Putus

Sepanjang perjalanan pulang malam itu, Azel hanya menatap kosong jalanan kota dari balik kaca jendela taksi. Hatinya penuh tanya—mengapa Divo, lelaki yang selama ini ia percaya sebagai masa depannya, justru menunjukkan sikap sebaliknya? Namun ia masih mencoba menepis prasangka buruk. Mungkin Divo hanya ada urusan mendadak… pikirnya berulang kali, berusaha menenangkan diri.

Keesokan harinya, hidupnya kembali pada rutinitas. Di butik tempat ia bekerja, Azel sibuk melayani pelanggan, meski pikirannya jauh. Sesekali ia menoleh ke layar ponsel yang tak kunjung berbunyi.

“Kak, dari tadi mantengin HP terus. Nunggu kabar siapa sih?” tanya Sisil, rekan kerjanya.

Azel menghela napas panjang. “Aku nunggu kabar dari Divo. Dari kemarin ponselnya mati, nggak ada kabar sama sekali.”

“Lho, bukannya kemarin kamu kasih dia kue sama hadiah? Kok bisa ilang gitu aja?” Sisil menatap heran.

“Itu dia… Awalnya dia senang banget, tapi setelah aku ajak ngomong soal hubungan kita ke arah yang lebih serius, dia tiba-tiba pamit ke toilet… dan nggak balik lagi.”

Sisil terdiam sesaat sebelum berkata pelan, “Aneh sih… harusnya dia juga punya keinginan yang sama. Tapi, mungkin dia cuma butuh waktu, Kak. Jangan terlalu khawatir dulu.”

Azel hanya tersenyum pahit. “Entahlah, Sil. Aku benar-benar nggak mengerti.”

\=\=\=\=

Hari berganti hari. Tiga hari berlalu, Divo menghilang tanpa jejak. Azel sempat datang ke kafenya beberapa kali, tapi hasilnya nihil. Malam itu, dengan hati resah, ia memilih pergi ke sebuah klub, mencoba mengusir sesak di dadanya dengan beberapa gelas minuman. Namun, bayangan Divo justru semakin menguasai pikirannya. Dalam kondisi setengah mabuk, ia memutuskan mendatangi kafe itu lagi.

Suasana kafe malam itu lengang, hanya ada beberapa pelanggan dan pelayan yang mondar-mandir. Di salah satu sudut ruangan, Divo sedang bercengkerama santai dengan sahabatnya, Elzhar.

Pintu kafe terbuka keras. Azel masuk dengan langkah sempoyongan, wajahnya memerah karena alkohol. “Divooo…!” teriaknya lantang.

Semua mata langsung menoleh. Divo yang kaget setengah mati buru-buru menyelinap ke bawah meja, wajahnya pucat pasi.

“Eh, Vo… lo ngapain di situ?” Elzhar menatapnya dengan alis terangkat, tak percaya sahabatnya bisa sepengecut itu.

“L… tolong gue, please! Cewek gila yang gue ceritain itu ada di sini! Lindungin gue, L!” Divo meracik-racik celana Elzhar dengan wajah ketakutan.

Elzhar menghela napas panjang, merasa muak. “Astaga, Vo. Harusnya lo yang ngadepin, bukan kabur.”

Namun langkah Azel semakin mendekat. Elzhar pun berdiri, berusaha mengalihkan perhatian. “Lo nyari siapa, Mbak?”

Azel mengerjap, menatapnya dengan mata berat. “Lo siapa? Gue nyari pacar gue… Divo.”

“Nggak ada di sini. Lebih baik lo pulang, jangan bikin keributan,” ucap Elzhar tegas.

Tapi dari bawah meja, sebuah ponsel jatuh. Azel sigap mengenalinya—itu milik Divo.

“Divoo… sayang…” suara Azel bergetar, matanya berkaca-kaca. “Kamu ke mana aja? Kenapa teleponku nggak pernah kamu angkat? Kenapa HP-mu mati?”

Divo akhirnya terpaksa bangkit, wajahnya pucat dan gelagapan. “HP aku… rusak, Zel.”

Azel merebut ponselnya cepat, menekan-nekan layarnya. “Rusak? Ini masih berfungsi dengan baik!” suaranya meninggi, campur aduk antara marah dan kecewa.

