Bab 2 Murkanya Orang Tua Arkaffa

     Suara teriakan Bu Daisy mengguncang pagi itu. “Astaghfirullah, apa yang kalian lakukan? Daviraaaa!”

     Tubuh Kaffa seketika tersentak bangun. Kepalanya berat, matanya berkunang-kunang. Dia mendapati dirinya terbaring di ranjang Davira, tubuhnya masih dibalut selimut tipis. Jantungnya langsung berdegup kencang, sementara pikiran bercabang ke segala arah.

     "K–kenapa aku bisa di sini?” gumamnya dengan suara parau.

     Tangannya refleks menyingkap selimut, memastikan pakaiannya masih lengkap. Ya, seragam tidurnya masih terpasang rapi, hanya kusut karena semalaman berguling. Namun, itu tidak serta merta meredakan keterkejutannya. Karena tepat di sebelahnya, Davira juga terbangun dengan wajah pucat pasi, mata melebar seperti hendak menelan seluruh dunia.

     “M-ma .…" Suara Davira bergetar, mencoba menjelaskan, tapi lidahnya kelu.

     Bu Daisy berdiri di ambang pintu dengan wajah murka. Sorot matanya tajam, menusuk bagai belati. Tangannya mencengkeram erat lengan Davira dan menariknya kasar. “Kamu sudah keterlaluan, Vira! Bagaimana bisa kamu tidur seranjang dengan Kakakmu sendiri?”

     "Mama, bukan begitu …." Davira mencoba berkilah, air matanya langsung pecah. “Aku-aku bisa jelaskan .…”

     “Tidak perlu ada penjelasan lagi!” bentak sang Mama. “Papa ...!" teriaknya memanggil suaminya dari lantai bawah.

     Tak butuh waktu lama, suara langkah kaki berat menghentak menaiki tangga. Papa Daka muncul dengan wajah tegas dan penuh amarah. Lelaki paruh baya itu mengenakan kaos loreng tangan pendek bertuliskan sniper. “Ada apa ribut-ribut pagi buta?” tanyanya dengan nada keras.

     “Mereka, Pah.” Bu Daisy menunjuk ke arah ranjang. “Aku mendapati Kaffa dan Davira tidur satu ranjang!”

     Pak Daka terperanjat. Sorot matanya beralih ke Kaffa, penuh kekecewaan. “Kaffa! Apa maksudmu ini? Kau mempermalukan keluarga kita?"

     “Tidak, Pa! Aku … aku tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini,” jawab Kaffa terbata-bata. Dia bangkit, berdiri di sisi ranjang dengan wajah pucat. “Demi Allah, Pa, Ma. Aku tidak ingat apa pun. Aku tidur di kamarku semalam. Ketika bangun, tiba-tiba sudah di sini.”

     Pak Daka menggeleng keras. “Jangan buat alasan yang tidak masuk akal! Kamu sudah dewasa, kamu juga seorang Letnan. Bagaimana bisa kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan?” Ucapan Pak Daka tegas. Sebagai seorang purnawirawan TNI, Pak Daka tentu saja memiliki pembawaan tegas.

     “Mama, Papa, aku… aku juga tidak tahu. Aku tidak bermaksud seperti ini,” suara Kaffa melemah. Hatinya panas, kepalanya dipenuhi kebingungan.

     Sementara itu, Davira terisak, memegangi lengannya yang masih dicengkeram sang Mama. Dalam hati, rasa bersalah dan ketakutan bercampur jadi satu. Rencana kecil yang semula hanya ingin membuat Kaffa menjauhi Marini kini justru menjadi bumerang besar.

     “Mama … aku bersumpah tidak terjadi apa-apa,” mohon Davira.

     Namun, Bu Daisy justru semakin emosi. “Lalu siapa yang harus aku salahkan? Kamu, Vira? Anak angkat yang sudah mama besarkan, tapi berani mencoreng nama baik keluarga ini?”

     Kalimat itu menghantam dada Davira lebih sakit daripada tamparan. Anak angkat. Ya, status itu yang selama ini selalu ia simpan dalam-dalam. Kini dilontarkan tepat di saat ia merasa rapuh.

