Pengasuh Boneka Tuan Zergan

Pengasuh Boneka Tuan Zergan

Tiba-tiba Punya Hutang

"Eh, parah banget ya dunia sekarang. Orang yang nggak sekolah tinggi kayak kita nih jangan harap dapat gaji besar," keluh Juwita sambil mengucek piring kotor yang menggunung di wastafel restoran.

Desi, teman kerjanya, tertawa kecil sambil mengeringkan gelas. "Mau gimana lagi, nasib sudah di tangan. Kecuali kita nikah sama pria kaya raya, kayak di novel-novel itu lho, nikah sama CEO tampan, hidup langsung bahagia."

Juwita melirik sekilas, lalu menyiramkan busa sabun dari tangannya ke arah Desi. "Astaga, Des. Kamu kebanyakan baca novel! Gimana mau dapat yang kaya, wong yang susah pun nggak ada yang mau sama aku," katanya sambil tertawa hambar.

Suasana dapur yang panas dan berisik tak mampu meredam obrolan mereka. Di luar, pelayan mondar-mandir mengantar pesanan, sementara di dalam, Juwita hanya bisa menatap air cucian yang keruh. Kadang ia bertanya pada dirinya sendiri apakah hidupnya akan selalu begini, terjebak dalam rutinitas tanpa akhir?

"Eh, tapi serius, Wit. Aku tuh kadang iri sama tokoh-tokoh di novel. Mereka hidup susah, lalu tiba-tiba ketemu pangeran kaya yang jatuh cinta. Kalau kita?" Desi mengangkat bahu, matanya menerawang.

Juwita terdiam. Ia ingin menjawab, tapi perasaan getir menahannya. Pikirannya melayang pada ayahnya yang suka mabuk sana-sini. Belakangan ini, wajah ayahnya sering murung, pulang larut dengan tatapan gelisah. Sesuatu yang besar pasti sedang disembunyikan darinya.

Tiba-tiba, ponsel Juwita yang ia taruh di pojok meja bergetar kencang. Sebuah pesan masuk, membuat jantungnya berdegup tak karuan. Tangannya bergetar ketika membuka notifikasi:

“Segera lunasi hutang 120 juta! Jika tidak, kami akan menagih ke rumah.”

Darah Juwita serasa berhenti mengalir. Tubuhnya melemas. Apa maksudnya? Hutang apa? Ia bahkan tidak pernah meminjam uang sebesar itu.

Di tengah suara piring yang beradu dan tawa Desi, dunia Juwita runtuh seketika.

Tiba saatnya pulang kerja, Juwita menyalakan motor matic bututnya yang sering mogok. Malam itu jalanan sepi, hanya ada suara mesin motor yang meraung pelan. Perutnya lapar, pikirannya penat, dan yang ia inginkan hanya segera sampai rumah kontrakan kecil yang ia tinggali bersama ayahnya.

Namun, baru saja sampai di depan kontrakan, jantungnya langsung berdegup kencang. Dua orang asing berdiri di sana. Yang satu bertubuh besar, tinggi, dengan brewok lebat. Yang satunya kurus, matanya sayu tapi sorotnya tajam membuat bulu kuduk merinding.

“Nah, ini dia sudah pulang. Lihat dari wajahnya sih, sama nih,” kata si brewok sambil menunjukkan layar ponselnya pada rekannya. Foto wajah Juwita terpampang jelas.

Juwita spontan menahan napas. Ia memarkir motor dengan gemetar, mencoba tersenyum paksa. “Ini bapak yang kirim pesan ke saya, ya? Maksudnya apa hutang seratus dua puluh juta? Bikin jantungan aja.” Suaranya terdengar sok santai, tapi lututnya bergetar hebat.

Si kurus mendengus kasar. “Jangan pura-pura nggak tahu! Di KTP kamu, juga di KTP bapakmu, jelas tertulis. Kalian pinjam lima puluh juta masing-masing. Bunganya jalan, jadi total seratus dua puluh juta. Kalau miskin jangan belagu minjem banyak!”

Juwita membelalak. Kata-kata itu seperti petir menyambar. Ia bahkan tidak tahu ayahnya pernah mengajaknya berurusan dengan pinjaman seperti ini. Mulutnya ingin berteriak, ingin membantah, tapi tatapan tajam kedua pria itu membuat nyalinya ciut.

“Kami kasih waktu. Jangan coba kabur. Kalau sampai telat, kamu tahu akibatnya.” Si brewok mendekat, menepuk bahunya keras, seolah memperingatkan.

Setelah keduanya pergi, Juwita bergegas masuk ke kontrakan. Nafasnya masih tersengal. Matanya langsung mencari-cari ayahnya, tapi rumah sepi, hanya gelap dan dingin. Tidak ada suara, tidak ada tanda-tanda.

