"Juan... Juan yah", tanyaku
"Darimana kamu tau namaku?"
"Dari Beni, kenalkan aku Rena", kataku tersenyum manis.
"Juan Widigdo, panggil saja Juan"
"Tapi, sepertinya usiamu...."
"Panggil Mas Juan juga boleh"
"Oke Mas Juan"
Deg, tiba-tiba saja jantungku seakan berhenti berdetak sesaat dan kembali berdetak dengan kencangnya. Perasaan apa ini, Ya Tuhan jantungku seakan terlepas dari dadaku. Rasanya panas tubuhku semua berkumpul menjadi satu.
Kubalikkan badanku, gak mau Mas Juan mendengar suara detak jantungku yang semakin kencang ini.
"Ren,, Rena sehat?"
"Ah iya mas,, Rena gak papa"
"Mas mau makan martabak kan, ambil aja mas ayo sini", kataku sambil mencairkan keteganganku sendiri.
Sungguh baru pernah aku merasakannya, perasaan yang sangat gak menentu. Pipiku panas, jantungku berdegup kencang. Dan berdiri disebelahnya rasanya badanku lemas tak berdaya. Tuhan tolong aku, seruku dalam hati.
Mas Juan berdiri tepat disebelahku, dia mulai menanyakan umur, tempat tinggal, keluarga, dan pekerjaanku sekarang. Tidak ada yang spesial dariku, keluhku dalam hati.
"Jadi sekarang Rena masih mencari pekerjaan?", tanya Mas Juan.
"Iya mas", jawabku.
"Kalau Rena kerja ditempat mas mau?"
"Kerja apa mas?"
"Mas tahu sendirikan latar belakang pendidikan rena itu apa", lanjutku.
Dia terdiam sejenak, entah apa yang dia pikirkan aku semakin penasaran.
"Mas boleh pinjam handphonemu Ren?"
"Boleh"
Ku sodorkan handphone milikku dan diapun menelepon seseorang. Tiilililit tililit tililililt, Mas Juan terlihat mengambil sesuatu dari kantong celananya.
"Nah... Aku sudah tau nomormu, nomor mas nanti disimpan yah.."
Ehh,belum sempat ku berkata-kata dia pergi meninggalkanku sambil melambaikan tangannya.
Rasanya malu seneng gembira bercampur menjadi satu. Pilihan Beni emang gak pernah salah hahaha, tertawaku dalam hati.
" Woy, senyum-senyum sendiri kamu"
"Abang!". Kupeluk dan kucium Beni sembari berkata, "makasih abang... Abang emang the best".
"Rena udah ketemu sama Juan, abaang", kataku.
"Kapan?"
"Baru aja bang"
"Dimana?"
"Disinilah, abang gimana sih".
Beni terdiam, lalu kutinggalkan Beni dengan perasaan kesal, dari jauh masih terlihat ekspresi Beni yang terlihat bingung.
Satu jam aku menunggu Beni didekat parkiran dekat lobi hotel. Kemana si Beni lama sekali, gerutu kesal. Tiba - tiba Beni mengirimiku pesan.
Ren, balik duluan yah. Abang ada kerjaan mendadak, mungkin abang pulang pagi.
Naik taksi jangan naik bus, telpon abang kalo sudah sampai rumah.
Uhh dasar, kataku sambil meninggalkan lobi hotel. Sudah bukan hal baru lagi, ya beginilah punya abang asisten manajer kerjanya 24 jam.
Esok haripun datang, badanku terasa tidak enak. Mungkin perlu kedokter, ahh Beni pasti sibuk lebih baik jangan ganggu. Mataku terbelalak melihat pesan masuk di handphoneku. Seakan tak percaya kutepuk tepuk kedua pipiku, aku gak mimpi.
00.45
Mimpi indah Rena...
07.00
Selamat pagi Ren, kapan ada waktu luang? Ada yang mas ingin bicarakan.
Aduh, aku balas apa yah, ku berjalan kesana kemari, pipiku terasa panas nafasku tak beraturan perasaan seneng bingung dan badan yang sedikit meriang bercampur jadi satu. Aku terduduk lemas, ku telpon Yani dulu baru balesin Mas Juan. Gak enak banget badanku.
Tuuut.. Tuuut... Tuuuut....Tuuut....
Buruan diangkat Yan, gerutuku dan akhirnya diangkat juga.
"Yan, temenin aku ke dokter yah. Badanku gak enak, aku gak enak ganggu Beni kerja. Eh ada yang mau aku ceritain juga, namanya Juan kita ketemu kemarin malam di reunianya Beni. Pokoknya jam 10 kamu dah nyampe rumahku ya"
"Rena, rumahmu dimana?"
Aku terdiam kaget, itu suara laki-laki. Ku lihat layar handphoneku dan...******! Tanpa pikir panjang aku langsung mematikan panggilan teleponku.
Bodoh.. Bodoh banget aku huaaa, aku menangis saking malunya. Kenapa bisa yang aku telpon itu Mas Juan. Ku pukul-pukul kepalaku dengan bantal sofa, aku gak mau ketemu Mas Juan lagi huhuhu.
Drrrrttt... Handphoneku bergetar, ada pesan masuk. Mas dijalan, cepat kirim alamat rumahmu. Tanpa berpikir akupun mengirim alamat rumahku sambil menangis. Sudahlah, udah kepalang tanggung. Malu - malu sekalian, masa iya aku bilang ke Mas Juan jangan mas, gak usah, kan gak enak, dia juga udah lagi dijalan, masa suruh pulang, ahhh pusing!
10 menit kemudian, terlihat sedan hitam parkir di halaman rumah. Mungkin itu Mas Juan, seakan terhipnotis kakiku berjalan ke arah mobil itu. Terang saja, Mas Juan keluar dari mobil itu dan langsung membukakan pintu untukku.
"Ayo cepat masuk Ren", suruh Mas Juan.
"Iya mas, terima kasih"
Diperjalanan ku pandangi wajah Mas Juan sambil berpikir, kenapa dia gak bertanya apapun tentang kejadian tadi.
"Mas beruntung kok kamu salah telepon, so mas bisa tau kan keadaan kamu sekarang. Dan yang paling penting mas jadi tau rumahmu dimana", kata Mas Juan tiba-tiba.
"Mas dukun?"
Mas Juan tertawa lebar, seakan dia tau apa yang aku pikirkan. Dan sepanjang perjalanan kami banyak sekali bercanda hingga akupun lupa kalau aku sakit.
BERSAMBUNG............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments