Rahasia Putri Mahardi

Pagi itu, cahaya matahari menyelinap masuk ke kamar luas bergaya gotik Eropa. Tirai panjang berwarna maroon perlahan ditarik oleh dua orang pelayan.

Cahaya emas menimpa wajah seorang gadis berkulit kuning langsat yang masih terlelap di ranjang empuk berhias ukiran klasik.

“Non… bangun, sudah pagi. Ini kan hari pertama Non Citra masuk sekolah,” suara lembut salah satu ART membuyarkan mimpi indahnya.

Citra mengerjap pelan, mengucek matanya sambil menoleh ke arah dua pelayan yang sudah berdiri rapi di sisi tempat tidur.

Dengan enggan ia bangun, lalu berjalan masuk ke kamar mandi besar berhias marmer elegan. Uap tipis dari air hangat sudah memenuhi ruangan, taburan kelopak bunga mawar dan sabun aroma terapi menebarkan wangi menenangkan.

Beginilah keseharian Citra setiap pagi—segala sesuatu disiapkan dengan sempurna, bak seorang putri.

Salah satu pelayan mendekat, menyisir lembut rambut panjangnya yang hitam berkilau. Seragam sekolah sudah tergantung rapi di gantungan, disertai sepatu yang dipoles bersih.

Rambutnya dikepang samping dengan gaya sederhana, jauh dari kesan berlebihan.

“Non, mau sarapan apa?” tanya seorang ART dengan sopan.

Citra melirik jam di meja. Matanya membulat kecil.

“Roti selai aja, Bi. Soalnya udah telat,” jawabnya buru-buru.

Pelayan itu mengangguk, segera bergegas menyiapkan.

Citra menatap pantulan dirinya di cermin besar. Semua kemewahan ini hanya ada di rumahnya. Di sekolah nanti, ia hanyalah Citra Asmarani si culun berkacamata tebal—bukan putri tunggal seorang pengusaha besar.

Ia menarik napas dalam-dalam. Hari pertamanya di sekolah baru… sebentar lagi dimulai.

Citra yang sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya turun dari tangga megah berlapis karpet merah. Langkahnya pelan, menuruni anak tangga tinggi itu bak seorang putri yang hendak memasuki aula kerajaan.

Begitu tiba di ruang makan, aroma wangi roti panggang langsung menyambutnya.

Di atas meja panjang dari kayu mahoni, tersusun beraneka macam sarapan: roti isi daging asap, roti isi selai stroberi buatan chef, croissant hangat, hingga roti dengan aneka pasta.

Tak hanya itu, ada juga susu segar dan jus mangga yang tertata di gelas kristal, membuat suasana semakin terasa bak jamuan bangsawan.

Namun, Citra hanya duduk diam. Ia mengambil sepotong roti isi selai dan segelas susu, pilihan sederhana di antara semua hidangan mewah itu.

Sembari menggigit pelan, matanya mencari-cari sosok yang biasanya duduk di ujung meja.

“Loh, Bi… Papi mana?” tanya Citra sambil menoleh pada ART yang berdiri di dekat pintu.

“Papi Non lagi di Singapura. Seminggu baru pulang, Non,” jawabnya sopan.

Citra mengangguk kecil, mencoba menelan rasa kecewa bersama gigitan rotinya. Meski terbiasa dengan kesibukan ayahnya, tetap saja ada ruang kosong setiap kali beliau tak ada.

Ia menarik napas, lalu memandang ke arah seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya. Hari ini akan jadi awal yang baru—sekolah baru, teman-teman baru. Dan tentu saja, rahasia besar yang harus tetap ia jaga rapat-rapat.

FLASHBACK

Citra kecil berlari riang menuju gerbang sekolah dasar dengan pita merah muda menghiasi rambutnya. Tangannya menggenggam erat tangan Papinya, sementara sedan hitam mewah berhenti tepat di depan pintu masuk.

Beberapa anak yang sedang menunggu di halaman menoleh, berbisik-bisik.

“Eh, liat deh, mobilnya gede banget.”

“Itu kan mobil kayak di TV.”

Awalnya Citra tak peduli, ia hanya ingin cepat bermain lompat tali dengan teman-temannya. Tapi keesokan harinya, sesuatu berubah. Foto dirinya turun dari mobil bersama sang Papi masuk ke koran lokal dengan judul besar:

“Putri Pengusaha Ternama Masuk SD Favorit”

Sejak saat itu, suasana di sekolah tak pernah sama lagi.

Saat pelajaran, beberapa anak mulai menjauh. Ada yang berbisik di belakang, “Hati-hati, kalau bikin salah sama dia, bisa-bisa orang tuanya marah ke guru.” Saat istirahat, saat ia ikut main engklek, seorang teman berkata sinis, “Ngapain kamu ikut? Kamu kan orang kaya, pasti nggak pernah main beginian.”

