BAB 2. DEMAM TINGGI

Malam sudah larut. Jam dinding di kamar bayi menunjuk hampir pukul dua pagi, dan kursi goyang di sudut ruangan bergerak pelan karena dorongan tubuh Davian yang tertidur tanpa sadar. Lampu tidur berbentuk bulan sabit masih menyinari ruang dengan cahaya temaram, cukup untuk menyingkirkan gelap, tetapi juga menambahkan kesan hening yang dalam.

Di dadanya, Cassandra kecil tertidur. Wajahnya yang mungil tampak damai, napasnya naik turun, meski sisa isakan tangis masih melekat pada kelopak matanya yang bengkak. Davian memeluknya dalam posisi setengah sadar, tubuhnya yang kelelahan menyerah pada tidur singkat yang begitu rapuh. Ia merapatkan selimut bayi tebal yang menggulung di tubuh Cassandra kecil, tak ingin sampai putrinya itu kedinginan.

Namun kedamaian itu hanya bertahan sebentar.

Davian terbangun tiba-tiba, seolah ditarik oleh sesuatu yang tak kasat mata. Jantungnya berdetak kencang, dadanya terasa sesak. Ia menunduk untuk melihat putrinya, dan seketika darahnya seperti membeku.

Cassandra tidak lagi terlihat tenang. Tubuh mungilnya terasa lebih panas dari seharusnya. Panas yang menusuk kulit, bukan hangat normal seorang bayi, melainkan suhu yang menyalakan alarm ketakutan dalam benak seorang ayah.

"Cassie?" suara Davian tercekat, hampir tidak keluar. Ia menempelkan telapak tangannya ke dahi putrinya, dan panas itu membuatnya semakin panik. "Tuhan! kau demam!"

Tangannya bergetar. Napasnya tercekat. Semua ketenangan yang ia coba tanamkan sejak sore runtuh seketika.

Cassandra merengek pelan, lalu mulai menangis lagi tapi kali ini tangisan kecil, lemah, jauh berbeda dari tangis keras yang biasa ia keluarkan. Itu justru membuat Davian semakin takut.

Davian berdiri cepat, hampir menjatuhkan dirinya sendiri dari kursi goyang. Dengan langkah besar, ia keluar kamar dan berteriak memanggil.

"Emily?!"

Pengasuh muda itu berlari dari kamarnya, wajahnya masih setengah kantuk namun langsung pucat melihat ekspresi panik di wajah sang majikan.

"Sir?"

"Cassie panas. Sangat panas. Kita harus ke rumah sakit, sekarang." Suara Davian pecah, lebih merupakan perintah sekaligus permohonan.

Emily langsung mendekat, mengulurkan tangan untuk membantu. "Biar saya gendong Miss. Cassandra."

Dengan enggan tapi sadar ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri, Davian menyerahkan Cassandra ke pelukan Emily. Tubuh mungil itu tampak semakin rapuh dalam dekapan pengasuh, wajahnya merah, bibirnya kering.

"Cepat. Ikuti aku!" perintah Davian.

Davian berlari menuruni tangga besar rumahnya, langkahnya berat namun tergesa. Di luar, udara malam yang dingin menusuk, tapi ia tidak merasakan apa-apa selain rasa terbakar dari kepanikan.

Ia membuka pintu mobil hitamnya, melempar jas ke kursi belakang, lalu menyalakan mesin dengan tangan yang gemetar. Raungan mesin mobil itu pecah di halaman sunyi, cahaya lampu depan menyalakan jalan setapak.

"Masukkan dia ke kursi belakang, tetap gendong. Jangan lepaskan dia dari pelukanmu," perintah Davian kembali.

Emily mengangguk cepat, matanya penuh ketakutan, lalu masuk ke kursi belakang dengan Cassandra di pelukannya.

Davian menekan pedal gas, mobil meluncur kencang keluar dari gerbang rumah.

