Chapter 5 : Kata yang dia sendiri ingin dengar.

Lian Hua berdiri di ambang pintu, matanya menelusuri lorong paviliun yang sunyi. Hanya beberapa obor yang menempel di dinding, cahayanya redup, berkedip tertiup angin malam. Bayangan bergerak di antara cahaya itu, membuat jalan terlihat samar.

Dengan langkah perlahan, ia meninggalkan ruangan yang selama ini mengurungnya. Tanah dingin menyambut telapak kakinya, menusuk hingga ke tulang. Udara luar seperti membawa secercah kebebasan, namun rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya tak mampu menikmatinya.

Berjalan memutari paviliun, pandangannya tertuju pada pepohonan dan semak lebat di belakang bangunan. Tempat itu tampak tersembunyi, seolah menawarkan perlindungan. Namun ia lupa, tanpa dinding untuk menopang tubuhnya, kakinya tak akan sanggup menopang.

Begitu jarak antara dirinya dan tembok paviliun terputus, tubuhnya langsung terhempas ke tanah. Sakitnya seperti seribu duri yang menarik setiap luka di tubuhnya. Ia menelungkup, menggigit kain di bawah dagunya untuk menahan jeritan yang nyaris pecah di keheningan malam.

Napasnya memburu. Matanya berair, namun ia menggeleng keras, memaksa dirinya untuk tetap bergerak. Di dekat semak, ia melihat sebatang kayu kering. Dengan tarikan napas berat, ia merangkak ke arahnya, menyeret kaki yang lemah, menolak untuk mencoba berdiri.

Sesampainya di sana, ia menggunakan kayu itu untuk menggali tanah. Setiap gerakan membuat perutnya terasa seperti diremas, memaksanya meringkuk, namun ia bertahan. Tangan satunya mengepal, memukul tanah berulang kali, melampiaskan sakit yang tak sanggup ia teriakkan.

Lubang yang cukup dalam akhirnya terbentuk. Seolah tubuhnya paham tujuan dari lubang itu, rasa mual langsung menyerang. Lian Hua tersentak, memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam lubang, bahkan roti busuk yang ia telan sebelumnya ikut terbuang.

Tubuhnya jatuh di samping lubang, napasnya terengah-engah. Dingin tanah menempel di pipinya, tapi ada senyum tipis yang muncul, ini adalah ketiga kalinya ia berhasil bertahan hidup.

Menutup mata, ia membatin, ternyata lebih mudah merawat orang lain… daripada mengurus diriku sendiri. Angin malam mengusap wajahnya, dingin namun anehnya membawa sedikit rasa nyaman. Perutnya tak lagi nyeri, dan luka-lukanya setidaknya sudah ia tutupi. Ia merasa sudah melakukan yang terbaik untuk mengurangi siksaan yang entah dari mana datangnya.

Namun ketenangan itu tak berlangsung lama. Di tengah hening malam, suara tangisan keras terdengar dari kejauhan. Matanya kembali terbuka, tubuhnya menegang, mencoba menangkap arah suara itu.

 “Siapa disana?”

Suara tangisan itu, terisak lirih namun sarat kesakitan, menusuk hening malam. Naluri Lian Hua untuk beristirahat seketika sirna, digantikan dorongan yang sulit dijelaskan. Tanpa menyadari bagaimana, ia sudah beranjak berdiri. Tak ada dinding untuk menopangnya kali ini; tubuhnya bergerak sendiri, digerakkan oleh rasa cemas yang tiba-tiba membuncah.

Ia setengah berlari, tergesa menghampiri tembok paviliun, matanya menelusuri sekitar, mencari sumber suara. Isakan itu terdengar semakin jelas. Kakinya membawanya kembali melewati paviliun tempatnya dikurung, lalu lebih jauh lagi, menembus bayang-bayang malam.

Sampai pandangannya terhenti, di bawah sebuah pohon, seorang anak laki-laki meringkuk sendirian. Tubuh mungil itu melipat diri seakan ingin menghilang dari dunia, kedua tangannya memeluk erat tubuhnya sendiri.

Khawatir, Lian Hua mempercepat langkah, menempelkan satu tangan ke dinding untuk menjaga keseimbangan, sambil memanggil pelan, “Hei…” Suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup membuat anak itu menoleh.

Mata anak itu merah bengkak, penuh air mata yang menggantung di ujung bulu matanya. Sesuatu di dada Lian Hua seperti diremas. Ia melepaskan tumpuan dari dinding, memaksa kedua kakinya menopang seluruh berat tubuh, lalu berlari.

Sebuah akar menjulang di tanah membuatnya tersandung, tubuhnya terhempas, lututnya mencium tanah. Tapi rasa sakit itu tak berarti dibandingkan dorongan untuk sampai ke anak itu. Ia merangkak, tangan gemetar, lalu perlahan meraih pergelangan tangan mungil itu.

“Tidak apa-apa…” bisiknya nyaris patah, menarik anak itu ke dalam pelukan.

Tubuh mungil itu bergetar hebat di dekapannya, seolah memindahkan semua rasa takut dan dingin ke dalam dada Lian Hua. Ia menggenggam tangan kecil itu erat, merasai dinginnya yang menusuk kulit, sambil mengusap lembut kepala anak itu.