     “Mama … jangan bicara seperti itu,” lirihnya sambil menangis tersedu.

     Pak Daka menghela napas panjang, lalu menatap keduanya bergantian. “Kalian sadar tidak, apa yang orang luar akan pikirkan jika tahu soal ini? Apa kata keluarga besar kita? Apa kata orang-orang satuanmu, Kaf?”

     Kaffa menunduk dalam. Bukan hanya rasa bersalah, tapi juga rasa terhina yang tiba-tiba merayap. Sebagai seorang perwira, harga dirinya runtuh begitu saja di hadapan kedua orang tuanya.

     “Papa, percayalah. Aku tidak melakukan apa-apa pada Davira. Aku tidak mungkin .…” suaranya tercekat.

     Namun Pak Daka mengibaskan tangan, memotong pembelaannya. “Cukup! Entah apa yang kalian lakukan semalam, yang jelas ini sudah melewati batas. Mau tidak mau, harus ada jalan keluar.”

     Keheningan menyelimuti ruang tamu sore itu. Bu Daisy duduk dengan wajah muram, matanya sembab karena lelah menangis sejak pagi. Sementara Pak Daka berdiri di dekat jendela, tangannya bersedekap, sorot matanya gelap penuh amarah dan kekecewaan.

     Kaffa duduk di kursi, tubuhnya tegak tapi wajahnya tertunduk. “Pa, Ma, sekali lagi aku tegaskan. Aku tidak melakukan apa-apa pada Davira. Aku tidak pernah berniat … menyentuhnya.” Suaranya bergetar menahan emosi.

     Namun, Bu Daisy menatapnya dengan mata tajam. “Kalau benar begitu, kenapa Mama menemukan kalian seranjang? Jangan kira Mama bisa percaya dengan alasan ‘aku tidak ingat apa-apa.’ Kaffa, kamu anak tentara, bukan anak kecil lagi. Kamu harus bisa menjaga diri!”

     “Mama!” suara Kaffa meninggi. “Aku juga korban dalam kejadian ini. Aku tidak tahu kenapa bisa ada di kamar Vira. Aku tidur di kamarku sendiri semalam! Demi Allah, aku tidak bohong!”

     Davira hanya bisa menunduk, air matanya menetes tanpa henti. Ia ingin bicara, ingin menjelaskan, tapi lidahnya kelu. Jika ia mengaku bahwa semua itu rekayasa ulahnya, maka habislah dirinya. Ia bisa diusir dari rumah, bahkan kehilangan satu-satunya kesempatan dekat dengan Kaffa.

     “Vira …” Suara Pak Daka terdengar berat, dalam. “Jujurlah. Apa benar tidak terjadi apa-apa semalam?”

     Davira mengangkat wajahnya perlahan, matanya berkaca-kaca. "Papa, demi Allah ... Vira tidak tahu apa yang terjadi. Tapi percayalah, Vira tidak berniat merusak keluarga ini," bantah Davira, membuat Kaffa muak mendengarnya.

     "Mama tanya sekali lagi sama kamu Vira, apa yang kamu masukkan ke dalam air minum yang kamu berikan pada kakakmu tadi malam sebelum dia pergi tidur?" Mata Bu Daisy nyalang, penuh gertakan. Dia mencurigai kalau Davira memasukkan sesuatu ke dalam minuman Kaffa. Karena sebelumnya, menurut pengakuan Kaffa, bahwa Davira memberinya minum malam itu.

     Davira menggeleng, dia tetap menyangkal, meskipun dia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan dia dalang di balik kekacauan ini.

     "Akhhhhh. Mama muak dengan semua ini. Kamu, Vira. Sudah kami angkat anak, kami sayang sepenuh hati. Tapi, apa balasanmu? Kamu justru menghancurkan kepercayaan kamu, kehormatan kami. Dasar kurang ajar, tidak tahu diri," murka Bu Daisy mengacak meja.

