Bab 3

Amira meneruskan pekerjaannya menyeterika baju semua penghuni rumah, ini adalah hal baru bagi wanita yang baru menikah satu bulan yang lalu.

Semua dijalaninya dengan ikhlas karena ini adalah pilihan hidupnya. Jatuh cinta pada laki-laki yang berasal dari kelas menengah kebawah dan keluarganya ternyata toxic.

Amira merasa bersyukur mengikuti nasehat orang tuanya untuk menyembunyikan identitas dirinya sehingga dia tahu wajah asli dari keluarga suaminya.

Semua baju sudah selesai diseterika dia membawa baju miliknya dan suaminya sedangkan milik ibu mertua dan adik iparnya ditumpuk di meja seterika untuk mereka ambil sendiri.

Amira melanjutkan pekerjaannya didapur. Diawali dengan merebus telur sambil meracik bumbu-bumbu dan memotong daun genjer, menggoreng tempe dan tahu. Menghaluskan bumbu dengan Chopper kemudian menumisnya lalu memasukkan tahu dan tempe kedalam bumbu kemudian membumbuinya dengan kecap ikan, saus tiram, lada, gula dan garam. Telur yg sudah matang direndam dalam air dingin sebagian dia simpan dialmari sebagian dikupas dan ditaruh piring dan disimpan didalam lemari lalu dikuncinya.

Tepat saat makanan sudah disajikan di meja makan kakak ipar tertuanya datang dan mengambil lauk dan sayur yang dia buat.

“Jangan banyak-banyak mbak yang lain belum makan.”

“Ini tempe tahu Balinya pedas tidak?”

“Iya aku buat pedas karena aku dan suamiku suka makanan pedas.”

“Kamu ini bagaimana sih anakku kan ga bisa ikut makan kalau pedas.”

“Ya masak sendiri dong biar sesuai dengan seleramu. Kalau mau gratisan ya ambil tanpa banyak bacot.”

“Kamu kurang ajar sekali dengan kakak ipar.”

“Mbak juga lancang mengambil makanan orang tanpa permisi banyak mulut lagi.”

“Ini dibeli pakai uang adikku.”

“Dan aku istri sah adikmu yang wajib dia nafkahi. Sedangkan kakak kandungnya adalah kewajiban suaminya bukan adiknya.”

“Dah lah aku pulang daripada tensiku makin tinggi ketemu perempuan macam kamu.”

Wanita gembul itu melangkahkan kakinya sambil menghentak-hentakkan dilantai sambil mulutnya bersungut-sungut.

Setelah kakak iparnya pergi Amira membuka lemari dapur dan mengeluarkan telur yang sudah dikupas kemudian dicampurkannya kedalam masakan Bali tahu dan tempe.

“Huh enak saja udah gratisan minta makan enak. Cukup jatahmu tahu tempe dan sayur saja.” batin Amira.

Suara motor memasuki halaman rumah mertuanya membuat hati Amira terlonjak gembira. Dengan cepat wanita muda itu membuka pintu dan takzim pada suaminya.

“Mas sudah pulang. Bersih-bersih dulu bang begitu selesai aku buatkan kopi dan pisang goreng.”

Amira mengeluarkan adonan tepung berisi pisang dan menyiapkan penggorengan.

Amira membuat teh di teko besar, dan kopi untuk suaminya. Gorengan pisang diberi toping keju dan coklat meses serta di kucuri susu kental manis.

“Ibu, Ani ayo sini minum teh ini ada pisang goreng untuk menemani sore kita.” Dengan cekatan Amira mengambil piring kecil lalu menyajikan pisang gorengnya dengan rapi seperti di cafe lalu memberikannya pada suami, ibu mertua dan adik iparnya. Dia menyajikan tehnya dalam cangkir yang cantik.

“Aduh seperti tamu saja.” Mertuanya tertegun dengan sikap menantunya.

“Dirumahku kami biasa minum teh sore sambil berbincang. Tidak ada salahnya juga kalau dibiasakan disini. Sambil nonton TV, ngobrol bisa mempererat hubungan keluarga.”

“Ah benar juga. Kata ibu mertuanya sambil mencuil pisang goreng itu dengan garpunya lalu memakannya. Matanya terbelalak.