“Aku di sini…” ia membisikkan kata-kata yang bahkan ia sendiri butuh untuk mendengarnya, sebuah janji samar di tengah malam yang tak lagi terasa sepenuhnya sunyi.

Episodes
1 Chapter 1 : K-kenapa?
2 Chapter 2 : Anjing yang tak pantas.
3 Chapter 3 : Apa ini layak di makan?
4 Chapter 4 : Terlihat seperti manusia bodoh.
5 Chapter 5 : Kata yang dia sendiri ingin dengar.
6 Chapter 6 : Daun Coca pereda sakit
7 Chapter 7 : Aku tidak menyakitinya
8 Chapter 8 : Aku sudah melakukan segalanya
9 Chapter 9 : Apa yang dikatakan Wei Jie benar?
10 Chapter 10 : Tidak datang hanya untuk mengancamku
11 Chapter 11 : Pengobatan terakhir
12 Chapter 12 : Demi aku…sekali saja
13 Chapter 13 : Kau boleh merantaiku
14 Chapter 14 : Keajaian dari dunia
15 Chapter 15 : Serbuk Seribu Racun
16 Chapter 16 : Ketidaktahuan yang Aneh
17 Chapter 17 : Raja Zhou adalah Suamimu
18 Chapter 18 : Dunia mempersulitnya.
19 Chapter 19 : Dasar Tidak Berguna
20 Chapter 20 : Kamu…bisa bicara?
21 Chapter 21 : Kehilangan pemilikku
22 Chapter 22 : Gadis tidak tahu diri
23 Chapter 23 : Obat dan Racun.
24 Chapter 24 : Kenapa harus wanita itu?
25 Chapter 25 : Yi Chen sialan!
26 Chapter 26 : Dia juga sangat ingin membunuhku
27 Chapter 27 : Kenapa harus Lian Hua?
28 Chapter 28 : Selesaikan semuanya disini
29 Chapter 29 : Itu pengetahuanku
30 Chapter 30 : Kau benar-benar tidak tahu diri
31 Chapter 31 : Bagaimana luka parah itu bisa sembuh?
32 Chapter 32 : Aku sudah menyadarinya sejak pagi
33 Chapter 33 : Kelebihanmu adalah kekuranganku?!
34 Chapter 34 : Dia tahu sesuatu
35 Chapter 35 : Rui An terjatuh dari menara
36 Chapter 36 : Dia bukan Lian Hua
37 Chapter 37 : Statusnya bahkan tak lebih tinggi dariku
38 Chapter 38 : Aku berhasil
39 Chapter 39 : Kau pembohong besar!
40 Chapter 40 : Ikutlah permainan
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Chapter 1 : K-kenapa?
2
Chapter 2 : Anjing yang tak pantas.
3
Chapter 3 : Apa ini layak di makan?
4
Chapter 4 : Terlihat seperti manusia bodoh.
5
Chapter 5 : Kata yang dia sendiri ingin dengar.
6
Chapter 6 : Daun Coca pereda sakit
7
Chapter 7 : Aku tidak menyakitinya
8
Chapter 8 : Aku sudah melakukan segalanya
9
Chapter 9 : Apa yang dikatakan Wei Jie benar?
10
Chapter 10 : Tidak datang hanya untuk mengancamku
11
Chapter 11 : Pengobatan terakhir
12
Chapter 12 : Demi aku…sekali saja
13
Chapter 13 : Kau boleh merantaiku
14
Chapter 14 : Keajaian dari dunia
15
Chapter 15 : Serbuk Seribu Racun
16
Chapter 16 : Ketidaktahuan yang Aneh
17
Chapter 17 : Raja Zhou adalah Suamimu
18
Chapter 18 : Dunia mempersulitnya.
19
Chapter 19 : Dasar Tidak Berguna
20
Chapter 20 : Kamu…bisa bicara?
21
Chapter 21 : Kehilangan pemilikku
22
Chapter 22 : Gadis tidak tahu diri
23
Chapter 23 : Obat dan Racun.
24
Chapter 24 : Kenapa harus wanita itu?
25
Chapter 25 : Yi Chen sialan!
26
Chapter 26 : Dia juga sangat ingin membunuhku
27
Chapter 27 : Kenapa harus Lian Hua?
28
Chapter 28 : Selesaikan semuanya disini
29
Chapter 29 : Itu pengetahuanku
30
Chapter 30 : Kau benar-benar tidak tahu diri
31
Chapter 31 : Bagaimana luka parah itu bisa sembuh?
32
Chapter 32 : Aku sudah menyadarinya sejak pagi
33
Chapter 33 : Kelebihanmu adalah kekuranganku?!
34
Chapter 34 : Dia tahu sesuatu
35
Chapter 35 : Rui An terjatuh dari menara
36
Chapter 36 : Dia bukan Lian Hua
37
Chapter 37 : Statusnya bahkan tak lebih tinggi dariku
38
Chapter 38 : Aku berhasil
39
Chapter 39 : Kau pembohong besar!
40
Chapter 40 : Ikutlah permainan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!