Jalanan Washington yang sepi di jam dini hari menjadi medan balap penuh ketegangan. Lampu lalu lintas ia terobos, rambu ia abaikan. Setiap detik terasa berharga, setiap hambatan terasa seperti ancaman.

Ia menoleh sejenak ke kaca spion, melihat Emily yang berusaha menenangkan bayi kecil itu dengan usapan lembut. Cassandra masih menangis, tangisan serak yang nyaris tidak memiliki tenaga.

Hati Davian mencengkeram. Ia ingin berteriak, ingin menukar apa pun agar putrinya sehat kembali.

"Bertahanlah, Cassie. Papa di sini. Kita ke rumah sakit sekarang, ya," gumamnya, suara parau di antara deru mesin.

Tangannya lalu meraih ponsel dari dashboard dengan gerakan cepat. Ia menekan nomor yang sudah tertanam di memorinya: Peter, asisten pribadinya.

Sambungan tersambung hanya dalam dua dering.

"Dav?" Suara Peter terdengar, jelas baru saja terbangun dari tidur.

"Peter, dengar aku baik-baik." Davian berusaha tetap fokus pada jalan, namun nada suaranya meninggi penuh kegentingan. "Cassandra sakit. Demam tinggi. Aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Aku butuh kau di sana sebelum aku tiba. Urus semua yang diperlukan. Tidak ada antrean. Tidak ada formalitas. Aku ingin dia segera diperiksa begitu kami sampai!"

Di ujung telepon, Peter terdiam sesaat, lalu suaranya berubah tegas, penuh kesiapan. "Oke, rumah sakit mana?"

"St. Mary’s. Sekarang. Kumohon, cepatlah." Suara Davian benar-benar panik saat ini.

"Dimengerti. Saya akan ke sana segera dan menghubungi dokter anak terbaik. Jangan khawatir, Dav. Kau harus tenang," ucap Peter tetap tenang.

"Bagaimana aku bisa tidak khawatir, Peter?! Putriku yang masih bayi demam tinggi!" Davian hampir berteriak, suara paniknya memecah keheningan.

Peter menarik napas, lalu berkata mantap, "Percayakan sisanya padaku. Fokus saja mengemudi. Aku tunggu kau di sana. Dan ingat tetaplah tenang," katanya.

Davian menutup telepon dengan tangan gemetar, lalu kembali mencengkeram kemudi. Matanya panas, bukan hanya karena kantuk, tetapi karena ketakutan yang menyesakkan dada.

Mobil melaju semakin cepat, meninggalkan jalanan kosong yang diselimuti lampu jalan pucat. Angin malam masuk lewat kaca jendela yang sedikit terbuka, tetapi tidak cukup untuk menyingkirkan rasa panas yang membakar kulit Cassandra di belakang sana.

Setiap kali suara rengekan putrinya terdengar, dada Davian serasa diremas. Ia menoleh cepat, dan pemandangan bayi kecil itu yang tergolek lemah membuatnya hampir kehilangan kendali atas kemudi.

"Papa di sini, Cassie. Bertahan, Sayang. Kita hampir sampai," ucap Davian.

Kata-kata itu ia ulang berkali-kali, lebih untuk menenangkan dirinya sendiri daripada bayi yang mungkin tidak mengerti.

Jalan menuju rumah sakit terasa begitu panjang, meski dalam kenyataan hanya butuh belasan menit. Setiap lampu merah ia terobos, setiap kendaraan lain ia klakson hingga memberi jalan.

Akhirnya, bangunan besar St. Mary’s Hospital muncul di ujung jalan, lampunya terang, simbol palang merah di depan pintu darurat tampak menyala seperti harapan di tengah malam yang kelam.

Davian menghentikan mobil dengan rem mendadak di depan pintu darurat. Ia berlari keluar, pintu mobil terbanting keras.

Emily keluar dari kursi belakang, menggendong Cassandra dengan hati-hati, wajahnya panik.

"Cepat! Serahkan padaku," Davian meraih putrinya, kembali mendekap tubuh mungil itu di dadanya. Panas dari kulit Cassandra langsung menyalakan kembali rasa takutnya.

Pintu darurat terbuka, dan di sana Peter sudah menunggu, mengenakan pakaian tebal karena udara yang cukup dingin, wajahnya serius. Di belakangnya, dua perawat mendorong ranjang bayi kecil, bersiap menerima pasien darurat.

"Cepat, Dav,” ucap Peter. "Mereka sudah siap."

Davian menyerahkan Cassandra dengan hati-hati pada perawat, meski hatinya menjerit ingin tetap memeluk. Ia mengikuti langkah mereka yang bergegas masuk ke ruang darurat, tak peduli lagi pada segala aturan.

Koridor rumah sakit yang dingin dipenuhi cahaya putih. Suara roda ranjang berderit, langkah tergesa para perawat berpadu dengan detak jantung Davian yang seperti ingin meledak.

"Dia demam tinggi," ujar salah satu perawat sambil memeriksa suhu. "39,8 derajat. Segera siapkan ruangan dan dokter anak jaga."

Angka itu membuat Davian terhuyung. Hampir empat puluh derajat. Ia menelan ludah, tangannya mengepal, matanya tidak lepas dari tubuh kecil yang dibaringkan di ranjang bayi.

"Cassie, bertahanlah, Baby," ucap Davian seperti doa yang terbang ke langit berharap doa itu terkabul.

Peter menepuk bahu Davian, mencoba menyalurkan ketenangan. "Dia akan baik-baik saja. Dokter terbaik sudah dalam perjalanan."

Namun bagi Davian, kata-kata itu nyaris tak terdengar. Yang ia rasakan hanyalah rasa takut yang menggulung, rasa bersalah yang menusuk, dan cinta besar yang membuatnya tak sanggup membayangkan kehilangan.

Malam itu, di rumah sakit yang dingin, dimulailah pertarungan pertama seorang ayah tunggal untuk menjaga hidup anaknya, sebuah pertarungan yang baru akan dimulai.

Terpopuler

Comments

Ima Kristina

Ima Kristina

nyimakkk teyussss Kakaa

2025-09-15

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. AYAH DAN PUTRINYA
2 BAB 2. DEMAM TINGGI
3 BAB 3. WANITA ASING
4 BAB 4. MENGHILANG
5 BAB 5. WANITA GILA?
6 BAB 6. DIBELI
7 BAB 7. WASPADA
8 BAB 8. KELEMBUTAN
9 BAB 9. BERUBAH
10 BAB 10. PENYELIDIKAN
11 BAB 11. SEMAKIN DALAM
12 BAB 12. BICARA
13 BAB 13. PANIK
14 BAB 14. EFEK TRAUMA
15 BAB 15. DUEL
16 BAB 16. LICIK
17 BAB 17. DIINTAI
18 BAB 18. TAKUT
19 BAB 19. JEJAK
20 BAB 20. PENYUSUP
21 BAB 21. TERTANGKAP
22 BAB 22. TAWARAN
23 BAB 23. PSIKIATER
24 BAB 24. KEBENARAN YANG PAHIT
25 BAB 25. KESALAHAN FATAL
26 BAB 26. TERLAMBAT
27 BAB 27. PERGUMULAN
28 BAB 28. SIUMAN DAN MAAF
29 BAB 29. LEGA
30 BAB 30. ALASAN
31 BAB 31. MENGEJUTKAN
32 BAB 32. TIDAK MENGERTI
33 BAB 33. PIKIRAN
34 BAB 34. PULANG
35 BAB 35. KEBENARANNYA
36 BAB 36. PROVOKATOR
37 BAB 37. AKAN DIMULAI
38 BAB 38. PENJELASAN
39 BAB 39. TERTEGUN
40 BAB 40. KEBERANIAN
41 BAB 41. LAMARAN
42 Bab 42. PENGAKUAN
43 BAB 43. DAMAI
44 BAB 44. PENGADILAN
45 BAB 45. EMOSI
46 BAB 46. PENGUSIRAN
47 BAB 47. KAKEK DAN NENEK
48 BAB 48. INTEROGASI KELUARGA
49 BAB 49. PERTANYAAN
50 BAB 50. KUNJUNGAN
51 BAB 51. DOA YANG TERJAWAB
52 BAB 52. KEBENARAN SESUNGGUHNYA
53 BAB 53. MENGAKHIRI SEMUA
54 BAB 54. GUGUP
55 BAB 55. PERNIKAHAN
56 BAB 56. KATA PERTAMA
57 BAB 57. ULANG TAHUN CASSANDRA
58 BAB 58. PRIMADONA
59 BAB 59. PETER KETAHUAN
60 BAB 60. EPILOG YANG SEMPURNA
61 LAUNCHING 2 KARYA BARU
62 LAUNCHING KARYA BARU!
Episodes