“Pak?” panggilnya lirih. Kosong.

Perasaan Juwita semakin tak karuan. Malam itu, ia merasa baru saja terperangkap dalam mimpi buruk yang nyata.

Juwita langsung melempar tasnya ke kursi reyot. Nafasnya masih berat, jantungnya deg-degan. Tanpa pikir panjang, ia meraih ponselnya dan menekan nomor ayahnya.

“Tuut tuut, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.”

“Ya ampun, Pak!” Juwita menjerit frustasi. “Aku capek, lapar, duit tipis, sekarang ditinggal nggak jelas pula. Hadeh, cobaan macam apa lagi ini, Tuhan?” gerutunya sambil membanting diri ke lantai.

Ia mencoba menelepon lagi, hasilnya sama. Tidak aktif. Marah bercampur panik membuatnya bangkit, berjalan mondar-mandir di ruang sempit itu. “Bapak ini kenapa sih? Suka bikin drama! Kalau mau kabur, minimal ninggalin catatan kayak di sinetron-sinetron. Ini malah hilang kayak diculik alien.”

Dengan kesal, Juwita membuka pintu kamar ayahnya. Kamar itu sederhana, cat temboknya sudah mengelupas, dan bau apek menyengat. Lemari kayu tua yang sudah miring tampak terbuka sedikit.

“Eh, jangan bilang Bapak ninggalin duit di situ, biar aku bisa jadi kaya mendadak,” gumam Juwita setengah berharap sambil menahan napas.

Ia mendorong pintu lemari. Kosong. Baju-baju ayahnya sudah tidak ada. Hanya tersisa gantungan kawat berkarat dan beberapa kertas lusuh.

Air mata Juwita langsung jatuh. Namun, di tengah tangisnya, mulutnya tetap nyinyir. “Nasib kau lah, Juwita. Dari dulu nggak punya nasib baik. Gimana mau nikah sama orang kaya, sekarang aja melarat makin melarat. Yang ada besok aku nikahnya sama debt collector. Romantis sekali hidupku ini!”

Tangisnya pecah, tapi suaranya juga terdengar kocak. Ia menutupi wajah dengan kedua tangannya.

Malam itu, Juwita sadar ayahnya telah pergi entah kemana, meninggalkan hutang besar di pundaknya.

Juwita duduk di lantai kamar dengan mata sembab. Ia menatap ponsel di tangannya. Tidak ada lagi yang bisa ia andalkan selain sahabat kerjanya, Desi. Dengan jari gemetar, ia mengetik pesan panjang.

"Des, hidupku resmi tamat. Barusan ada dua debt collector nyariin aku. Katanya aku sama Bapak utang 120 juta. Bayangin, Des 120 juta! Aku beli gorengan aja masih utang ke warung. Sekarang disuruh bayar segitu. Parah, kan?"

Pesan terkirim. Tak sampai lima menit, telepon masuk. Nama Desi muncul di layar.

“Wit! Kamu serius? 120 juta? Itu kan kayak harga motor baru plus cicilan kontrakan lima tahun!” suara Desi panik bercampur tak percaya.

“Iya, Des. Aku juga shock. Rasanya kayak ketiban kulkas tiga pintu. Nggak ngerti lagi,” jawab Juwita sambil mengusap air matanya.

Desi yang sebenarnya baru saja naik angkot untuk pulang, langsung meminta turun. “Udah, tunggu aku. Aku ke rumahmu sekarang. Jangan kemana-mana!”

Tak sampai setengah jam, suara langkah tergesa terdengar di depan pintu kontrakan. Desi muncul dengan wajah pucat. Begitu mendengar detail ceritanya langsung dari Juwita, ia menepuk jidatnya sendiri.

“Wit, gaji kita cuma dua juta. Itu pun kadang dipotong kalau pecahin piring. Kita nabung sepuluh tahun pun belum tentu cukup bayar bunga hutangmu!”

Juwita mendesah panjang, lalu menatap sahabatnya dengan ekspresi setengah menangis setengah konyol. “Ya gimana, Des? Mau nabung sepuluh tahun, aku takut umur nggak nyampe. Keburu debt collector yang ngirim aku ke alam barzah.”