Ucapan-ucapan itu menusuk hati kecil Citra.

Pernah suatu kali, ia membelikan pensil baru untuk teman sekelasnya yang kehilangan. Senyum tulus sudah terpasang di wajahnya, tapi tiba-tiba anak lain nyeletuk.

“Pasti gampang buat dia, kan? Tinggal minta uang ke Papinya.” Semua anak tertawa, sementara Citra hanya terdiam, menunduk, dan merasa kebaikannya dianggap main-main.

Malamnya, Citra menangis diam-diam di kamar. Papi yang mengetuk pintu akhirnya masuk, duduk di tepi ranjang, lalu mengusap kepalanya lembut.

“Citra, Papi minta maaf. Dunia kadang nggak adil sama anak kecil yang nggak salah apa-apa,” ucapnya pelan.

Citra menatap Papinya dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak mau orang-orang suka sama aku cuma karena aku anak orang kaya, Pi. Aku pengen mereka suka sama aku karena aku… aku Citra.”

Ayahnya menarik napas panjang, lalu tersenyum penuh kebanggaan.

“Kalau begitu, mulai sekarang, kita sepakat. Di sekolah, kamu jadi Citra biasa. Kamu nggak perlu cerita siapa kamu sebenarnya. Biarkan orang mengenalmu karena hatimu, bukan karena harta Papi.”

Sejak hari itu, Citra kecil mulai belajar menyembunyikan jati dirinya. Ia mengenakan kacamata tebal, merapikan rambut dengan kepang sederhana, dan menolak semua hal mencolok yang bisa menarik perhatian.

Rahasia itu terus ia jaga hingga sekarang, bertahun-tahun kemudian, di bangku SMA.

“Non, jangan bengong! Udah kesiangan, nanti ospek gimana?” suara Mbak Bi, ART kepercayaannya, membuyarkan lamunan Citra.

Gadis itu baru sadar kalau sendok di tangannya berhenti di udara sejak tadi. Pikirannya masih tertinggal pada kenangan masa kecil—kenapa ia sampai harus menyembunyikan siapa dirinya sebenarnya.

“Eh… iya, Bi. Maaf.” Citra buru-buru menaruh kembali roti di piring, lalu mengelap mulutnya dengan tisu.

Di luar, terdengar suara mesin mobil yang sudah dinyalakan. Pak Dirman, supir pribadi keluarga Mahardi yang sudah ikut bekerja sejak Citra kecil, sudah menunggu di depan dengan sedan hitam mewah berlapis kaca film gelap.

“Non, ayo, Papi udah wanti-wanti, jangan sampai terlambat di hari pertama sekolah. Apalagi ini masa orientasi,” kata Mbak Bi sambil merapikan dasi abu-abu di seragam Citra.

Citra menghela napas panjang. Hari pertama SMA.

Hari di mana ia harus sekali lagi memasang topeng: topeng seorang siswi culun, sederhana, yang tak ingin ada seorang pun tahu bahwa ia putri tunggal dari seorang CEO besar.

Langkahnya pelan menuju pintu depan. Dari balik kaca besar rumah bergaya gothic Eropa itu, ia bisa melihat Pak Dirman tersenyum ramah, berdiri tegak sambil membukakan pintu mobil.

“Selamat pagi, Non Citra. Siap ke sekolah baru?” sapa Pak Dirman.

Citra tersenyum tipis, menyembunyikan rasa deg-degan yang bergejolak. “Iya, Pak. Semoga hari ini… nggak ada yang tahu siapa aku.”

Ia melangkah masuk ke dalam mobil, sementara pintu ditutup perlahan. Sedan hitam itu kemudian meluncur keluar dari gerbang besar rumah keluarga Mahardi, mengantarkan Citra menuju dunia sekolah yang penuh kejutan baru.

