdulillah 🤲 kevia selamat yang menyelamatkan om yang pernah kevia tolong,yang selama ini kevia cari.
akhirnya ketemu juga giman ya kelanjutannya jadi penasaran gk sabar nunggu kelanjutannya.

2025-09-04

3

asih

asih

berarti jodoh via om bukan Kevin ..
saya harap om Dan Kevin bukan sekeluarga la ya ..jangan² Kevin anak om,atau om itu om nya Kevin hadewhh q kok pusing om om terus Dr kemarin hoiii om siapa namamu om jangan misterius dong

2025-09-05

2

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

bukan nya si om yg Kevia tolong tau klo di dada Kevia ada tanda atau tahi lalat gitu... knp si om gak liat waktu Kevia tidur...

2025-09-04

2

lihat semua
Episodes
1 1. Dijual
2 2. Memastikan
3 3. Simpulan
4 4. Nekat
5 5. Bebas
6 6. Yoga
7 7. Tamu
8 8. Putus Asa
9 9. Tawar Menawar
10 10. Menikah?
11 11. Bagaimana Bisa?
12 12. Pertemuan
13 13. Kakak Ketemu Gede
14 14. Dua Sosok Berbeda
15 15. Pendekatan Halus
16 16. Kembali Hadir
17 17. Sulit Menghindar
18 18. Membela
19 19. Kembali Ditolak
20 20. Sinting
21 21. Perasaan Aneh
22 22. Antara Mimpi dan Nyata
23 23. Mimpi atau Nyata?
24 24. Hati yang Goyah
25 25. Amburadul
26 26. Diremehkan
27 27. Rasa Tak Rela
28 28. Takut Kehilangan
29 29. Ambil Saja
30 30. Usil
31 31. Terluka
32 32. Tempat yang Telah Terisi
33 33. Jangan Sombong
34 34. Diikuti
35 35. Misi Sukses
36 36. Menjemput
37 37. Perkelahian
38 38. Harga Diri Luluh Lantah
39 39. Antara Ngeri dan Lega
40 40. Ditangkap
41 41. Paket misterius
42 42. Pengagum Rahasia
43 43. Sorotan
44 44. Kehadiran Tak Terduga
45 45. Kehilangan Jejak
46 46. Frustrasi
47 47. Menyerah
48 48. Dilema
49 49. Tetap Misteri
50 50. Teka-teki
51 51. Jujur
52 52. Merebut
53 53. Tak Menyangka
54 54. Manis
55 55. Tak Tahu Apapun
56 56. SKSD
57 57. Berubah Drastis
58 58. Bimbang
59 59. Memulai dari Awal
60 60. Menemukan Pola
61 61. Beda Jauh
62 62. Konspirasi
63 63. Bukti
64 64. Porak Poranda
65 65. Sulit Menahan Diri
66 66. Menghasut
67 67. Lost Control
68 68. Harusnya Takut
69 69. Foto
70 70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71 71. Bukan Tak Cinta
72 72. Viral
73 73. Satu Minggu
74 74. Bukti
75 75. Berpengaruh
76 76. Pengumuman
77 77. Mengelak
78 78. Keputusan
79 79. Keputusan terakhir
80 80. Ingin Membatalkan
81 81. Terlalu Mirip
82 82. Dua Nama
83 83. Sensitif
84 84. Drop
85 85. Terguncang
86 86. Permintaan
87 87. Kebenaran yang Diungkap
88 88. Tak Bisa Menolak
89 89. Takut Berpaling
90 90. Undangan
91 91. Cemburu
92 92. Takut
93 93. Marah dan Kecewa
94 94. Amarah yang Belum Reda
95 95. Meski Ngambek
96 96. Nama Lain dari Cinta
97 97. Tak Percaya
98 98. Sisi Lain
99 99. Tak Sesuai Skenario
100 100. Menekan
101 101. Sudah Terlambat
102 102. Interogasi
103 103. Pemusnahan Terstruktur
104 104. Tak Ada Keringanan
105 105. ISTRIKU BADAS
106 106. Bahagia Itu Sederhana
Episodes

Updated 106 Episodes

1
1. Dijual
2
2. Memastikan
3
3. Simpulan
4
4. Nekat
5
5. Bebas
6
6. Yoga
7
7. Tamu
8
8. Putus Asa
9
9. Tawar Menawar
10
10. Menikah?
11
11. Bagaimana Bisa?
12
12. Pertemuan
13
13. Kakak Ketemu Gede
14
14. Dua Sosok Berbeda
15
15. Pendekatan Halus
16
16. Kembali Hadir
17
17. Sulit Menghindar
18
18. Membela
19
19. Kembali Ditolak
20
20. Sinting
21
21. Perasaan Aneh
22
22. Antara Mimpi dan Nyata
23
23. Mimpi atau Nyata?
24
24. Hati yang Goyah
25
25. Amburadul
26
26. Diremehkan
27
27. Rasa Tak Rela
28
28. Takut Kehilangan
29
29. Ambil Saja
30
30. Usil
31
31. Terluka
32
32. Tempat yang Telah Terisi
33
33. Jangan Sombong
34
34. Diikuti
35
35. Misi Sukses
36
36. Menjemput
37
37. Perkelahian
38
38. Harga Diri Luluh Lantah
39
39. Antara Ngeri dan Lega
40
40. Ditangkap
41
41. Paket misterius
42
42. Pengagum Rahasia
43
43. Sorotan
44
44. Kehadiran Tak Terduga
45
45. Kehilangan Jejak
46
46. Frustrasi
47
47. Menyerah
48
48. Dilema
49
49. Tetap Misteri
50
50. Teka-teki
51
51. Jujur
52
52. Merebut
53
53. Tak Menyangka
54
54. Manis
55
55. Tak Tahu Apapun
56
56. SKSD
57
57. Berubah Drastis
58
58. Bimbang
59
59. Memulai dari Awal
60
60. Menemukan Pola
61
61. Beda Jauh
62
62. Konspirasi
63
63. Bukti
64
64. Porak Poranda
65
65. Sulit Menahan Diri
66
66. Menghasut
67
67. Lost Control
68
68. Harusnya Takut
69
69. Foto
70
70. Keikhlasan yang Menyakitkan
71
71. Bukan Tak Cinta
72
72. Viral
73
73. Satu Minggu
74
74. Bukti
75
75. Berpengaruh
76
76. Pengumuman
77
77. Mengelak
78
78. Keputusan
79
79. Keputusan terakhir
80
80. Ingin Membatalkan
81
81. Terlalu Mirip
82
82. Dua Nama
83
83. Sensitif
84
84. Drop
85
85. Terguncang
86
86. Permintaan
87
87. Kebenaran yang Diungkap
88
88. Tak Bisa Menolak
89
89. Takut Berpaling
90
90. Undangan
91
91. Cemburu
92
92. Takut
93
93. Marah dan Kecewa
94
94. Amarah yang Belum Reda
95
95. Meski Ngambek
96
96. Nama Lain dari Cinta
97
97. Tak Percaya
98
98. Sisi Lain
99
99. Tak Sesuai Skenario
100
100. Menekan
101
101. Sudah Terlambat
102
102. Interogasi
103
103. Pemusnahan Terstruktur
104
104. Tak Ada Keringanan
105
105. ISTRIKU BADAS
106
106. Bahagia Itu Sederhana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!