Desi tercekat, lalu sama-sama tertawa getir. Dua gadis itu terdiam sejenak. Realita terasa begitu kejam, tapi setidaknya malam itu Juwita tidak lagi sendirian.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Zainab Ddi

Zainab Ddi

author makasih Uda update ditunggu selalu kelanjutannya 💪🏻😍🙏🏻

2025-08-21

2

Zainab Ddi

Zainab Ddi

dasar ayah latnat tukang judi sebel banget punya ayah kayak gitu amit2 deh

2025-08-21

3

lihat semua
Episodes
1 Tiba-tiba Punya Hutang
2 Loker Ajaib
3 Jalan ke Rumah Calon Majikan
4 Bukan Bayi Biasa
5 Jackpot Kerja Jaga Bayi Boneka
6 Perubahan Kecil Zergan
7 Pergi Berbelanja
8 Dress Pink dan Steak Mewah
9 Malam Pertama di Rumah Zergan
10 Sarapan Bersama
11 Masa Lalu zergan
12 Telponan Dengan Desi
13 Keong Racun Tengah Malam
14 Senyum-Senyum Sendiri
15 Bunga Bermekaran di Kantor Zergan
16 Dibelanjakan Tuan Zergan
17 Kedatangan Desi
18 Desi Berbelanja Dengan Zergan
19 Perhatian Untuk Juwita
20 Kesedihan Juwita Kekhawatiran Zergan
21 Hutang Lunas
22 Perjanjian Kebahagiaan
23 Gelisah Malam Mingguan
24 Siap-siap Menjadi Cantik
25 Bianglala Bahagia
26 Kelinci Putih dan Telur Gulung
27 Kesedihan Zergan
28 Pengumuman Buat Kamu
29 Zergan Duda Gantung
30 Gembungan di Balik Celana Zergan
31 Makam Princess Tanubrata
32 Makan di Warung Kaki Lima
33 Liontin Huruf G
34 Aurora Juwita Kelihatan
35 Ke Kantor Zergan
36 Memijat Tuan Zergan
37 Ghazira Jewel & Mining
38 Pengumuman Author
39 Debaran Sentuhan Tangan
40 Permohonan Lima Puluh Juta
41 Mengejar Cinta Tuan Zergan
42 Pijatan Malam Pertama
43 Yang Dekat dan Yang Kembali
44 Rasa Penyesalan Indira
45 Ciuman Pertama
46 Penyatuan Dua Hati
47 Siap Menjadi Istrimu
48 Kedatangan Indira
49 Bahagia Sesaat
50 Pertemuan Takdir
51 Dua Kalung, Dua Takdir
52 Kabel Menolak Mati
53 Di Ujung Harapan
54 Operasi Berhasil
55 Juwita Sadar, Zergan Panik
56 Tangis, Cinta dan Tawa
57 Lebih Dekat, Lebih Hangat
58 Keberanian Cinta
59 Persiapan Pernikahan
60 Akad
61 Takdir Terindah
62 Pengumuman Akhir dari Author
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Tiba-tiba Punya Hutang
2
Loker Ajaib
3
Jalan ke Rumah Calon Majikan
4
Bukan Bayi Biasa
5
Jackpot Kerja Jaga Bayi Boneka
6
Perubahan Kecil Zergan
7
Pergi Berbelanja
8
Dress Pink dan Steak Mewah
9
Malam Pertama di Rumah Zergan
10
Sarapan Bersama
11
Masa Lalu zergan
12
Telponan Dengan Desi
13
Keong Racun Tengah Malam
14
Senyum-Senyum Sendiri
15
Bunga Bermekaran di Kantor Zergan
16
Dibelanjakan Tuan Zergan
17
Kedatangan Desi
18
Desi Berbelanja Dengan Zergan
19
Perhatian Untuk Juwita
20
Kesedihan Juwita Kekhawatiran Zergan
21
Hutang Lunas
22
Perjanjian Kebahagiaan
23
Gelisah Malam Mingguan
24
Siap-siap Menjadi Cantik
25
Bianglala Bahagia
26
Kelinci Putih dan Telur Gulung
27
Kesedihan Zergan
28
Pengumuman Buat Kamu
29
Zergan Duda Gantung
30
Gembungan di Balik Celana Zergan
31
Makam Princess Tanubrata
32
Makan di Warung Kaki Lima
33
Liontin Huruf G
34
Aurora Juwita Kelihatan
35
Ke Kantor Zergan
36
Memijat Tuan Zergan
37
Ghazira Jewel & Mining
38
Pengumuman Author
39
Debaran Sentuhan Tangan
40
Permohonan Lima Puluh Juta
41
Mengejar Cinta Tuan Zergan
42
Pijatan Malam Pertama
43
Yang Dekat dan Yang Kembali
44
Rasa Penyesalan Indira
45
Ciuman Pertama
46
Penyatuan Dua Hati
47
Siap Menjadi Istrimu
48
Kedatangan Indira
49
Bahagia Sesaat
50
Pertemuan Takdir
51
Dua Kalung, Dua Takdir
52
Kabel Menolak Mati
53
Di Ujung Harapan
54
Operasi Berhasil
55
Juwita Sadar, Zergan Panik
56
Tangis, Cinta dan Tawa
57
Lebih Dekat, Lebih Hangat
58
Keberanian Cinta
59
Persiapan Pernikahan
60
Akad
61
Takdir Terindah
62
Pengumuman Akhir dari Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!