Wajah Divo mengeras. Dengan suara dingin, ia berkata, “Udah cukup, Zel. Gue mau putus sama lo. Gue nggak cinta lagi. Jadi, tolong… pergi dari hidup gue.”

Seisi kafe terhenyak. Azel terpaku, matanya membelalak tak percaya. “Apa…? Apa salahku, Div? Aku nggak pernah nyakitin kamu…” Suaranya pecah, air mata jatuh deras, lalu tubuhnya ambruk seketika.

Spontan, Elzhar melangkah cepat dan meraih tubuh Azel sebelum jatuh ke lantai. Dengan sigap ia membopongnya, sementara semua pengunjung kafe menatap dengan pandangan penuh simpati.

Divo hanya terdiam kaku, terkejut namun lega dalam hati—setidaknya ia berharap setelah ini, Azel tak lagi mengganggunya.

Elzhar dengan hati-hati menurunkan tubuh Azel ke sofa kafe. Nafas perempuan itu masih terengah, wajahnya memerah karena alkohol dan tangis yang bercampur jadi satu. Elzhar sempat menatapnya lama. Ada kecantikan lembut yang tak bisa ia abaikan, meski tertutup air mata. Ia menggeleng pelan sambil bergumam lirih, nyaris hanya terdengar oleh dirinya sendiri.

“Cantik… tapi kenapa sebodoh ini, sampai rela jatuh sehancur ini demi orang kayak lo, Vo…”

Divo yang sejak tadi bersembunyi akhirnya berdiri, wajahnya penuh rasa tak nyaman. Elzhar menoleh tajam padanya.

“Vo, lo tau kan alamat rumahnya? Suruh salah satu pegawai cewek lo nganterin dia pulang. Jangan bikin keadaan makin memalukan.”

Divo hanya bisa mengangguk cepat, tak berani membantah. “Iya, iya… lo bener.”

Tak lama, dua orang pegawai perempuan kafe itu menghampiri. Dengan hati-hati mereka mengangkat tubuh Azel, lalu membawanya keluarmenuju taxi online yang Divo pesan. Divo buru-buru memberi instruksi singkat, memastikan Azel diantar sampai ke rumahnya.

Elzhar masih berdiri di tempat, matanya mengikuti langkah Azel yang menjauh. Ada sesuatu di hatinya yang sulit dijelaskan—campuran iba, marah, dan tanda tanya besar.

\=\=\=\=

Keesokan harinya, Azel terbangun dengan kepala berdenyut hebat. Cahaya matahari menembus tirai kamarnya, membuat matanya menyipit. Ia sempat bingung bagaimana bisa berada di kasur sendiri, padahal yang ia ingat terakhir adalah dirinya berjalan sempoyongan menuju kafe Divo.

Pelan-pelan ia bangun, menatap sekeliling kamar yang terasa begitu asing karena hening. Ponselnya tergeletak di meja samping, dengan notifikasi kosong. Tidak ada satu pun panggilan balik, tidak ada pesan dari Divo. Hatinya tercekat.

“Jadi… beneran sudah selesai?” gumamnya lirih, suara parau karena tangis semalam.

Azel menyentuh layar ponselnya, membuka galeri tempat ia menyimpan semua foto dengan Divo. Senyumnya yang dulu selalu jadi penyemangat, kini hanya terasa seperti pisau yang menusuk-nusuk. Air matanya kembali jatuh tanpa izin.

Ia memegang dadanya yang terasa sesak. Tubuhnya mungkin kembali ke rumah, tapi hatinya masih tertinggal di kafe semalam—tertinggal di momen saat Divo benar-benar mengucapkan kata putus tanpa penjelasan.

Dengan lesu ia beranjak ke kamar mandi, membasuh wajahnya, mencoba menutupi sembab matanya. “Aku harus kuat,” katanya kepada bayangan dirinya di cermin. “Kalau dia bisa pergi semudah itu, aku juga harus bisa.”

Namun semakin ia berusaha, semakin kuat pula rasa kehilangan itu menjerat.

Azel bertekad menemui Divo lagi. Setidaknya, ia ingin mendengar penjelasan langsung—apa yang sebenarnya terjadi semalam. Dengan langkah cepat, ia menuju kafe milik Divo, meski hatinya sudah penuh rasa was-was.

Begitu masuk, pandangannya langsung jatuh pada sosok yang sudah tak asing. Elzhar. Lelaki itu berdiri di depan barista, menunggu pesanannya. Tanpa pikir panjang, Azel menghampirinya.

“Lo temen Divo, kan? Divo di mana sekarang?” tanyanya, suara terdengar panik bercampur harap.

Elzhar hanya menghela napas panjang, seakan tak mau meladeni. Ia meraih gelas plastik berisi kopi pesanannya, lalu melangkah keluar kafe tanpa sepatah kata.

Tak menyerah, Azel mengikuti langkahnya hingga ke area parkir. “Mas, tolong… aku cuma ingin penjelasan. Aku butuh kepastian. Divo ada di mana?” suaranya memohon, hampir bergetar.

Elzhar membuka pintu mobilnya, tapi langkahnya diadang oleh tubuh Azel yang berdiri tepat di depannya.

“Please, mas. Aku mohon… kasih tahu aku. Divo di mana?”

Tatapan Elzhar mengeras. Ia sudah muak dengan semua ini. Dengan nada penuh amarah, akhirnya ia meledak.

“Lo kenapa sih? Kenapa lo ngotot banget sama laki-laki yang bahkan nggak pernah cinta sama lo?!” serunya, membuat Azel terdiam. “Lo tau kan, lo itu bukan satu-satunya pacar dia. Lo cuma salah satunya! Dan bisa jadi… dia cuma pengen nikmatin badan lo!”

Azel terperanjat. Bibirnya gemetar, dadanya seperti diremas. Namun Elzhar belum selesai.

“Dan apa yang lo liat dari dia? Hartanya, kan? Jangan pura-pura bersih, jangan pura-pura tulus!”

Kalimat itu bagai tamparan keras. Dengan spontan, Azel merebut gelas kopi dari tangan Elzhar, lalu menyiramkannya tepat ke wajah dokter muda itu.

“Jaga mulut lo!” teriaknya, suara pecah penuh emosi. “Tidur sekali pun gue nggak pernah sama dia! Gue tulus… cinta sama dia! Gue nggak pernah liat dia dari hartanya!”

Air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Dengan langkah goyah, Azel berbalik pergi, meninggalkan Elzhar yang berdiri kaku, terdiam, wajahnya masih basah oleh kopi.

Ia hanya bisa terpaku, syok dengan reaksi Azel barusan. Kata-kata kasar yang ia lontarkan ternyata menusuk balik hatinya sendiri.

Dari seberang jalan, tanpa disadari, seorang wanita memperhatikan kejadian itu dengan saksama. Senyum samar terbit di bibirnya, seolah ia baru saja menyaksikan sesuatu yang menarik.

