Episode 17

"Ren, bisa minta tolong gak?"

"Bisa..."

"Buatin kopi dong... Gulanya satu sendok aja jangan manis manis, ntar kena diabetes aku"

"Ya mba..."

"Wahh sialan tu Silvi, dia pikir aku pembantunya apa", gerutuku lirih sambil berjalan menuju pantry. Dan bodohnya lagi aku nurut aja sama senior huah menyebalkan, kataku dalam hati.

Dari depan pantri tercium bau kopi yang sangat enak, wangi kopinya gak asing. Aku diam diam masuk dan benar saja ku lihat mas Juan sedang menyeduh kopi sendirian.

Seperti maling saja ku tengok kanan dan kiri takut ada orang yang melihat, lalu kututup pintu pelan pelan agar mas Juan tak mendengarnya.

Grepp, aku langsung memeluk mas Juan dari belakang. Wah punggungnya lebar dan hangat, sangat nyaman.

"Apa kamu pikir dengan begini rasa marahku hilang...", kata mas Juan melepaskan diri dari pelukanku.

"Dia tiba tiba datang kekamarku mas, Beni selalu membiarkannya berkeliaran. Mas tau kan aku dan Barun hanya teman saja, gak lebih..."

"Aku tahu dengan betul Ren, Barun sengaja menggodaku. Tapi dia terlalu bebas, sampai sampai dia masuk kekamarmu. Aku aja belum pernah masuk ke kamarmu..."

"Jadi masalahnya itu"

"Cobalah berbaikan sama Beni, mas bisa gak kasih tau aku sebenernya ada apa sih sama Beni"

"Gak ada apa apa, perasaan kamu saja kali Ren..."

"Hemmm... Gak ada yang mau ngaku nanti aku cari tahu sendiri"

"Tidak perlu Ren, bukan hal yang menarik juga... Apa kamu gak kangen sama mas", kata mas Juan mengalihkan pembicaraan.

"Kangen... Kangen banget, siang ini kita makan bareng ya mas"

"Gak bisa, aku ada meeting. Nanti malam aku jemput deh", bujuk mas Juan.

Sedikit kecewa tapi mau gimana lagi, aku menggangguk setuju. Mas Juan berpamitan kembali ke ruangannya karena takut akan ada orang yang masuk pantry dan melihat kami berdua.

Aku masih terdiam malas bicara, saat mas Juan hampir sampai di dekat pintu dia kembali lagi dan mengecup bibirku. Sambil tersenyum dia meminta maaf dan pergi.

Bagaimana bisa marah kalau seperti ini yang ada aku jadi senyam senyum sendiri kaya orang gila. Eh ya ampun sampai lupa kopinya si nenek sihir.

"Maaf lama... Tadi ngantri", kataku sambil meletakkan kopi di meja Silvi.

"Pak Andra menyuruhmu antar dokumen ke Mimi", kata Silvi sambil menunjukan setumpukan dokumen dalam file box hitam.

Sebanyak ini! Pasti kerjaannya Silvi ini awas nanti aku balas, gumamku kesal. Aku mengangkat file box dan berjalan ke ruangan mas Juan, ah beratnya.

Sesampainya di depan ruangan mas Juan, meja Mimi kosong mungkin Mimi sedang keluar atau meeting, pikirku. Ku letakkan dokumen dokumen itu di meja Mimi, wahh ruangan mas Juan sedikit terlihat dari celah kaca dibelakang meja Mimi.

Itu mas Juan, terlihat mas Juan sedang berdiri sambil berbicara dengan seseorang. Kalau dilihat dari gerak gerik tubuhnya, sepertinya sedang memarahi seseorang.

Aku sangat penasaran, ku bepindah tempat mencari celah yang tepat untuk mengintip, DEG! jantung seakan berhenti mendadak, siapa gadis yang bersama mas Juan.

Rasa penasaranku semakin tinggi, aku melangkah maju berniat untuk menggeser file yang menutupi celah.

"Hei! Ngapain kamu!", kata Barun tiba tiba muncul dihadapanku.

"Kamu minggir dulu!", seruku sambil berusaha menggeser Barun.

Barun menarik tanganku sambil berkata,"Bang Andra mencarimu cepat balik ke ruangan".

"Tapi tapi... Itu Run", belum sempat ku berkata kata Barun menarikku dengan cepat.

Sesampainya diruangan mas Andra, mas Andra tidak ada ditempat hanya aku dan Barun saja.

"Lepas...!",seruku.

"Kamu gila! Kamu mau ditangkap sekuriti kamu pikir dikantor ini ada yang akan belain kamu, kalau kamu mengendap endap mengintai diruangan pendiri grup"

"Juan pun gak akan belain kamu! Ngerti gak!",seru Barun marah.

Tiba tiba air mataku menetes begitu saja, aku marah aku kecewa, aku begitu ingin tahu siapa yang bersama mas Juan. Disisi lain aku lebih sedih lagi karena Barun begitu marah padaku, ya memang benar disini tidak ada yang tahu kalau aku dan mas Juan ada hubungan.

Namun kata kata Barun benar benar menusuk hatiku, apa benar mas Juan setega itu. Namun harus ku akui, jika didepan mas Andra mas Juan begitu cuek dan seperti benar benar tidak mengenaliku.

Aku terduduk sambil menangis, Barun sendiri kebingungan melihatku menangis. Dia memelukku sambil berkata, "Maaf Ren... Maaf aku hanya gak ingin kamu terluka".

"Aku tahu dimana posisiku, gak perlu kau ingatkan lagi! Itu hanya menyakiti perasaanku saja!"

Selama ini aku menyembunyikan kesedihanku didepan semua orang, sekarang benar benar meluap semua. Aku hanya berpura pura baik baik saja didepan mas Juan. Aku juga ingin seperti pasangan pada umumnya. Aku ingin semuanya tahu bahwa mas Juan itu milikku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!