Episode 8

TOK TOK TOK, terdengar orang mengetuk pintu ruanganku. Ahh aku masih mengantuk jam berapa ini, wah jam 10 ya ampun aku kesiangan. Untung saja mulai kerja senin depan, siapa sih yang ketuk pintu,kataku dalam hari sambil membuka pintu.

Sejenak saatku melihat seseorang di balik pintu benar benar seperti mimpi, lalu kututup dan kubuka kembali pintu itu untuk meyakinkanku sendiri ini kenyataan.

"Cukup"

"Hehh nyata", aku tertawa melihat Beni berdiri tepat dihadapanku. Dia pasti menjemputku, pikirku senang.

"Maafin abang Ren..., kalau abang udah siap pasti abang cerita sama kamu", kata Beni

"Janji ya bang...", dan Benipun mengangguk.

"Woy, sarapan dulu. Anak gadis macam apa jam segini baru bangun", seru Barun dari dalam dapur.

"Wah ada Beni rupanya", kata mas Andra,

"Makan dulu Ben, mau jemput Rena yah semalam Barun pungut di pinggir jalan", canda mas Andra.

Barun tertawa keras sambil meledekku juga, karena geram ku cubit lengan Barun dengan kerasnya. "Auwwh!!", seru Barun kesakitan.

"Terima kasih bang Andra, udah rawat Rena maaf merepotkan", ucap Beni.

"Bang Ben, sarapan dulu ayo mienya dah matang nih", ajak Barun. "Iya", sahut Beni. "Kamu gak nawarin aku Run", protesku.

"Masak sendiri nih", kata Barun sambil melemparkan sebungkus mie instan.

Sejujurnya akupun tak mengerti dengan hubungan Beni dan Barun, Barun teman sekelasku saat SMA namun dibandingkan denganku justru dia lebih dekat dengan Beni abangku.

Aku mengaduk aduk mie di panci, "Ren makan disini aja ntar aku temenin", bujuk Barun. Akupun duduk didekat kompor dan memakan mie yang baru saja matang.

Huff hufff, aku meniup mie yang masih sangat panas itu. Saat aku mulai memakannya, mas Andra masuk ke dapur. Dia jongkok di depanku hingga aku pun terpaku dengan mulut penuh mie. Diambilnya garpu ditanganku dan mas Andra memakan mie yang ada di mangkokku dan kedua ujung dari mie itu tepat di mulutku dan mulut mas Andra.

Mataku terbelalak, mas Andra semakin mendekat hingga matanya yang berwarna coklat tua itu terlihat jelas,jarak antara kami pun sepertinya hampir 10 cm.

"Maju satu mili piring melayang", kata Barun sambil memain mainkan piring.

Mas Andra tersenyum dan memutuskan mie yang kami makan, dia berdiri dan menjitak Barun. "Sampai kapan kamu mau jadi budak Beni", katanya sambil meninggalkan kami.

"Awhh, sial banget aku hari ini udah kena cubit kena jitak juga", keluh Barun.

Jujur saja aku lega dan berterima kasih kepada Barun yang menyelamatkanku dari momen mencekik dihadapan mas Andra. Jantungku masih belum berdetak dengan normal.

"Mas Andra itu ganjen sama cewek, kalo kamu diam saja dia bakal maju terus, bodoh kamu", kata Barun lagi.

Aku tak menghiraukan kata kata Barun, aku terus makan hingga mie di dalam mangkukpun separuh habis.

Aku melihat ruang makan, ada yang aneh. Di mana Beni bukannya dia tadi sedang makan di sini. Ku berikan mangkukku kepada Barun.

"Kemana?", tanya Barun sambil menghabiskan mie instanku.

"Kamar mandi", jawabku singkat.

Ku berjalan menunggu kamar mandi, saat melewati pintu ruang pameran galeri aku kembali lagi untuk memastikan apa yang aku lihat.

Ya benar saja Beni dan mas Juan sedang ngobrol berdua, tapi suasana berubah mencekam sekali. Mas Juan seakan menjelaskan sesuatu dan Beni menatap tajam ke arah mas Juan. Aku sama sekali tidak tahu sejak kapan mas Juan datang.

Ahh seharusnya suara mereka tak sejelas ini kataku dalam hati sambil pergi kearah dapur.

"Cepet banget?", tanya Barun

"Pipis doang", jawabku. "Trus kenapa kaya habis nangis?" tanya Barun lagi.

"Kelilipan", sahutku.

Dengan spontan Barun langsung memegang bahuku dan meniup mataku. "Udah enakan Ren?". Akupun mengangguk.

"Wah, kamu ini makan mie aja kuahnya sampai ke pipi",kata Barun sambil mengusap usap pipiku.

"Ren, kamu mau pulang jam berapa?", tanya Beni menghentikan candaanku dengan Barun.

"Nanti bang sorean, aku beres beres dulu", kataku sambil menghindari Barun yang berusaha menginjak kakiku.

"Lanjutin aja mainnya... Abang berangkat kerja dulu", kata Beni sambil menepuk nepuk pundak mas Juan. Akupun terdiam dan berhenti bermain, ku menatap mas Juan dengan perasaan bersalah, pasti dia cemburu kataku dalam hati. Mas Juan hanya terdiam dan membisu.

"Sudah mau pergi aja Ben?", kata mas Andra tiba tiba keluar dari kamar mandi.

"Iya bang, masih banyak kerjaan terima kasih sudah jaga Rena, aku pergi dulu", pamit Beni.

Mas Andra dan mas Juan duduk di ruang kerja yang letaknya di sebelah dapur, sambil membantu Barun membereskan dapur.

Diam diam aku ikut mendengarkan pembicaraan mereka, namun sangat jelas terdengar saat mas Andra menanyakan mengapa mas Juan masih tidak bisa akur dengan Beni. Mas Andra menyayangkan sikap keduanya, karena mas Andra pikir Beni adalah orang yang kompeten dan loyal bekerja, dia benar benar ingin memperkerjakan Beni di perusahaan yang dia bangun dengan mas Juan. Namun karena hubungan buruk antara mas Juan dan Beni, Beni berkali kali menolaknya. Bahkan mas Andra pernah menawarkan dengan gaji 2x lipat dari gaji Beni sekarang.

Aku sontak terkejut sendiri, Barun memandangiku dengan penuh heran. Sebenarnya ada apa dengan mereka, semua ini membuatku semakin penasaran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!