Episodes
1 Kejutan
2 Putus
3 Salah Alamat
4 Pacar Pura Pura
5 Makan Malam Bersama Keluarga Wiratama
6 Misi Pertama Berhasil
7 7 Hari Menjadi Cantik Bersama Elzhar
8 Hari Kedua dan ketiga
9 Hari keEmpat & KeLima
10 Balas Dendam
11 Rasa Yang Tak Biasa
12 Reuni SMA
13 Bermalam
14 Ketahuan Ibu
15 Menikahlah
16 Perjanjian Kontrak Nikah
17 Divo Mendekati Sisil
18 Hari Yang buruk
19 Meminta Restu
20 Hari Yang Cukup Berat
21 Pernikahan Azel & ELzhar
22 Ketegangan Malam
23 Pagi yang Cerah
24 Hari Pertama Menjadi Suami Istri
25 Ciuman Rahasia
26 Elzhar Yang Manja
27 Mengejutkan
28 Sisil Hamil
29 Sponge Cake
30 Pelukan, Masakan dan Kehangatan
31 Kue Yang Sangat Lezat
32 Sisil & Divo
33 Luka
34 Batas yang Kian Memudar
35 Aluna
36 Healing Dadakan
37 Obsesi Aluna
38 Malam yang mengubah segalanya
39 Do'a dan Harapan
40 Rencana Licik
41 Sebuah Pengakuan
42 Akhirnya Malam Pertama
43 Pagi yang indah
44 ELzhar yang penuh senyuman
45 Pengakuan Divo
46 Obrolan Hangat
47 Divo di usir
48 Hasil USG
49 Hati yang mulai terbuka
50 Melepas Rindu
51 Bermalam di rumah Ayah dan bunda
52 Sarapan Pagi penuh kehangatan
53 Divo Direstui
54 Pindah rumah
55 Sisil
56 Kejutan Untuk Elzhar
57 Persiapan Ulang tahun Oma
58 Kue ulang tahun untuk oma
59 Bahagia di hari ulang tahun oma
60 Kejutan Kecil dari Elzhar
61 Aaaaaa..... Sayaangg
62 Pernikahan Divo dan Sisil
63 Malam Divo dan Sisil
64 Sahabat Lama
65 Sisi Lain Arga
66 Gombalan di pagi hari
67 Aluna Yang sudah gila
68 Cerita Aluna
69 Aluna membongkar Rahasia
70 Terbongkar
71 Kenapa harus seperti ini
72 Pertengkaran
73 Ayah Arman Pergi dari rumah
74 Dilema
75 Ketegangan
76 Aku cuma mau Azel
77 Oma menemui Azel sedangkan Divo dan Sisil menemui elzhar
78 Elzhar menemui Azel
79 Elzhar kecelakaan
80 Azel bertemu Elzhar di RS
81 Elzhar Sadar
82 Akhirnya bisa tidur dengan aman
83 Saling Memaafkan
84 Elzhar Pulang
85 Elzhar kembali ke klinik
86 Mengantarkan makan siang
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Kejutan
2
Putus
3
Salah Alamat
4
Pacar Pura Pura
5
Makan Malam Bersama Keluarga Wiratama
6
Misi Pertama Berhasil
7
7 Hari Menjadi Cantik Bersama Elzhar
8
Hari Kedua dan ketiga
9
Hari keEmpat & KeLima
10
Balas Dendam
11
Rasa Yang Tak Biasa
12
Reuni SMA
13
Bermalam
14
Ketahuan Ibu
15
Menikahlah
16
Perjanjian Kontrak Nikah
17
Divo Mendekati Sisil
18
Hari Yang buruk
19
Meminta Restu
20
Hari Yang Cukup Berat
21
Pernikahan Azel & ELzhar
22
Ketegangan Malam
23
Pagi yang Cerah
24
Hari Pertama Menjadi Suami Istri
25
Ciuman Rahasia
26
Elzhar Yang Manja
27
Mengejutkan
28
Sisil Hamil
29
Sponge Cake
30
Pelukan, Masakan dan Kehangatan
31
Kue Yang Sangat Lezat
32
Sisil & Divo
33
Luka
34
Batas yang Kian Memudar
35
Aluna
36
Healing Dadakan
37
Obsesi Aluna
38
Malam yang mengubah segalanya
39
Do'a dan Harapan
40
Rencana Licik
41
Sebuah Pengakuan
42
Akhirnya Malam Pertama
43
Pagi yang indah
44
ELzhar yang penuh senyuman
45
Pengakuan Divo
46
Obrolan Hangat
47
Divo di usir
48
Hasil USG
49
Hati yang mulai terbuka
50
Melepas Rindu
51
Bermalam di rumah Ayah dan bunda
52
Sarapan Pagi penuh kehangatan
53
Divo Direstui
54
Pindah rumah
55
Sisil
56
Kejutan Untuk Elzhar
57
Persiapan Ulang tahun Oma
58
Kue ulang tahun untuk oma
59
Bahagia di hari ulang tahun oma
60
Kejutan Kecil dari Elzhar
61
Aaaaaa..... Sayaangg
62
Pernikahan Divo dan Sisil
63
Malam Divo dan Sisil
64
Sahabat Lama
65
Sisi Lain Arga
66
Gombalan di pagi hari
67
Aluna Yang sudah gila
68
Cerita Aluna
69
Aluna membongkar Rahasia
70
Terbongkar
71
Kenapa harus seperti ini
72
Pertengkaran
73
Ayah Arman Pergi dari rumah
74
Dilema
75
Ketegangan
76
Aku cuma mau Azel
77
Oma menemui Azel sedangkan Divo dan Sisil menemui elzhar
78
Elzhar menemui Azel
79
Elzhar kecelakaan
80
Azel bertemu Elzhar di RS
81
Elzhar Sadar
82
Akhirnya bisa tidur dengan aman
83
Saling Memaafkan
84
Elzhar Pulang
85
Elzhar kembali ke klinik
86
Mengantarkan makan siang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!