“Ini enak sekali Mir, sungguh ibu baru kali ini makan pisang goreng seenak ini.”

“Hmmm….” Ani tidak berkata apa-apa tapi mulutnya terus mengucap “hmm” sambil mengangguk-angguk.

“Mbak Mira aku boleh nambah nggak?”

“Boleh dong, ambil sendiri gih.”

“Kopimu enak sekali dek. Sepertinya ini bukan kopi seperti biasanya. Strong banget.”

“Betul mas, itu memang kopi yang spesial. Mulai besok aku akan menyajikan kopi yang berbeda-beda. Tolong kau beri nilai semua kopiku ya mas.”

“Boleh Ani cicip kopinya mas?”

“Nih dikit aja ya.” Jawabnya sambil menyodorkan cangkir kopinya ke mulut adeknya yang maju mendekatinya.

“Benar enak sekali, kopi apa ini mbak? Sepertinya bukan kopi yang dari warungnya bu Sutinah.”

“Bubuk kopinya aku beli dipasar. Kemudian aku racik dengan rempah-rempah khusus.”

“Kalau begitu bisa irit uang ngopiku. Tiaphari ngopi dirumah saja karena kopi racikan istriku adalah kopi terenak didunia.”

“Kau memang pintar memasak Mir. Ibu cocok dengan masakanmu.”

“Tidak rugi kan mas Dedy memiliki istri sepertiku?”

“Kalau sudah tidak ada yang mau nambah aku bawa ke kamar ya pisang gorengnya buat teman Ani belajar kalau diluar terus bisa-bisa disikat mbak Erna.”

Ani buru-buru membawa pisang goreng itu kekamarnya. Saat ia keluar dari kamarnya mbak Erna sudah berdiri didepan pintu.

“Kalian sedang apa? Kok seperti ada tamu saja ada minuman dan makanan kecil.”

“Kami memang sedang minum teh dan makan pisang goreng.” Jawab bu Yani mertua Amira.

“Lah pisang gorengnya mana?”

“Sudah habislah.” seru Ani dari kejauhan berdiri didepan kamarnya sambil melipat tangannya.

“Dih kalian benar-benar rakus.”

“Memang pisangnya cuma sedikit kok, bukankah sebagian besar pisang hasil panen dari kebun belakang lebih banyak untuk keluarga mbak Erna ya?”

“Tapi kan itu untuk dijual.”

“Ya sudah berarti jangan minta pisang jatah kami.”

“Erna setiap kali ada kamu selalu saja ribut ibu sedang nonton drakor. Pulanglah bukankah kau tadi sudah mengambil lauk disini?”

“Ibu kok ngusir anaknya sendiri sih.”

“Sudahlah pulang sana.”

Huh awas saja kalau lainkali tidak menyisakan makanan untukku. Erna bersungut-sungut dalam hati sambil melangkahkan kaki keluar dari rumah itu.

“Ani kau tidak jadi belajar? Awas ya kalau kamu tidak naik kelas lagi ibu jual motornya dan kamu langsung kerja aja nggak usah kuliah.”

“Iya Bu ini Ani mau belajar.” Gadis itu memutar tubuhnya lalu masuk kedalam kamarnya.

“Mas jadi jalan-jalan tidak?”

“Naik motor mas ya. Motor barumu kan belum ada surat-suratnya nanti kalau ketilang gimana?”

“Iya ya. Ya sudah kapan-kapan aja mas. Makan yuk semua sudah aku siapkan. Ibu ga makan?”

“Nanti saja Mir bareng Ani, ibu masih kenyang makan pisang goreng tadi.”

“Baiklah ayo mas.” Dedy mengikuti istrinya ke ruang makan.

Mereka berdua makan tanpa banyak bicara dan setelah selesai mencuci peralatan yang mereka pakai. Mereka berdua diteras sambil menikmati suasana malam itu.

Halaman rumah mertua Amira cukup luas ada pohon mangga dan sawo. Ibu mertuanya termasuk rajin menanam bunga sehingga halaman yang cukup luas itu tampak asri. Disebelah rumah mertuanya ada rumah kecil yang dibangun untuk rumah tangga kakak iparnya.

Terpopuler

Comments

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

Amira pinter bgt

2025-09-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!