Salah Alamat

Azel berjalan tanpa arah, menyusuri trotoar kota dengan mata sembab. Air matanya terus mengalir, meski sudah berulang kali ia usap. Hatinya terasa hancur, seperti kehilangan pegangan.

Tiba-tiba, suara klakson pelan membuat langkahnya terhenti. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depannya. Dari dalam, seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahun turun dengan anggun. Parasnya cantik, elegan, dan jelas sekali bukan orang biasa.

Wanita itu melangkah mendekat, senyumnya hangat meski matanya menyorot tajam penuh wibawa. “Halo,” sapanya lembut sambil menyodorkan tangan. “Perkenalkan, saya Rossa. Apakah kamu pacar anak saya?”

Azel tergugu, buru-buru mengusap air mata yang masih membasahi pipinya. Hatinya langsung teringat pada Divo. Dengan suara pelan, ia menjawab, “Halo juga, Tante. Iya… saya Azel.”

Rossa mengangguk, ekspresinya sejenak melembut. “Saya minta maaf, ya, atas nama anak saya. Karena sudah membuat kamu menangis.”

Azel tersenyum kaku, mencoba menutupi luka yang masih terasa. “Oh, nggak apa-apa, Tante. Saya baik-baik saja.”

“Baiklah,” Rossa menatapnya dalam, seolah sedang menilai sesuatu. “Besok, saya ingin mengundang kamu makan malam di rumah. Anggap saja ini ucapan permintaan maaf saya… atas nama anak saya.”

Azel terdiam sejenak, hatinya berdebar. Ada rasa ragu sekaligus penasaran. Namun ia tak ingin terlihat menolak. “Oh… iya, Tante. Saya usahakan datang.”

Senyum Rossa mengembang samar, ada sesuatu yang sulit ditebak di balik sorot matanya. Ia menepuk lembut bahu Azel sebelum kembali ke mobilnya.

Azel hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan mobil itu melaju menjauh. Hatinya semakin dipenuhi tanda tanya—apa maksud sebenarnya undangan itu? Dan mengapa pertemuan ini terasa… tidak biasa?

\=\=\=\=

Keesokan harinya, sesuai undangan yang ia terima, Azel akhirnya memutuskan untuk datang. Ia mengenakan dress selutut sederhana namun sopan, rambutnya dibiarkan terurai rapi. Di tangannya, ia membawa sekotak kue yang sengaja dibelinya sebagai tanda hormat.

Meski belum pernah diajak ke rumah Divo, Azel hafal alamatnya. Jantungnya berdegup kencang saat ia menekan bel. Ada rasa takut menyelinap—takut Divo marah, takut ditolak, tapi juga ada secercah harapan.

Pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berdiri di ambang, usianya sekitar lima puluhanan, berpenampilan hampir mirip dengan ibu ibu yang ia temui kemarin.

“Selamat malam, Tante. Saya mau bertemu dengan Mama Divo. Kebetulan kemarin saya diundang untuk makan malam,” ucap Azel sambil menunduk sopan.

Wanita itu menatapnya dengan heran. “Saya tidak pernah mengundang siapa pun untuk datang ke rumah hari ini.”

Azel terdiam, kebingungan. “Maaf, Tante, mungkin ada salah paham. Maksud saya… mama-nya Divo yang kemarin mengundang saya.”

Wajah wanita itu berubah kaku. “Apa? Kamu tidak tahu siapa saya? Saya ibunya Divo. Dan kamu siapa? Lancang sekali datang ke rumah ini tanpa izin.”

Azel terpaku. Kepalanya berputar—jadi, siapa wanita elegan yang kemarin mengaku sebagai ibunya Divo?

Suasana semakin tegang ketika sebuah mobil berhenti di halaman. Divo turun bersama Elzhar, yang saat itu sekadar mengantarnya pulang karena mobil Divo mogok.

Azel spontan menoleh. “Divo… aku datang karena kemarin ada yang mengundangku. Dia mengaku ibumu.”

