Episode 14

Ciuman pertama aku dan mas Juan, rasanya benar benar tak bisa ku lupakan. Aku masih saja teringat hari pertamaku masuk kerja dan pertama kali aku dan mas Juan berciuman.

Dan sekarang tak terasa hampir 2 minggu berlalu, akupun mulai terbiasa dengan pekerjaanku membantu mas Andra. Ya walau kadang dia bersikap sedikit nakal kepadaku selama tidak melewati batas aku tak masalah.

Hanya sikap Silvi yang masih tak bersahabat, sebenarnya aku tak peduli namun dia sering menyulitkanku masalah pekerjaan. Mas Andra pun sudah memberitahuku, tentang tugas lainku sebagai mata mata. Mencari seseorang yang sangat pintar meniru tanda tangannya, karena menurut Beni, pengeluaran tak terduga diperusahaan itu dikarenakan ada yang memalsukan tanda tangan.

Aku hanya ditugaskan mencari info dari semua sekertaris siapa yang memiliki bakat itu, penyelidikan lainnya mas Andra dan teamnya yang menyelidiki.

Aku yang tak punya bakat mata mata, hanya bisa melamun sambil berpikir apa yang harus aku lakukan. Huff... Bagaimana aku bisa cari info tapi kebanyakan dari mereka ada yang tidak mau berbicara denganku.

Tak hanya Silvi, ada beberapa sekertaris dari departemen lainnya yang benar benar sangat menyebalkan. Sebagian sangat baik, tapi busuk dibelakang. Sebagian sangat baik namun penjilat. Apakah dunia kerja seperti ini, aku benar benar muak.

"Aa!", seruku kaget saat sesuatu yang dingin menempel dipipiku.

Mas Andra tertawa dan memberikan minuman itu.

Tanpa pikir panjang pun aku meminumnya, "Ehh! ", seru mas Andra. Aku baru tersadar bahwa ini adalah beer.

Mas Andra tertawa dan menjitakku, "tidak boleh minum di kantor".

"Mas sendiri kenapa kasih aku...", protesku.

Aku langsung mengecek kadar alkoholnya, oh 4,8% masih aman. Aku berdiri dan akan membuang sisanya, namun mas Andra merebutnya dan meminum habis sisanya.

"Sudah boleh kamu buang...", kata mas Andra.

"Tapi mas, itukan bekasku...", kataku sungkan.

"Memang kenapa? Sekarang udah jam istrahat kenapa kamu gak makan di kantin...? Atau kamu ingin menemani mas disini?", kata mas Andra sambil membuka jasnya.

Melihat itu aku langsung berpamitan kekantin. Ah sial mas Andra selalu saja begitu. Aku mengirim pesan ke mas Juan, memberi tahukan bahwa aku akan makan di kantin. Dan dia membalas hanya " Ya" saja. Mungkin dia sibuk, kataku menenangkan diri.

"Wah penuh", gumamku. Aku berjalan keluar, mencari dimana ada restoran terdekat. Tapi aku hanya membawa uang Rp 50.000 saja, untunglah tak jauh dari kantor ada warung makan kecil. Aku bergegas meninggalkan kantor, waktu istirahat hanya 1 jam.

Saat aku masuk, disini sangat sepi hanya 2 atau tiga orang saja. Mungkin banyak yang lebih memilih makan di restoran restoran mahal untuk jaga gengsi, padahal di warung makan seperti ini juga lumayan enak.

Ku letakkan makananku di meja, aku lupa memesan minuman. Saat ku berdiri ada seseorang yang mendorong bahuku untuk tetap duduk.

"Mas Juan...", bisikku

"Es teh dua Bu!", seru mas Juan.

"Kok bisa mas disini?", tanyaku heran.

"Dasar bodoh... Aku mengikutimu dari tadi, aku melihatmu keluar dari kantor. Kamu bener bener gak tau kalau sedang diikuti?".

"Kalau ada orang jahat mau ngikutin kamu wahh dijamin kena nih,, gak pekaa", canda mas Juan.

"Mas ngeselin banget sii... Buat apa juga peka kan ada mas yang jagain Rena".

Mendengar kata kataku muka mas Juan memerah, dia mengelus rambutku dan mencium tanganku.

Tanpa kami sadari, ternyata Silvi memperhatikan kami dari jauh. Aku langsung menatap mas Juan.

"Tenang aja... ", kata mas Juan sambil tetap memegang tanganku.

Silvi datang menghampiri kami, "Kalian pacaran?".

Mas Juan hanya tersenyum, dia memindahkan telor dadar dari piringnya ke piringku.

Bukankan mas Juan gak suka kalau hubungan kami di ketahui orang,tapi mengapa dia bersikap seperti ini. Akupun tetap diam sambil memakan makananku.

Selang beberapa menit, mas Andra datang. Untung saja tangan kami sudah terlepas, jika tidak wah benar benar gawat.

"Kamu makan disini juga bro, ada Rena juga", kata mas Andra.

"Mas Andra makan disini juga?", tanyaku heran mengapa pendiri perusahaan gak segan buat makan di warung sederhana seperti ini.

"Iya, rendang disini enak banget", kata mas Andra, "Pesananku sudah dipesankan Vi?".

"Sudah Pak Andra".

"Pak Andra sudah tahu kalau Pak Juan dan Rena pacaran?", kata Silvi benar benar membuatku kaget hingga tersedak.

Mas Andra langsung memberiku minum mendahului mas Juan, saat mas Juan meletakkan kembali minumannya di menatap tajam ke arahku dan disaat itu juga mas Andra menepuk nepuk bahuku. Lagi lagi aku terjebak suasana mengerikan, pikirku.

"Kamu jangan mengada-ada Silvi, mereka hanya beberapa kali ketemu tidak mungkin pacaran. Kalau makan bersama satu meja seperti ini kamu anggap itu pacaran itu gak masuk akal".

Aku dan mas Juan hanya diam dan saling memandang saja, aku mempercepat makanku yang aku pikirkan hanya ingin kabur secepatnya dari sini.

"Aku benar benar melihat Pak Juan mencium tangan Rena Pak...", kata Silvi meyakinkan mas Andra.

"Tidak mungkin Juan seperti itu, kamu jangan buat malu didepan karyawan lain", kata mas Andra lagi.

"Tapi pak.. Tapi...", kata Silvi lagi namun mas Andra sama sekali tak menghiraukannya. Akupun berdiri dan pamit. Disusul mas Juan mengikuti dibelakangku.

Perutku agak sakit menahan tawa, melihat ekspresi Silvi yang begitu lucu.

Mas Juan meraih tanganku di jalan sekitar taman, kami tertawa bersama menertawakan Silvi. Terkadang berbuat sedikit kejahilan itu menyenangkan hahaha.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!