Updated 62 Episodes

1
BAB 1. AYAH DAN PUTRINYA
2
BAB 2. DEMAM TINGGI
3
BAB 3. WANITA ASING
4
BAB 4. MENGHILANG
5
BAB 5. WANITA GILA?
6
BAB 6. DIBELI
7
BAB 7. WASPADA
8
BAB 8. KELEMBUTAN
9
BAB 9. BERUBAH
10
BAB 10. PENYELIDIKAN
11
BAB 11. SEMAKIN DALAM
12
BAB 12. BICARA
13
BAB 13. PANIK
14
BAB 14. EFEK TRAUMA
15
BAB 15. DUEL
16
BAB 16. LICIK
17
BAB 17. DIINTAI
18
BAB 18. TAKUT
19
BAB 19. JEJAK
20
BAB 20. PENYUSUP
21
BAB 21. TERTANGKAP
22
BAB 22. TAWARAN
23
BAB 23. PSIKIATER
24
BAB 24. KEBENARAN YANG PAHIT
25
BAB 25. KESALAHAN FATAL
26
BAB 26. TERLAMBAT
27
BAB 27. PERGUMULAN
28
BAB 28. SIUMAN DAN MAAF
29
BAB 29. LEGA
30
BAB 30. ALASAN
31
BAB 31. MENGEJUTKAN
32
BAB 32. TIDAK MENGERTI
33
BAB 33. PIKIRAN
34
BAB 34. PULANG
35
BAB 35. KEBENARANNYA
36
BAB 36. PROVOKATOR
37
BAB 37. AKAN DIMULAI
38
BAB 38. PENJELASAN
39
BAB 39. TERTEGUN
40
BAB 40. KEBERANIAN
41
BAB 41. LAMARAN
42
Bab 42. PENGAKUAN
43
BAB 43. DAMAI
44
BAB 44. PENGADILAN
45
BAB 45. EMOSI
46
BAB 46. PENGUSIRAN
47
BAB 47. KAKEK DAN NENEK
48
BAB 48. INTEROGASI KELUARGA
49
BAB 49. PERTANYAAN
50
BAB 50. KUNJUNGAN
51
BAB 51. DOA YANG TERJAWAB
52
BAB 52. KEBENARAN SESUNGGUHNYA
53
BAB 53. MENGAKHIRI SEMUA
54
BAB 54. GUGUP
55
BAB 55. PERNIKAHAN
56
BAB 56. KATA PERTAMA
57
BAB 57. ULANG TAHUN CASSANDRA
58
BAB 58. PRIMADONA
59
BAB 59. PETER KETAHUAN
60
BAB 60. EPILOG YANG SEMPURNA
61
LAUNCHING 2 KARYA BARU
62
LAUNCHING KARYA BARU!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!