Mendengar itu, wanita yang memperkenalkan diri sebagai Maya langsung menyambar dengan nada tinggi. “Ohhh… jadi kamu yang selalu mengganggu anak saya? Yang memohon-mohon agar dinikahi anak saya? Pantas saja dia menolak! Rupanya hanya seorang gadis kampungan begini!”

Kata-kata itu menusuk hati Azel. Ia mencoba bertahan, menahan air matanya agar tidak jatuh. “Maaf, Tante, saya tidak bermaksud begitu…”

Namun Maya tak berhenti. “Ah, saya tahu tipe orang miskin seperti kamu. Pasti mau menikah dengan orang kaya hanya untuk menikmati kekayaan kami, kan?”

Divo hanya berdiri diam. Tak satu pun pembelaan keluar dari bibirnya.

Azel akhirnya tak sanggup lagi. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Kalau saya tahu dari awal Divo seorang pecundang… dan ibunya penuh kesombongan seperti ini, saya tidak akan pernah sudi menjadi bagian dari keluarga ini.”

Air matanya pecah. Tanpa menunggu jawaban, Azel berbalik dan pergi meninggalkan halaman rumah itu.

“Heh! Dasar anak tidak tahu sopan santun!” teriak Maya di belakangnya, terus memaki hingga sosok Azel menghilang dari pandangan.

Elzhar hanya menghela napas berat. Ia pamit seadanya lalu tanpa sadar mengikuti langkah Azel dari kejauhan. Ada sesuatu dalam dirinya—rasa kasihan, atau mungkin lebih dari itu—yang membuatnya tak tega melihat gadis itu diperlakukan begitu hina.

Malam itu, Azel duduk termenung di kamarnya. Matanya masih sembab, wajahnya kusut setelah menahan perasaan yang hancur. Setiap kata hinaan yang keluar dari mulut Maya kembali terngiang di telinganya, begitu juga tatapan dingin Divo yang hanya diam tanpa sedikit pun membela.

Azel menarik napas dalam. Hatinya sakit, tapi di balik rasa sakit itu ada kesadaran baru yang perlahan muncul.

“Aku sudah cukup terluka. Aku nggak mau lagi dipermainkan, nggak mau lagi dihina. Mulai malam ini… aku harus berhenti berharap pada Divo,” gumamnya pada diri sendiri.

Ia menatap bayangannya di cermin, lalu menghapus sisa air mata dengan punggung tangan. “Aku harus bisa move on. Aku harus belajar berdiri tanpa dia. Karena aku tahu, aku berharga… dan aku pantas dicintai dengan tulus, bukan dipermainkan.”

Azel pun berbaring, mencoba memejamkan mata meski dadanya masih sesak. Malam itu, ia membuat janji pada dirinya sendiri: melupakan Divo, bersama segala luka dan kenangan yang pernah ia titipkan pada laki-laki itu.

\=\=\=\=

Sesampainya di apartemen, Elzhar langsung merebahkan diri di atas kasur. Badannya lelah, pikirannya pun masih penuh dengan kejadian tadi sore. Ia baru saja ingin memejamkan mata ketika suara notifikasi dari ponselnya berbunyi. Dengan malas ia meraih ponsel itu.

Tante Monic.

Ia mendengus kesal begitu membaca nama pengirim pesan itu.

> “L, tante mau jujur sama kamu. Ada info penting. Berapa kamu berani membayarnya?”

Mata Elzhar menyipit. Ia langsung mengetik balasan cepat.

“Cihhh, apaan sih. Dasar mata duitan.”

Monic memang terkenal seperti itu. Adik dari ayahnya itu selalu saja mencari kesempatan dengan menukar informasi demi uang. Sudah bukan hal baru lagi baginya.

Tak lama, pesan lain masuk.

> “L, kamu serius nggak mau tahu? Kalau besok kamu nggak bawa pacar kamu itu, ibumu akan mengatur perjodohanmu dengan wanita pilihannya.”