     Pak Daka dan Kaffa berusaha menenangkan Bu Daisy yang kalap. Bagaimana tidak? Bu Daisy yang merasa keluarganya aman tentram, tiba-tiba dikacaukan dengan kejadian tidak pantas seperti ini. Dia tidak menyangka kalau Davira sehina itu.

     "Apa gunanya kepalamu kau tutupi hijab Davira, kalau faktanya kamu berbuat seperti itu? Kenapa kamu lakukan itu pada keluargamu sendiri?" tunjuk Bu Daisy geram sambil menangis.

     "Ma, tenang dulu. Ini semua tidak semata-mata salah Davira. Kita jangan menyudutkan salah satu pihak. Papa rasa kesalahan ini tidak hanya dilakukan Davira. Tapi, Kaffa juga patut dipersalahkan," bujuk Pak Daka mencoba bijaksana menyikapi hal yang baru terjadi di dalam keluarganya.

     Kaffa mendengus mendengar ucapan sang papa yang dinilainya masih menduga, bahwa dirinya melakukan hal itu atas dasar keinginannya.

Terpopuler

Comments

reti

reti

aku juga kecewa sm kamu davina.
hanya karena cinta kamu menghalalkan segala untuk mendapatkannya

2025-09-25

0

dewi_nie

dewi_nie

lanjut thot

2025-08-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Penolakan Marini
2 Bab 2 Murkanya Orang Tua Arkaffa
3 Bab 3 Dugaan Negatif Tentang Davira
4 Bab 4 Pernikahan Dan Melepas Kepergian Satgas
5 Bab 5 Fakta Menyedihkan Davira
6 Bab 6 Tertekan
7 Bab 7 Kontak Senjata Dan Batin
8 Bab 8 Kabar Duka Dari Kaffa
9 Bab 9 Sudah Tiga Bulan
10 Bab 10 Bertemu Marini
11 Bab 11 Lagi-lagi Dugaan Buruk
12 Bab 12 Luka yang Tak Pernah Sembuh
13 Bab 13 Rahasia Yang Terbongkar
14 Bab 14 Kepergian Davira, Kepulangan Kaffa
15 Bab 15 Diary Davira Dan Pengakuannya
16 Bab 16 Bertemu Marini
17 Bab 17 Mencari dan Menanti
18 Bab 18 Takdir Belum Mau Mempertemukan
19 Bab 19 Ajakan Arda Ketika Hujan Lebat
20 Bab 20 Memilih Untuk Melangkah
21 Bab 21 Berpamitan
22 Bab 22 Lagi-lagi Kecewa
23 Bab 23 Setelah Dua Tahun
24 Baab 24 Penolakan Mama Arda
25 Bab 25 Arda Ingin Menikahi Davira
26 Bab 26 Pertemuan Davira Dan Kaffa
27 Bab 27 Bagai Tertuduh Baru
28 Bab 28 Kembali Pulang
29 Bab 29 Luka Yang Terobati
30 Bab 30 Tatap Curiga
31 Bab 31 Meragu
32 Bab 32 Sekamar
33 Bab 33 Menemui Arda
34 Bab 34 Davira Terus Terang
35 Bab 35 Pertemuan Terakhir
36 Bab 36 Sesal Dan Hasrat
37 Bab 37 Pembuktian Diiringi Alunan Hujan
38 Bab 38 Rasa Canggung
39 Bab 39 Pembicaraan Yang Tertunda
40 Bab 40 Asisten Pendamping Untuk Arda
41 Bab 41 Bayangan Masa Lalu Yang Terbakar
42 Bab 42 Davira Pergi
43 Bab 43 Davira Bersama Arda
44 Bab 44 Salah Orang
45 Bab 45 Davira Ditemukan
46 Bab 46 Bandrek Jampi-jampi
47 Bab 47 Efek Jampi-jampi
48 Bab 48 Kelakuan Marini dan Reta Dibongkar
49 Bab 49 Desas-desus Kaffa