Episodes
1 Prolog
2 Rahasia Putri Mahardi
3 Ancaman dari Balik Layar
4 Pewaris dalam Kesepian
5 Titik Balik Sebuah Persahabatan
6 Prahara Hari Kedua
7 Jebakan di Hari Ketiga
8 Api Cemburu di Kantin Sekolah
9 Senyum Misterius Ketua OSIS
10 Permainan Psikologis Ketua OSIS
11 Api Dalam Diam
12 Obsesi Sang Ketua OSIS
13 Komedi dan Konsekuensi
14 Cemburu di Panggung OSPEK
15 Pengakuan yang Mengubah Segalanya
16 Jebakan yang Menjadi Bumerang
17 Solidaritas Kelas Hasanudin
18 Harmoni dan Kegelisahan
19 Trik Kecil Ketua OSIS
20 Ketahanan Citra
21 Permainan Kucing dan Tikus
22 Pemeran
23 Genggaman yang Membingungkan
24 Antara Citra dan Rachel
25 Senyum yang Membingungkan
26 Cinta Segitiga yang Terasa Manis
27 Ayah dan Putrinya
28 Dua Wajah Dion
29 Api Dendam yang Menyala
30 Pembalasan Seorang Ayah
31 Perang di Balik Layar
32 Perkenalan yang Mengubah Suasana
33 Si Cupu Vs Si Ratu
34 Ketika si Cupu Melawan
35 Ketika si Cupu Berbalik Arah
36 Beban di Atas Motor
37 Benci yang Terhalang Tekad
38 Dion Cemburu
39 Citra Menang Lomba Sains
40 Babak Baru Berbagai Cinta
41 Malam Terungkapnya Segalanya
42 Genggaman yang Sulit Dilepas
43 Kerjasama Dengan Ketos
44 Ketika Rival Menjadi Tim
45 Es Teh Jumbo untuk Citra
46 Genggaman di Tengah Drama
47 Dunia Milik Berdua
48 Panggung Pembelaan dan Pengakuan
49 Cinta Segitiga di Kantin Sekolah
50 Cinta Segitiga Paling Heboh
51 Perang Dingin Berubah Jadi Cinta Segitiga
52 Wibawa Ketos vs. Anak Kepsek
53 Drama Bullying Berujung Pengakuan Cinta
54 Pengakuan Cinta di Tengah Kekacauan
55 Dari Benci Turun ke Hati
56 Nyonya Wijaya Detektif Berkelas
57 Citra, Dion, dan Kupu-Kupu di Perut
58 Dua Pengganggu Hati
59 Api Cemburu dan Rencana Busuk
60 Pengakuan yang Tak Terucap
61 Cemburu yang Terlalu Jelas
62 Adu Ego di Ruang KETOS
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Prolog
2
Rahasia Putri Mahardi
3
Ancaman dari Balik Layar
4
Pewaris dalam Kesepian
5
Titik Balik Sebuah Persahabatan
6
Prahara Hari Kedua
7
Jebakan di Hari Ketiga
8
Api Cemburu di Kantin Sekolah
9
Senyum Misterius Ketua OSIS
10
Permainan Psikologis Ketua OSIS
11
Api Dalam Diam
12
Obsesi Sang Ketua OSIS
13
Komedi dan Konsekuensi
14
Cemburu di Panggung OSPEK
15
Pengakuan yang Mengubah Segalanya
16
Jebakan yang Menjadi Bumerang
17
Solidaritas Kelas Hasanudin
18
Harmoni dan Kegelisahan
19
Trik Kecil Ketua OSIS
20
Ketahanan Citra
21
Permainan Kucing dan Tikus
22
Pemeran
23
Genggaman yang Membingungkan
24
Antara Citra dan Rachel
25
Senyum yang Membingungkan
26
Cinta Segitiga yang Terasa Manis
27
Ayah dan Putrinya
28
Dua Wajah Dion
29
Api Dendam yang Menyala
30
Pembalasan Seorang Ayah
31
Perang di Balik Layar
32
Perkenalan yang Mengubah Suasana
33
Si Cupu Vs Si Ratu
34
Ketika si Cupu Melawan
35
Ketika si Cupu Berbalik Arah
36
Beban di Atas Motor
37
Benci yang Terhalang Tekad
38
Dion Cemburu
39
Citra Menang Lomba Sains
40
Babak Baru Berbagai Cinta
41
Malam Terungkapnya Segalanya
42
Genggaman yang Sulit Dilepas
43
Kerjasama Dengan Ketos
44
Ketika Rival Menjadi Tim
45
Es Teh Jumbo untuk Citra
46
Genggaman di Tengah Drama
47
Dunia Milik Berdua
48
Panggung Pembelaan dan Pengakuan
49
Cinta Segitiga di Kantin Sekolah
50
Cinta Segitiga Paling Heboh
51
Perang Dingin Berubah Jadi Cinta Segitiga
52
Wibawa Ketos vs. Anak Kepsek
53
Drama Bullying Berujung Pengakuan Cinta
54
Pengakuan Cinta di Tengah Kekacauan
55
Dari Benci Turun ke Hati
56
Nyonya Wijaya Detektif Berkelas
57
Citra, Dion, dan Kupu-Kupu di Perut
58
Dua Pengganggu Hati
59
Api Cemburu dan Rencana Busuk
60
Pengakuan yang Tak Terucap
61
Cemburu yang Terlalu Jelas
62
Adu Ego di Ruang KETOS

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!