Elzhar terbelalak. Ia langsung duduk tegak, jantungnya berdegup keras. “Hah? Apa maksudnya?” gumamnya, buru-buru menekan tombol telepon untuk menghubungi Monic.

Sambungan tersambung, dan suara tante menyebalkan itu langsung terdengar.

“Halo? Oh, jadi sekarang kamu penasaran?” tawa kecil Monic terdengar mengejek.

“Kemarin tante sama ibumu lihat kamu ribut sama pacar kamu di pinggir jalan. Sampe disiram kopi segala. Hahaha… malang banget sih kamu, L.”

Elzhar terdiam. Ingatannya melayang pada kejadian di depan kafe, saat Azel yang emosional menyiramkan kopi ke wajahnya. Rahangnya mengeras.

“Terus?” suaranya dalam, menahan kesal.

“Ya jelas ibumu curiga. Malam ini, tante dengar ibu sudah mengundang gadis itu untuk makan malam. Tapi… dia nggak datang. Jadi, gimana tuh, L? Kamu siap-siap aja. Kalau besok nggak bawa pacar, ibumu langsung sodorin calon pilihannya.”

Mata Elzhar membesar. Ia tertegun sejenak, baru kemudian menyadari sesuatu.

“Jadi… gadis itu—” gumamnya pelan. Ingatannya kembali pada Azel, gadis yang ia lihat di rumah Divo, yang ternyata diundang oleh… ibunya sendiri.

Seketika semua potongan puzzle terasa menyatu di kepalanya. Jadi benar, ibunya mengira Azel adalah pacarnya.