50 Bab 50 Marini Penasaran
51 Bab 51 Marini Mencari Tahu Lewat Davira
52 Bab 52 Upaya Marini Gagal
53 Bab 53 Buaian Cinta Yang Semakin Membara
54 Bab 54 Marini Mencari Tahu
55 Bab 55 Bayang di Balik Pagar Rumah
56 Bab 56 Marini Frustasi
57 Bab 57 Resmi Secara Negara
58 Bab 58 Pedang Pora dan Gosip
59 Bab 59 Marini Mutasi Tugas
60 Bab 60 Dua Kebahagiaan
61 Bab 61 Kelahiran Daviko Arfa Belanegara (end)
62 Bab 62 Cahaya Kecil di Pagi Hari (Epilog tamat)
63 Ketika Mantan Istri Mas Kapten, Hadir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1 Penolakan Marini
2
Bab 2 Murkanya Orang Tua Arkaffa
3
Bab 3 Dugaan Negatif Tentang Davira
4
Bab 4 Pernikahan Dan Melepas Kepergian Satgas
5
Bab 5 Fakta Menyedihkan Davira
6
Bab 6 Tertekan
7
Bab 7 Kontak Senjata Dan Batin
8
Bab 8 Kabar Duka Dari Kaffa
9
Bab 9 Sudah Tiga Bulan
10
Bab 10 Bertemu Marini
11
Bab 11 Lagi-lagi Dugaan Buruk
12
Bab 12 Luka yang Tak Pernah Sembuh
13
Bab 13 Rahasia Yang Terbongkar
14
Bab 14 Kepergian Davira, Kepulangan Kaffa
15
Bab 15 Diary Davira Dan Pengakuannya
16
Bab 16 Bertemu Marini
17
Bab 17 Mencari dan Menanti
18
Bab 18 Takdir Belum Mau Mempertemukan
19
Bab 19 Ajakan Arda Ketika Hujan Lebat
20
Bab 20 Memilih Untuk Melangkah
21
Bab 21 Berpamitan
22
Bab 22 Lagi-lagi Kecewa
23
Bab 23 Setelah Dua Tahun
24
Baab 24 Penolakan Mama Arda
25
Bab 25 Arda Ingin Menikahi Davira
26
Bab 26 Pertemuan Davira Dan Kaffa
27
Bab 27 Bagai Tertuduh Baru
28
Bab 28 Kembali Pulang
29
Bab 29 Luka Yang Terobati
30
Bab 30 Tatap Curiga
31
Bab 31 Meragu
32
Bab 32 Sekamar
33
Bab 33 Menemui Arda
34
Bab 34 Davira Terus Terang
35
Bab 35 Pertemuan Terakhir
36
Bab 36 Sesal Dan Hasrat
37
Bab 37 Pembuktian Diiringi Alunan Hujan
38
Bab 38 Rasa Canggung
39
Bab 39 Pembicaraan Yang Tertunda
40
Bab 40 Asisten Pendamping Untuk Arda
41
Bab 41 Bayangan Masa Lalu Yang Terbakar
42
Bab 42 Davira Pergi
43
Bab 43 Davira Bersama Arda
44
Bab 44 Salah Orang
45
Bab 45 Davira Ditemukan
46
Bab 46 Bandrek Jampi-jampi
47
Bab 47 Efek Jampi-jampi
48
Bab 48 Kelakuan Marini dan Reta Dibongkar
49
Bab 49 Desas-desus Kaffa
50
Bab 50 Marini Penasaran
51
Bab 51 Marini Mencari Tahu Lewat Davira
52
Bab 52 Upaya Marini Gagal
53
Bab 53 Buaian Cinta Yang Semakin Membara
54
Bab 54 Marini Mencari Tahu
55
Bab 55 Bayang di Balik Pagar Rumah
56
Bab 56 Marini Frustasi
57
Bab 57 Resmi Secara Negara
58
Bab 58 Pedang Pora dan Gosip
59
Bab 59 Marini Mutasi Tugas
60
Bab 60 Dua Kebahagiaan
61
Bab 61 Kelahiran Daviko Arfa Belanegara (end)
62
Bab 62 Cahaya Kecil di Pagi Hari (Epilog tamat)
63
Ketika Mantan Istri Mas Kapten, Hadir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!