---

Episodes
1 Kejutan
2 Putus
3 Salah Alamat
4 Pacar Pura Pura
5 Makan Malam Bersama Keluarga Wiratama
6 Misi Pertama Berhasil
7 7 Hari Menjadi Cantik Bersama Elzhar
8 Hari Kedua dan ketiga
9 Hari keEmpat & KeLima
10 Balas Dendam
11 Rasa Yang Tak Biasa
12 Reuni SMA
13 Bermalam
14 Ketahuan Ibu
15 Menikahlah
16 Perjanjian Kontrak Nikah
17 Divo Mendekati Sisil
18 Hari Yang buruk
19 Meminta Restu
20 Hari Yang Cukup Berat
21 Pernikahan Azel & ELzhar
22 Ketegangan Malam
23 Pagi yang Cerah
24 Hari Pertama Menjadi Suami Istri
25 Ciuman Rahasia
26 Elzhar Yang Manja
27 Mengejutkan
28 Sisil Hamil
29 Sponge Cake
30 Pelukan, Masakan dan Kehangatan
31 Kue Yang Sangat Lezat
32 Sisil & Divo
33 Luka
34 Batas yang Kian Memudar
35 Aluna
36 Healing Dadakan
37 Obsesi Aluna
38 Malam yang mengubah segalanya
39 Do'a dan Harapan
40 Rencana Licik
41 Sebuah Pengakuan
42 Akhirnya Malam Pertama
43 Pagi yang indah
44 ELzhar yang penuh senyuman
45 Pengakuan Divo
46 Obrolan Hangat
47 Divo di usir
48 Hasil USG
49 Hati yang mulai terbuka
50 Melepas Rindu
51 Bermalam di rumah Ayah dan bunda
52 Sarapan Pagi penuh kehangatan
53 Divo Direstui
54 Pindah rumah
55 Sisil
56 Kejutan Untuk Elzhar
57 Persiapan Ulang tahun Oma
58 Kue ulang tahun untuk oma
59 Bahagia di hari ulang tahun oma
60 Kejutan Kecil dari Elzhar
61 Aaaaaa..... Sayaangg
62 Pernikahan Divo dan Sisil
63 Malam Divo dan Sisil
64 Sahabat Lama
65 Sisi Lain Arga
66 Gombalan di pagi hari
67 Aluna Yang sudah gila
68 Cerita Aluna
69 Aluna membongkar Rahasia
70 Terbongkar
71 Kenapa harus seperti ini
72 Pertengkaran
73 Ayah Arman Pergi dari rumah
74 Dilema
75 Ketegangan
76 Aku cuma mau Azel
77 Oma menemui Azel sedangkan Divo dan Sisil menemui elzhar
78 Elzhar menemui Azel
79 Elzhar kecelakaan
80 Azel bertemu Elzhar di RS
81 Elzhar Sadar
82 Akhirnya bisa tidur dengan aman
83 Saling Memaafkan
84 Elzhar Pulang
85 Elzhar kembali ke klinik
86 Mengantarkan makan siang
87 Kafe Divo
88 Awal sebuah mimpi
89 Langkah Mandiri
90 Semangat pagi
91 Survei Tempat
92 Luka Yang membaik
93 Persiapan pembukaan Kafe
94 Do'a & Restu
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Kejutan
2
Putus
3
Salah Alamat
4
Pacar Pura Pura
5
Makan Malam Bersama Keluarga Wiratama
6
Misi Pertama Berhasil
7
7 Hari Menjadi Cantik Bersama Elzhar
8
Hari Kedua dan ketiga
9
Hari keEmpat & KeLima
10
Balas Dendam
11
Rasa Yang Tak Biasa
12
Reuni SMA
13
Bermalam
14
Ketahuan Ibu
15
Menikahlah
16
Perjanjian Kontrak Nikah
17
Divo Mendekati Sisil
18
Hari Yang buruk
19
Meminta Restu
20
Hari Yang Cukup Berat
21
Pernikahan Azel & ELzhar
22
Ketegangan Malam
23
Pagi yang Cerah
24
Hari Pertama Menjadi Suami Istri
25
Ciuman Rahasia
26
Elzhar Yang Manja
27
Mengejutkan
28
Sisil Hamil
29
Sponge Cake
30
Pelukan, Masakan dan Kehangatan
31
Kue Yang Sangat Lezat
32
Sisil & Divo
33
Luka
34
Batas yang Kian Memudar
35
Aluna
36
Healing Dadakan
37
Obsesi Aluna
38
Malam yang mengubah segalanya
39
Do'a dan Harapan
40
Rencana Licik
41
Sebuah Pengakuan
42
Akhirnya Malam Pertama
43
Pagi yang indah
44
ELzhar yang penuh senyuman
45
Pengakuan Divo
46
Obrolan Hangat
47
Divo di usir
48
Hasil USG
49
Hati yang mulai terbuka
50
Melepas Rindu
51
Bermalam di rumah Ayah dan bunda
52
Sarapan Pagi penuh kehangatan
53
Divo Direstui
54
Pindah rumah
55
Sisil
56
Kejutan Untuk Elzhar
57
Persiapan Ulang tahun Oma
58
Kue ulang tahun untuk oma
59
Bahagia di hari ulang tahun oma
60
Kejutan Kecil dari Elzhar
61
Aaaaaa..... Sayaangg
62
Pernikahan Divo dan Sisil
63
Malam Divo dan Sisil
64
Sahabat Lama
65
Sisi Lain Arga
66
Gombalan di pagi hari
67
Aluna Yang sudah gila
68
Cerita Aluna
69
Aluna membongkar Rahasia
70
Terbongkar
71
Kenapa harus seperti ini
72
Pertengkaran
73
Ayah Arman Pergi dari rumah
74
Dilema
75
Ketegangan
76
Aku cuma mau Azel
77
Oma menemui Azel sedangkan Divo dan Sisil menemui elzhar
78
Elzhar menemui Azel
79
Elzhar kecelakaan
80
Azel bertemu Elzhar di RS
81
Elzhar Sadar
82
Akhirnya bisa tidur dengan aman
83
Saling Memaafkan
84
Elzhar Pulang
85
Elzhar kembali ke klinik
86
Mengantarkan makan siang
87
Kafe Divo
88
Awal sebuah mimpi
89
Langkah Mandiri
90
Semangat pagi
91
Survei Tempat
92
Luka Yang membaik
93
Persiapan pembukaan Kafe
94
Do'a & Restu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!